|
Presiden SBY, Senin (21/10/2013), meluncurkan ”Gerakan Sadar Memiliki Jaminan Kesehatan”.
Sejumlah 140 direktur utama BUMN telah berkomitmen
mengikutsertakan karyawannya ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan. Dengan demikian, ketika BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada 1
Januari 2014, pesertanya sudah akan mencapai lebih dari 100 juta. Menurut peta
jalan BPJS Kesehatan, pada 2019 seluruh penduduk Indonesia telah tercakup dalam
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Dengan gambaran seperti itu, momentum untuk
mengimplementasikan UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN
) akan terbuka lebar. Dimulai dengan penyelenggaraan program JKN pada 1 Januari
2014, secara bertahap seluruh penduduk Indonesia akan memperoleh jaminan sosial
lainnya: jaminan kecelakaan kerja (JKK ), jaminan hari tua (JHT), jaminan
pensiun (JP), dan jaminan kematian (JKM). Upaya mewujudkan kesejahteraan yang
berkeadilan sosial, dengan demikian akan semakin didekati.
Meskipun demikian, masih banyak pertanyaan: bagaimana semua
itu dapat terselenggara dengan sebaik-baiknya? Bagaimana cara memperoleh
pelayanan kesehatan? Jenis pelayanan kesehatan apa saja yang akan diperoleh?
Bagaimana pembiayaannya? Dapatkah berkelanjutan? Pertanyaan-pertanyaan seperti
inilah yang masih harus dijelaskan kepada masyarakat.
Konsep pengelolaan
Terselenggaranya jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat,
dibanyak negara—termasuk di negara-negara tetangga kita—sudah terlebih dahulu
diselenggarakan. Indonesia memang agak terlambat. Namun, keterlambatan itu
mungkin ada hikmahnya. Kita bisa belajar dari kekeliruan negara lain sehingga
kelangsungan jaminan kesehatan yang akan kita selenggarakan lebih terjamin
kelangsungan hidupnya: tidak tersendat-sendat, apalagi menimbulkan beban
ekonomi yang berat dan akhirnya bangkrut.
Pelajaran itu, antara lain, introduksi konsep yang
disebut managed healthcare dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan.
Konsep ini memungkinkan kualitas pelayanan dan pembiayaan kesehatan dapat
terselenggara seefisien mungkin, tidak boros, mencegah pemakaian yang
berlebihan (over utilization) atau pemberian pelayanan kesehatan yang tidak
perlu (unnecessary utilization),
bahkan kemungkinan penyalahgunaan (abuse
of care).
Untuk itu, perlu pemahaman, disiplin dan dukungan semua pihak
terkait, baik peserta maupun pemberi pelayanan kesehatan: kalangan dokter dan
rumah sakit. Begitu pentingnya introduksi managed healthcare itu, dalam UU No 20/2004 termaktub
prosedur-prosedur dan prinsip-prinsip yang perlu dilaksanakan.
Intinya, antara sistem pelayanan dan pembayaran
diintegrasikan. Sistem pelayanan diselenggarakan secara berjenjang sehingga
sesuai keahlian dan teknologi kedokteran yang diperlukan. Kebebasan peserta
untuk memperoleh pelayanan kesehatan ditertibkan melalui konsep dokter keluarga
dan rujukan. Pembayaran jasa pelayanan kesehatan diselenggarakan dengan
menghapus sistem fee for
services yang telah kita kenal selama ini, dengan memperkenalkan
pembayaran sistem kapitasi, paket, pradana, atau prospective payment system.
Demikian juga obat-obatan, yang selama ini merupakan porsi
yang besar di dalam pembiayaan kesehatan, perlu dilakukan kontrol khasiat dan
harganya. Diberlakukan semacam daftar standar dan plafon harga obat sehingga
penggunaan obat rasional, tidak berlebih dan tidak kurang. Dengan konsep pengelolaan
semacam ini pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai kebutuhan medik pasien,
bukan keinginan perorangan. Dengan efisiensi seperti itu, biaya pelayanan
kesehatan dapat terselenggara secara optimal, tidak boros sebagaimana dalam
sistem fee for services yang
ada selama ini.
Semua itu diselenggarakan di dalam mekanisme ekonomi pasar
yang dewasa ini telah merebak, termasuk dalam industri kesehatan. BPJS
Kesehatan nanti, dengan jumlah peserta yang demikian besar, secara ekonomi akan
menguasai pasar pelayanan kesehatan sehingga posisi tawarnya meningkat. Wajar
kalau BPJS memperoleh harga khusus, baik dari industri farmasi maupun pemberi
pelayanan kesehatan lainnya, para dokter dan rumah sakit. BPJS, dengan
demikian, akan memperoleh peluang besar untuk memberikan pelayanan kesehatan
sesuai kebutuhan medik, dalam jangkauan kemampuan ekonomi pesertanya.
Asuransi sosial
Pemahaman lain terkait pembiayaan kesehatan dalam BPJS adalah
introduksi mekanisme asuransi sosial dalam pembiayaan pelayanan kesehatan.
Dengan mekanisme asuransi sosial, premi atau iuran JKN tidak
berdasar besarnya risiko sakit seseorang, sebagaimana asuransi kesehatan
komersial. Sakit atau tidak sakit, peserta memberikan iuran/premi sebesar
persentase gajinya, selain kelompok penerima bantuan iuran (PBI) yang iurannya
dibayar oleh pemerintah atau kelompok nonformal. Bagi kelompok formal, iuran
dibebankan kepada pekerja dan pemberi kerja, termasuk pemerintah sebagai
pemberi kerja pegawai negeri sipil (PNS), sesuai proporsional gaji yang
ditetapkan dalam peraturan yang akan diberlakukan.
Dengan mekanisme asuransi sosial, sifat kegotongroyongan
lebih lengkap. Tak hanya yang sehat membantu yang sakit, juga antara yang muda
dan tua, yang berisiko tinggi dan rendah, dan antara yang kaya dan miskin.
Dengan besarnya cakupan kepesertaan, sesuai prinsip asuransi,
manfaat akan semakin besar. Sebaliknya, iuran/premi semakin mengecil. Semua
akan memperoleh manfaat pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medik, termasuk
pelayanan canggih dan biaya tinggi, misalnya operasi jantung, cuci darah, dan
kanker. Tetapi, sesuai prinsip asuransi, besaran iuran/premi secara nominal
juga harus dapat diwujudkan dalam manfaat pelayanan nonmedik. Misalnya,
pelayanan rumah sakit di kelas II, kelas I sebagaimana telah berjalan terhadap
pelayanan yang diberikan kepada PNS/PP oleh PT (Persero) Askes Indonesia.
Dengan gambaran di atas, apabila berjalan sebagaimana
diharapkan, akan terjadi perubahan besar dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan di Indonesia. Bahkan dapat dikatakan sebagai ”revolusi” di bidang
penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Kualitas dan biaya kesehatan akan dapat terkontrol sehingga
berbagai keluhan pelayanan kesehatan yang selama ini sering terdengar akan
dapat ditekan serendah mungkin. Secara bertahap, wujud kesejahteraan yang
berkeadilan sosial dapat didekati, setidaknya dalam memperoleh pelayanan
kesehatan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar