|
TIGA hal penting yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan
pangan nasional adalah kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan. Penyelenggaraan
pangan mempunyai tujuan utama, yakni pemenuhan konsumsi pangan masyarakat.
Kedaulatan pangan dimaknai sebagai hak bangsa dan negara
untuk menentukan kebijakan pangan. Termasuk di dalamnya adalah hak masyarakat
untuk menghidupkan potensi sumber daya lokal dalam produksi pangan.
Sementara itu, pengertian kemandirian pangan adalah
menyangkut kemampuan negara dan bangsa memproduksi pangan dari dalam negeri
untuk seoptimal mungkin dapat menjamin pemenuhan pangan penduduk.
Yang terakhir, ketahanan pangan. Ini lebih menyangkut aspek
terpenuhinya pangan bagi negara dan perseorangan sehingga tercapai derajat
hidup sehat, aktif, dan produktif.
Mengapa perlu lembaga pangan nasional? Selama ini, aspek
produksi telah ditangani secara holistik oleh kelembagaan teknis, yaitu
Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan didukung
kementerian lain yang menyediakan sarana dan prasarana untuk distribusi pangan.
Lembaga pangan yang kita perlukan tidak lagi mengurusi
tataran teknis produksi, tetapi lebih pada aspek perencanaan pangan nasional.
Salah kelola pangan dapat memunculkan problem serius, seperti
kelaparan, kekurangan gizi, bahkan sampai gejolak sosial.
Cadangan pangan
Lembaga pangan nasional berperan dalam menetapkan cadangan
pangan, terutama pangan pokok. Saat ini, mungkin hanya beras yang menjadi
pangan pokok strategis.
Namun, krisis kedelai yang terjadi seharusnya juga membuka
mata kita bahwa perlu definisi konkret tentang jenis-jenis pangan yang harus
ada cadangannya.
Tentang kebijakan impor pangan, Kementerian Perdagangan dan
Kementerian Pertanian mungkin mempunyai visi berbeda. Kementerian Perdagangan
lebih prokonsumen sehingga landasan kebijakan impor lebih ditujukan agar
masyarakat konsumen tidak dibebani harga pangan terlalu tinggi.
Sementara Kementerian Pertanian lebih propetani sehingga
menginginkan impor pangan agak direm. Kalau toh harga pangan terpaksa naik,
yang diuntungkan adalah petani-petani kita.
Lembaga pangan nasional adalah institusi yang berdiri di
tengah-tengah dan diharapkan mampu menjembatani dua visi ekstrem tersebut.
Zaman Orde Baru, Pak Harto pernah mempunyai Menteri Negara Urusan Pangan.
Saat ini, Kementerian Pertanian menyangga beban berat terkait
dengan upaya diversifikasi pangan.
Setiap kali melihat data konsumsi beras rata-rata nasional,
kita terperangah karena rasanya sulit sekali mengubah pola makan bangsa kita
yang begitu dominan mengonsumsi beras.
Perbaikan pola konsumsi pangan masyarakat harus menjadi salah
satu fungsi lembaga pangan nasional.
Sosialisasi penganekaragaman konsumsi pangan selama ini
memang agak lemah dan terkadang hanya dilakukan pada acara-acara resmi, seperti
lomba tumpeng nonberas pada peringatan Hari Kemerdekaan.
Setelah acara berlalu, berakhir pula gaung diversifikasi
pangan. Padahal, mengubah kebiasaan makan masyarakat memerlukan strategi yang
menyeluruh dan berkesinambungan.
Krisis pangan
Dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan dinyatakan bahwa pemerintah atau pemerintah daerah berwenang menetapkan
kriteria dan status krisis pangan.
Selama ini, isu krisis pangan lebih sering kita saksikan atau
kita baca lewat media massa. Laporan-laporan jurnalis membuka mata kita bahwa
suatu wilayah menghadapi krisis pangan.
Definisi krisis pangan adalah kondisi kelangkaan pangan yang
dialami sebagian besar masyarakat yang, antara lain, disebabkan oleh masalah
distribusi, perubahan iklim, bencana alam, dan konflik sosial.
Krisis pangan sebenarnya menunjukkan adanya kesenjangan
antara pasokan dan kebutuhan. Dalam jangka panjang, krisis pangan akan
menimbulkan kelaparan.
Lembaga pangan nasional bisa melakukan surveilans sehingga
ancaman krisis pangan bisa diantisipasi.
Memang yang menetapkan krisis pangan nasional adalah
Presiden, tetapi Presiden tetap harus mendapat informasi dan data yang valid
tentang kondisi pangan nasional. Lembaga pangan nasional bertanggung terhadap
potret situasi pangan bangsa ini.
Di lembaga pangan nasional, hal penting yang harus menjadi
perhatian adalah adanya pusat informasi pangan.
Pengambilan kebijakan pangan bisa keliru apabila data
pendukungnya tidak up to date. Pusat informasi pangan ini memang telah
diamanatkan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Dalam pasal tersebut diuraikan dengan rinci data apa saja
yang harus tersedia, seperti jenis pangan, neraca pangan, kawasan pangan,
permintaan pasar, produksi, harga, dan konsumsi.
Ada anekdot bahwa di Indonesia segala macam data tersedia,
yang tidak ada adalah data yang benar.
Oleh sebab itu, harus kita dukung semangat yang diusung
Undang-Undang Pangan, yakni perbaikan sistem pangan dan gizi yang bersifat
menyeluruh, dari produksi, distribusi, konsumsi, sampai status atau perbaikan
gizi. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar