|
Saat ini, lebih
dari 1 miliar warga dunia hidup dengan pendapatan di bawah 1,25 dollar AS atau
sekitar 12.000 rupiah per hari.
Hal ini
membebani hati nurani kita semua. Mereka harus segera dibantu untuk dibebaskan
dari kemiskinan, tanpa pandang bulu, apa pun situasi mereka, di mana pun mereka
berada. Penghapusan kemiskinan ekstrem sebelum 2030 dan peningkatan
kesejahteraan bersama bagi 40 persen penduduk terbawah di seluruh dunia juga
menjadi tujuan Grup Bank Dunia yang mengalami pembaruan April lalu.
Pencapaian
tujuan pertama— penghapusan kemiskinan ekstrem sebelum 2030—akan menjadi keberhasilan
bersejarah, tetapi sangat sulit diwujudkan. Sejumlah kemajuan telah tercapai,
tetapi tidak ada yang pasti ketika melawan kemiskinan. Semakin dekat tujuan,
semakin sengit perjuangan. Pertumbuhan global mungkin akan melemah. Para
investor mungkin akan lebih hati-hati. Ketersediaan dana jangka panjang untuk
membangun infrastruktur—yang begitu langka tetapi sangat dibutuhkan—mungkin
akan berkurang.
Tujuan
kedua—peningkatan kesejahteraan bersama—sangat relevan bagi semua negara, dari
kawasan Timur Tengah hingga Afrika, dari kawasan Asia hingga Amerika Latin.
Ihwal terjadinya Arab Spring serta gelombang revolusi rakyat yang serupa di
Turki, Brasil, dan Afrika Selatan berangkat dari keinginan bersama untuk
menjadi bagian dari kelas menengah dunia. Media sosial membuat semacam ”kelas
menengah virtual”, meminjam kata-kata Thomas Friedman, yang akan terus mengetuk
pintu kesempatan hingga terdobrak. Kita perlu memperhatikan apakah pertumbuhan
ekonomi dinikmati seluruh lapisan masyarakat atau terbatas kalangan elite saja.
Kedua tujuan
untuk penghapusan kemiskinan ekstrem dan peningkatan kesejahteraan bersama
perlu strategi lebih selektif. Pertama, selektif ketika menentukan prioritas.
Kemudian, penghentian kegiatan yang tak lagi bersifat prioritas. Grup Bank Dunia
sendiri tak akan lagi terlibat di bidang-bidang yang lebih dikuasai pihak lain,
ataupun untuk sekadar memenuhi target peminjaman. Bank Dunia akan menjadi bank
solusi di mana hasil pembangunan bagi warga miskin menjadi tolak ukur utama.
Arah pembangunan
Kita harus
berfokus sepenuhnya pada kedua tujuan. Dukungan akan diberikan pada proyek-
proyek yang bisa mengubah arah pembangunan suatu negara atau wilayah meski
upaya itu mungkin gagal. Akan diupayakan pula penciptaan mekanisme pendanaan
yang dapat membuka peluang bagi pendanaan jangka panjang, yang kini sangat
dibutuhkan sejumlah negara.
Ada tiga elemen
yang patut disoroti dari strategi baru ini. Pertama, menggandeng sektor swasta
untuk memberantas kemiskinan dan membuka lapangan kerja bagi kaum miskin.
Kedua,
meningkatkan komitmen kepada negara-negara yang rentan dan terkena dampak
konflik. Saya berharap bantuan yang disalurkan melalui International Development Association (IDA) yang diperuntukkan bagi
negara-negara termiskin naik 50 persen dalam tiga tahun ke depan. Dukungan IFC
bagi negara-negara konflik diharapkan juga meningkat 50 persen tiga tahun
mendatang. Sejumlah masalah yang menjadi perhatian dunia, termasuk pemberdayaan
perempuan dan mitigasi perubahan iklim, juga harus jadi perhatian.
Jika hendak
menghapus kemiskinan ekstrem, daya tahan warga miskin harus ditingkatkan dan
dilindungi dari berbagai gejolak, misalnya perubahan iklim. Dengan demikian,
warga miskin dapat menikmati kemajuan— dan mempertahankan kemajuan tersebut.
Beberapa waktu lalu, 60.000 warga menghadiri Festival Warga Dunia (Global Citizens Festival) di Central
Park, New York, guna menyerukan pengakhiran kemiskinan.
Kemiskinan
ekstrem merupakan isu moral terbesar dalam hidup kita. Jangan biarkan lebih
dari satu miliar penduduk dunia menderita dalam kemiskinan ekstrem jika kita
memiliki sarana dan prasarana untuk memperbaiki hidup mereka. Sejumlah masalah,
seperti perubahan iklim, berpacu melawan waktu. Martin Luther King Jr
mengatakan, ”Waktu selalu tepat untuk
melakukan hal benar.” Kini waktunya untuk melangkah. Kita semua dapat
menciptakan perubahan. Mari kita wujudkan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar