Rabu, 30 Oktober 2013

Teror Polisi

Teror Polisi
Al Araf   Direktur Program Imparsial;
Pengajar FISIP Universitas Al Azhar dan Paramadina
KOMPAS, 30 Oktober 2013

Penembakan misterius terhadap anggota polisi akhir-akhir ini meningkat. Sejak Juli 2013 tercatat lima aksi penembakan, rata-rata berlangsung di Jabotabek.

Pelaku sepertinya tak lagi takut menjadikan aparat penegak hukum sebagai target.
Meningkatnya aksi penembakan terhadap polisi tentu keprihatinan kita bersama. Ia tak hanya teror terhadap polisi, juga serangan terhadap institusi penegak hukum dan rasa aman masyarakat. Polisi yang tugasnya melindungi masyarakat saja rentan jadi sasaran, apalagi orang biasa. Lagi pula, sebagian besar pelaku belum juga tertangkap.

Motif teror

Berbagai spekulasi mengenai pelaku dan motif di balik aksi itu sudah disampaikan banyak pengamat. Sebagian besar cenderung mengarahkan bahwa pelaku ialah teroris dari jaringan kelompok radikal ideologi agama yang hendak balas dendam kepada polisi. Tindakan polisi melalui Densus 88 dalam membongkar, menangkap, dan memburu jaringan teroris tersebut menjadikan polisi sebagai target balas dendam.

Pandangan itu tentu bisa saja benar. Namun, membangun kesimpulan demikian masih terlalu dini dan cenderung terburu-buru, khususnya terhadap aksi penembakan polisi di depan Gedung KPK. Pandangan itu cenderung membatasi kemungkinan pelaku dari kelompok lain dengan motif yang berbeda. Apalagi penyelidikan oleh polisi sendiri masih berlangsung.

Penembakan terhadap polisi bisa dilakukan siapa saja. Jika urusannya berkaitan dengan kerja polisi, polisi tak hanya berurusan dengan kelompok teroris, tapi juga dengan sindikat narko- tika dan pelaku kriminal lainnya. Maka, terbuka kemungkinan pelaku itu aktor lain dengan tujuan yang lain pula.
Motif tindakan terorisme jangan selalu disimplifikasi agama belaka. Pengalaman di beberapa negara menunjukkan bahwa aksi terorisme bisa juga dilatari motif etnonasionalisme seperti yang dilakukan kelompok Liberation Tigers of Tamil Eelam atau Macan Tamil. Cara-cara teror kadang-kadang digunakan pula dalam perang bisnis narkotika seperti dalam perang kartel narkoba di Meksiko.

Selain itu, aksi teror tidak selalu dilakukan aktor nirnegara. Bisa dilakukan aktor negara atau kelompok masyarakat, tetapi disponsori negara. Terorisme negara atau pemerintahan teror pernah masif terjadi di masa Perang Dingin. Dalam bentuk rezim pemerintahan totaliter, teror negara di masa Perang Dingin ditujukan untuk menghadapi kelompok oposisi.

Indonesia sendiri mengalami era pemerintahan teror di masa Orde Baru. Negara melalui aparatusnya waktu itu mempraktikkan aksi teror terhadap masyarakat: penculikan, pembunuhan, dan penembakan misterius. Tujuannya melanggengkan rezim Soeharto.

Meski pada saat ini sistem politik kita demokrasi, bukan tak mungkin terorisme bisa berlatar politik, etnonasionalisme, ideologi, agama, atau kriminal. Aksi terorisme dengan motif apa pun selalu menggunakan kekerasan secara sistematik untuk menimbulkan rasa takut yang meluas. Ia tidak menjadikan korban sebagai sasaran yang sesungguhnya, tetapi hanya sebagai taktik mencapai tujuan.

Dengan demikian, terlalu terburu-buru menyimpulkan bahwa pelaku penembakan anggota polisi, khususnya yang terjadi di depan Gedung KPK, adalah kelompok teroris lama dan bermotifkan agama. Pernyataan Wakapolri Oegroseno agar Polri jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa pelaku aksi teror adalah kelompok radikal lama adalah tepat.

Kesimpulan yang pasti mengenai siapa pelaku dan apa motif tentu hanya bisa diperoleh jika pelaku tertangkap. Dari sini polisi bisa mengungkap pelaku dan motif yang sebenarnya.

Polisi hingga kini tak kunjung berhasil menangkap pelaku aksi-aksi penembakan itu, khususnya yang terjadi di depan Gedung KPK. Padahal, jika itu terorisme berbasis agama, polisi biasanya mudah dan cekatan menangkap para pelakunya. Polisi kali ini tampaknya menghadapi pelaku yang terlatih dan lebih profesional.

Pelaku profesional

Terlatih dan profesional? Ya, sasaran penembakan itu sedang bergerak. Terhadap yang begini dibutuhkan keahlian khusus. Pelaku juga sangat selektif memilih target, dilakukan pada malam hari, sebagian besar terjadi di sekitar Jabotabek, serta menggunakan senjata api dan kendaraan bermotor. Pelaku juga tampaknya pandai bersembunyi.

Penembakan anggota polisi di depan Gedung KPK menunjukkan pelaku tidak hanya memiliki kemampuan teknis menggunakan senjata api, tetapi juga andal dan profesional. Teroris bermotif agama biasanya hit and run. Pada kasus ini, pelaku memiliki mental luar biasa ”dingin”: sebelum pergi dengan tenang memastikan bahwa korban telah tewas.

Dalam konteks ini, pertanyaannya adalah sudah sehebat itukah jejaring terorisme bermotif agama menggunakan senjata api dan sudah semakin pandaikah mereka bersembunyi sehingga Densus 88 kesulitan melacak?

Kita tentu pantas khawatir. Berlarut-larutnya pengungkapan kasus ini akan menjadi teror berkepanjangan. Tidak hanya terhadap aparat polisi, tapi juga masyarakat umum sebab penembakan seperti itu bisa saja terus berulang. Apalagi dalam waktu dekat ini kita akan memasuki bulan-bulan panas menjelang Pemilu 2014.

Dalam menghadapi aksi teror kali ini, Polri tampaknya perlu dan harus membuat langkah penanganan yang lebih komprehensif. Mulai dari deteksi dini dengan peningkatan jejaring intelijen yang lebih baik dan luas hingga aksi penindakan yang lebih profesional dan proporsional menangkap para pelaku.
Lebih dari itu, pengungkapan kasus ini juga sangat membutuhkan dukungan dan kemauan politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tanpa dukungan presiden, polisi akan mengalami kesulitan di dalam menemukan para pelaku teror polisi, khususnya yang terjadi di depan Gedung KPK.

Sayangnya, hingga kini presiden minim sekali—kalau tidak ingin dikatakan tidak peduli— merespons dan menyikapi kasus penembakan beruntun dan sistematis terhadap aparat kepolisian.

Negara tidak boleh kalah menghadapi tindakan teror yang dilakukan orang atau organisasi tidak dikenal. Negara harus memastikan kepada publik bahwa rasa aman masyarakat tetap terjamin. Dengan demikian, siapa pun pelaku penembakan itu, aparat kepolisian tidak boleh takut mengungkap dan menangkapnya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar