Perubahan
Mendasar Perbankan Syariah
Adiwarman A Karim ; Peneliti di Center for Indonesian
Political Studies
(CIPS) Yogyakarta
|
REPUBLIKA,
21 Januari 2013
Tahun 2013 akan menjadi tahun awal
perubahan mendasar perbankan syariah di dunia. Perbankan syariah yang
berorientasi pada investment banking
(di Indonesia disebut perusahaan sekuritas) masih akan lesu, sedangkan perbankan
syariah yang berorientasi pada commercial
banking (di Indonesia disebut bank) akan semakin diminati.
Bila sebelumnya perbankan syariah
banyak berkiblat ke negara-negara Teluk dan Malaysia, di mana kegiatan Islamic investment banking banyak dilakukan,
maka 2013 akan menjadi awal pergeseran kiblat dunia ke negara-negara tempat
kegiatan Islamic commercial banking
banyak dilakukan. Indonesia merupakan negara
terdepan dalam kelompok ini yang akan diikuti oleh negara-negara Afrika dan
negara-negara OKI eks Rusia.
Perubahan politik di negara-negara Arab berpopulasi besar
juga akan meramaikan perkembangan perbankan syariah di kelompok ini.
Investment banking yang ditandai dengan
penerbitan sukuk, commodity murabahah,
tawaruk korporasi, dan unrestricted wakalah antar-bank akan
mengalami perlam- batan sejalan dengan perlambatan yang terjadi di investment banking yang konvensional.
Melambatnya pertumbuhan aset Islamic investment
banking akan langsung berdampak pada melambatnya pertumbuhan aset
perbankan syariah secara global karena sampai saat ini aset perbankan syariah
dunia masih didominasi oleh kelompok ini. Pertumbuhan aset perbankan syariah
kelompok commercial banking tidak
dapat menggantikan perlambatan ini.
Pada awalnya, negara-negara Teluk menjadi negara terbesar
yang menerbitkan sukuk. Dalam masa yang singkat, Malaysia telah mengambil
alih posisi itu menjadi negara terbesar penerbit sukuk. Skala ekonomi
Malaysia yang lebih besar daripada negra-negara Teluk memungkinkan Malaysia
menerbitkan sukuk dalam jumlah yang lebih besar.
Dengan alasan yang sama pula, Indonesia dapat segera
menjadi negara penerbit sukuk terbesar di dunia menggeser posisi Malaysia,
bahkan pada 2013 ini. Skala ekonomi Indonesia yang jauh lebih besar daripada
Malaysia menjadikan Indonesia amat mudah menjadi penerbit sukuk terbesar.
Besarnya minat pasar terhadap surat utang negara menggambarkan besarnya
potensi penerbitan sukuk negara.
Bila ukuran keberhasilan suatu negara menjadi pusat
keuangan syariah dunia adalah besarnya aset syariah maka Indonesia dapat dengan
mudah menjadi negara dengan aset syariah terbesar hanya dengan mengandalkan
pada penerbitan sukuk negara. Tetapi, kita sadar betul bahwa keberhasilan
yang sesungguhnya bukanlah dengan menjadi negara penerbit sukuk terbesar.
Keberhasilan sesungguhnya diukur dengan dua hal. Pertama,
keberhasilan nilai- nilai ekonomi syariah mewarnai perekonomian Indonesia
meskipun secara formal bukanlah ekonomi syariah. Atau, dalam istilah
Jalaluddin Rumi ibarat gula yang larut di air, tidak kelihatan tapi terasa
nyata keberadaannya. Kedua, keberhasilan lembaga keuangan syariah menjangkau
se luas-luasnya pasar domestik. Kondisi objektif pasar domestik inilah yang
mendorong Indonesia menjadi pemimpin industri perbankan syariah ritel.
Ada empat hal yang menegaskan posisi strategis Indonesia
sebagai pemimpin pasar. Pertama, Indonesia memiliki jumlah lembaga keuangan
syariah terbanyak di dunia; puluhan bank syariah, puluhan asuransi syariah,
ratusan BPRS, ribuan BMT. Kedua, Indonesia memiliki jumlah bankir syariah
terbanyak di dunia; tiga puluh ribu bankir syariah bersertifikat. Ketiga,
Indonesia memiliki Dewan Pengawas Syariah terbanyak di dunia; 250 ulama bersertifikat
keuangan syariah. Keempat, Indonesia memiliki jumlah nasabah syariah terbanyak
di dunia; 13,5 juta nasabah perbankan syariah dan 3,5 juta nasabah asuransi
syariah.
Pencapaian ini menjadi istimewa karena tiga hal. Pertama,
Indonesia bukanlah negara Islam. Kedua, Indonesia negara demokratis dengan
komunitas yang heterogen. Ketiga, pemerintah meng ambil peran Tut Wuri
Handayani dalam pengembangan keuangan syariah.
Perubahan mendasar perbankan syariah yang diawali pada 2013
ini akan ditandai dengan dua hal. Pertama, terjadinya konsolidasi besar industri
Islamic investment banking.
Beberapa bank investasi di luar negeri akan melakukan merger, penutupan atau
pembatasan operasional, dan melambatnya pertumbuhan aset. Kedua, terjadinya
pertumbuhan signifikan industri Islamic
retail banking. Pertumbuhan dalam industri ini di satu sisi akan meningkatkan
jumlah nasabah, tetapi di sisi lain akan meningkatkan biaya operasional
akibat penambahan jaringan layanan.
Dengan demikian, secara global kita mengantisipasi
terjadinya fenomena melambatnya pertumbuhan dan naiknya rasio biaya
operasional. Bila hal itu terjadi, kita tidak boleh terkecoh dengan analisis
yang menyimpulkan "gagalnya bank syariah atau pudarnya pamor bank
syariah". Yang sebenarnya terjadi adalah pergeseran dari Islamic investment banking ke Islamic retail banking.
Perubahan mendasar ini harus diantisipasi
dengan tepat, yaitu dengan menyadari perbedaan mendasar konsep Islamic investment banking dengan Islamic retail banking dalam hal
manajemen risiko, produk, dan target pasar yang dalam operasionalnya juga
memerlukan sumber daya manusia dengan kompetensi berbeda.
Konsolidasi industri Islamic
investment banking global akan berimplikasi pada pengurangan tenaga kerja
sehingga juga akan terjadi pergeseran sumber daya manusia dari Islamic investment banking ke Islamic retail banking. Hal ini akan
membawa ide-ide produk Islamic
investment banking ke dalam Islamic
retail banking. Di satu sisi, hal ini akan memperkaya keragaman produk Islamic retail banking. Di sisi lain,
diperlukan fatwa dan regulasi yang tepat untuk mengelola risiko produk-produk
baru, termasuk risiko reputasi.
Produk penghimpunan dana dengan akad wakalah mutlaqah bilujrah, produk pembiayaan dengan akad murabahah dua kaki merupakan contoh
masuknya ide Islamic investment banking
menjadi produk Islamic retail banking.
Peran Otoritas Jasa Keuangan yang menaungi
kedua industri ini diharapkan dapat mengantisipasi perubahan mendasar ini
sehingga menghindari terjadinya regulatory
arbitraged an regulatory loop hole.
Dewan Syariah Nasional pun harus segera meningkatkan kapasitas para pengawas
syariahnya dengan program sertifikasi yang mencakup kedua jenis industri Islamic banking ini.
Indonesia dan negara-negara berpopulasi Muslim
besar diperkirakan akan menjadi pemimpin dan kiblat baru industri keuangan
syariah dunia. Bismillah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar