|
SETELAH 68 tahun merdeka, kualitas
kinerja dan capaian perguruan tinggi kita justru dipertanyakan banyak orang.
Bahkan,
Transparency International menyebut sistem pendidikan (tinggi) di Indonesia
diwarnai korupsi yang parah (Chris Parr, Times Higher Education, 4 Oktober
2013). Kita bisa saja melacak di mana kesalahan bermula, yang telah menyebabkan
perguruan tinggi kita karut-marut seperti saat ini. Namun, daripada mencari
siapa yang salah, barangkali lebih baik menengok kembali apa yang semula
dicita-citakan para pendiri bangsa dengan perguruan tinggi kita.
Cita-cita pendiri bangsa
Dalam Sedjarah
Pendidikan Indonesia (S Bradjanegara, 1956) dicatat pada 4-6 April 1947,
ketika pemerintah pusat RI mengungsi ke Yogyakarta, Pengurus Permusjawaratan
Pendidikan Indonesia mengadakan kongres di Surakarta untuk mengumpulkan berbagai
pendapat mengenai sistem pendidikan nasional, khususnya mengenai asas dan
tujuan pendidikan. Kongres dipimpin Prof Mr Soenaria Kalapaking dan dibantu
Sutedja Bradjanegara sebagai notulis. Hadir pada kongres tersebut, antara lain,
Presiden Soekarno, Dr Radjiman, Prof Dr Sardjita, Prof Mr Dr Soepomo, Mr
Wongsonegoro, Drs A Sigit, Dr Wedyodiningrat, dan Ki Hadjar Dewantara.
Dalam
makalahnya yang berjudul Sekolah Perguruan Tinggi, Soepomo menyampaikan
bahwa fungsi universitas (perguruan tinggi) di Indonesia akan sama dengan
fungsi universitas di negara-negara modern di Eropa dan Amerika, yaitu sebagai
(a) badan pusat ilmu-ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan (b) badan untuk
mendidik para calon pemimpin yang memerlukan pendidikan tinggi guna kepentingan
masyarakat dan negara.
Menurut
Soepomo, universitas sebagai badan pusat ilmu-ilmu pengetahuan dan kebudayaan
akan mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan untuk kepentingan ilmu-ilmu itu sendiri
(beoefening der wetenschap zelve). Sehubungan dengan itu, negara harus menjamin
kemerdekaan untuk penyelidikan pengetahuan (baca: penelitian).
Selain itu,
universitas ”harus” (a) memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para guru
besar dan staf lainnya (wetenschappelijke staf) untuk mengembangkan ilmu-ilmu
pengetahuan dengan menyediakan sesempurna-sempurnanya perpustakaan,
laboratoria, musea, klinik, dan lain-lain; (b) mengadakan hubungan dengan
sejumlah universitas lain, baik di dalam maupun di luar negeri, melalui kongres
antaruniversitas, pertukaran guru besar untuk sementara waktu, dan lain-lain;
dan (c) mengadakan pidato-pidato untuk umum sebagai salah satu
bentuk university extension.
Soepomo
melanjutkan, universitas sebagai opleidingsinstituut akan
(a) memberikan pendidikan pengetahuan dasar untuk mahasiswa dari fakultas mana pun
agar mereka mendapatkan academische
levensstijl', yakni mempunyai kecerdasan jiwa, budi, dan intelek yang
diperlukan untuk jabatan-jabatan tinggi di tengah masyarakat, dan (b)
memberikan persiapan untuk mengerjakan vak atau bidang keahlian
tertentu, misalnya sebagai ahli hukum, dokter, dan insinyur.
Dalam pembagian
universitas atas beberapa fakultas, Soepomo mengingatkan agar universitas
memperhatikan perkembangan di negara-negara Eropa dan Amerika. Ilmu pengetahuan
sosial (hukum, ekonomi, dan lain-lain), ilmu pengetahuan alam, dan humaniora
(bahasa klasik, filsafat modern, sejarah, dan lain-lain) yang lazim diajarkan
di perguruan tinggi di negara-negara Barat harus diajarkan pula di perguruan
tinggi di Indonesia. Demikian juga ilmu pengetahuan mengenai kebudayaan Timur
harus mendapat perhatian khusus.
Hal-hal teknis
juga diperhatikan Soepomo. Menurut dia, universitas hendaknya dikepalai seorang
presiden tetap (full-time), yang tak
mengajar melainkan hanya mengurus keperluan umum universitas, seperti di Amerika.
Soepomo juga menyatakan perguruan tinggi di Indonesia hendaknya merupakan
sebuah badan hukum, yakni mempunyai rechtpersoonlijkheid.
Pendapat senada
dikemukakan Kalapaking, yang menyatakan adanya suatu universitas sebagai
gabungan sejumlah fakultas merupakan suatu keharusan di negara merdeka, untuk
menjadi koordinator dan pendorong dalam usaha mempelajari dan mengembangkan
ilmu-ilmu pengetahuan. Dalam makalah berjudul Hal Universiteit, Kalapaking juga mengusulkan agar universitas
negara dibentuk sebagai badan hukum dan punya kemerdekaan seluas-luasnya dalam
mengabdi pada ilmu pengetahuan.
Kalapaking juga
mengingatkan, baik buruknya mutu universitas terutama bergantung pada pemilihan
orang-orang yang dijadikan guru besar. Agak berbeda dengan Soepomo, Kalapaking
berpendapat bahwa dalam menyusun program tiap fakultas, universitas harus
memperhatikan kebutuhan nasional, jangan semata-mata meniru universitas di
negara lain. Sementara itu, Wedyodiningrat dalam makalah berjudul Sekolah
Tinggimenyoroti kontribusi pendidikan terhadap kemakmuran dan perdamaian dunia.
Menurut dia, universitas adalah tempat di mana setiap orang dapat mendiskusikan
hal yang berguna bagi kehidupan dan mendapat pencerahan.
Apa selanjutnya
Sebagai
rangkuman catatan sejarah di atas, jelaslah bahwa ada tiga hal yang merupakan
misi utama perguruan tinggi, yaitu (1) mempelajari dan mengembangkan ilmu
pengetahuan, (2) menyiapkan calon-calon pemimpin masyarakat dan bangsa, serta
(3) memelihara dan menumbuhkan budaya dan nilai-nilai akademik, sebagai model
bagi masyarakat luas.
Sayangnya,
beberapa dekade terakhir, para pelaku dan pengambil kebijakan pendidikan tinggi
lebih banyak berkutat dengan masalah teknis, melupakan misi sejati perguruan
tinggi, dan mengabaikan apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa. Maka
terperangkaplah perguruan tinggi dengan status hukum dan pola pengelolaan
keuangan yang bergonta-ganti, sistem kepegawaian yang sangat administratif
(perekrutan dosen dan pengangkatan guru besar yang asal-asalan), proses
akreditasi yang salah kaprah, program-program hibah yang tak efektif, orientasi
pendidikan yang tak jelas, hingga pemilihan rektor yang hampir selalu
ditunggangi kepentingan politik tertentu.
Keadaan ini
tentunya tidak boleh berlanjut. Wahai
para pemimpin negara, kecuali tuan-puan lupa pada amanah untuk memajukan
bangsa, kembalikanlah perguruan tinggi pada khitahnya, dan fasilitasilah
perguruan tinggi dalam melaksanakan misi sejatinya! Bangsa besar perlu ditopang
perguruan tinggi bermutu! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar