|
MOHAMMAD Tabrani, tokoh pemuda dan pelopor pers Indonesia,
mencipta nama Bahasa Indonesia (BI) dalam Kongres Pemuda I tanggal 2 Mei 1926.
Nama itu diterima dalam sidang pleno Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 (Kridalaksana 2011).
Bahasa Indonesia dalam kedudukan sebagai bahasa persatuan
dinyatakan melalui Soempah Pemoeda. Pada posisi itu, bahasa tersebut berarti
telah berumur 85 tahun. Bahasa Indonesia diterima oleh berbagai suku untuk
berinteraksi dan bekerja sama (berkomunikasi) intra-antarsuku di Indonesia.
Bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara/resmi, yang dituangkan
dalam UUD 1945.
Dalam kedudukan ini, Bahasa Indonesia telah berumur 68
tahun, dan digunakan antara lain dalam perundang-undangan dan pidato kenegaraan
(komunikasi resmi). Konstruksi kurikulum Bahasa Indonesia saat ini
menitikberatkan pada komunikasi. Pelajaran itu lebih cenderung pada
praktik-praktik komunikasi, siswa menyampaikan amanat dan mengirim berita,
serta siswa juga menerima amanat/berita.
Dengan kata lain, yakni pelajaran komunikasi. Adapun
Kemdikbud tak hanya merencanakan, lalu ìmelemparî ke sekolah tapi terus
mengawal konstruksi kurikulum (baru) itu, dengan perubahanperubahan kecil.
Kemdikbud tidak melakukan perubahan dasar atau kerangka berpikir. Hanya sekolah
mengembangkannya dalam konstruksi kurikulum, dan guru menjabarkan melalui
konstruksi kurikulum (mapel) secara operasional.
Inilah filosofi dan jiwa KTSP(Kurikulum 2006). Pada tataran
praktis, guru bertugas mengonstruksi kurikulum Bahasa Indonesia, melengkapinya
dengan perangkat berupa silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Konstruksi kurikulum itu mendasarkan prinsip kekomprehensifan (menyeluruh) dan
keholistikan (keutuhan).
Pelajaran Bahasa Indonesia mempunyai sedikitnya 3 kekomprehensifan.
Pertama; belajar Bahasa Indonesia diarahkan pada ragam resmi, berbeda dari
belajar sastra Indonesia yang diarahkan pada ragam sastra supaya siswa mampu
menggunakan ragam bahasa tersebut. Kedua; belajar Bahasa Indonesia mencakup
telaah kebahasaan supaya siswa memahami dan menerapkan secara tepat
karakteristik sistem bahasa tersebut.
Adapun belajar sastra Indonesia mencakup telaah karya
sastra agar siswa mampu memahami dan menerapkan karakteritik sastra dalam
mencipta karya sastra. Ketiga; belajar berbahasa Indonesia atau berkegiatan
berbahasa Indonesia bertujuan supaya siswa lancar berbahasa, misal dalam
berbicara (menceritakan peristiwa) dan menulis (membuat makalah atau artikel
populer).
Adapun belajar bersastra Indonesia dengan melakukan kegiatan-kegiatan
mencipta karya sastra supaya siswa mampu mencipta karya sastra. Pelajaran
Bahasa Indonesia juga mempunyai minimal 2 keholistikan. Pertama; karakteristik
dan sistem kebahasaan tersebut yang dimiliki siswa menjadi kecakapan mental
yang akan mengalir secara intuitif.
Hal itu terjadi ketika siswa berberbahasa Indonesia atau
berkegiatan berbahasa Indonesia, serta mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis. Kedua, karakteristik karya sastra yang dimiliki siswa menjadi
kecakapan mental yang akan mengalir secara intuitif ketika siswa mencipta karya
sastra.
Kompetensi
Berbahasa
Dengan peran fasilitator, guru mengajarkan kebahasaan
melalui cara siswa belajar menelaah bahasa tersebut. Telaah kebahasaan dimulai
dari wacana, dilanjutkan penelaahan bagian-bagian wacana paragraf, kalimat, dan
kata.
Kompetensi intinya memahami karakteristik sistem bahasa.
Kompetensi itu dicapai atau dimiliki siswa lewat proses belajar mengajar secara
induktif. Kegiatan kebahasaan ini mendukung kelancaran berbahasa Indonesia.
Kompetensi kebahasaan itu dilanjutkan dengan pencapaian kompetensi berbahasa.
Guru mengajarkan dengan melakukan praktik-praktik berbahasa. Kompetensi intinya
mahir berbahasa.
Adapun kompetensi dasarnya adalah membentuk wacana dan
bagianbagiannya, yaitu paragraf, kalimat, dan kata. Mengenai kesastraan, guru
mengajarkan siswa untuk menelaah karya sastra. Kompetensi intinya memahami
unsur pembangun sastra dan nilai-nilai kehidupan dalam sastra. Kompetensi
dasarnya adalah menganalisis unsur pembangun dongeng, cerpen, novelet, novel,
pantun, puisi dan sebagainya.
Selain itu, menentukan karaktersitik dongeng, cerpen,
novel, novelet, pantun, puisi, dan lain-lain. Siswa mencapai kompetensi itu
lewat proses belajar mengajar secara induktif. Tujuannya, siswa memahami
karakteristik sastra Indonesia dan siswa mampu menerapkan karakteristik
tersebut ke dalam kegiatan bersastra Indonesia.
Kompetensi itu juga menjadi kecakapan mental yang akan
mengalir secara intuitif sewaktu siswa mencipta karya sastra. Rangka berpikir (paradigma)
kajian bahasa dan sastra, kegiatan berbahasa Indonesia dan bersastra Indonesia
akan memberikan dasar menentukan standar bahan kajian yang dikonstruksi dalam
kurikulum pelajaran tersebut.
Selain itu, memberikan metodologi belajar aktif (active learning) pelajaran Bahasa
Indonesia. Namun kegiatan belajar berbahasa Indonesia harus mempertimbangkan
tingkatan sekolah (SMP atau SMA), minat, dan kecakapan awal peserta didik. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar