Selasa, 22 Januari 2013

Perubahan Mendasar Perbankan Syariah


Perubahan Mendasar Perbankan Syariah
Adiwarman A Karim ;  Peneliti di Center for Indonesian Political Studies
(CIPS) Yogyakarta
REPUBLIKA, 21 Januari 2013

  
Tahun 2013 akan menjadi tahun awal perubahan mendasar perbankan syariah di dunia. Perbankan syariah yang berorientasi pada investment banking (di Indonesia disebut perusahaan sekuritas) masih akan lesu, sedangkan perbankan syariah yang berorientasi pada commercial banking (di Indonesia disebut bank) akan semakin diminati.

Bila sebelumnya perbankan syariah banyak berkiblat ke negara-negara Teluk dan Malaysia, di mana kegiatan Islamic investment banking banyak dilakukan, maka 2013 akan menjadi awal pergeseran kiblat dunia ke negara-negara tempat kegiatan Islamic commercial banking banyak dilakukan. Indonesia merupakan negara terdepan dalam kelompok ini yang akan diikuti oleh negara-negara Afrika dan negara-negara OKI eks Rusia.

Perubahan politik di negara-negara Arab berpopulasi besar juga akan meramaikan perkembangan perbankan syariah di kelompok ini.

Investment banking yang ditandai dengan penerbitan sukuk, commodity murabahah, tawaruk korporasi, dan unrestricted wakalah antar-bank akan mengalami perlam- batan sejalan dengan perlambatan yang terjadi di investment banking yang konvensional. Melambatnya pertumbuhan aset Islamic investment banking akan langsung berdampak pada melambatnya pertumbuhan aset perbankan syariah secara global karena sampai saat ini aset perbankan syariah dunia masih didominasi oleh kelompok ini. Pertumbuhan aset perbankan syariah kelompok commercial banking tidak dapat menggantikan perlambatan ini.

Pada awalnya, negara-negara Teluk menjadi negara terbesar yang menerbitkan sukuk. Dalam masa yang singkat, Malaysia telah mengambil alih posisi itu menjadi negara terbesar penerbit sukuk. Skala ekonomi Malaysia yang lebih besar daripada negra-negara Teluk memungkinkan Malaysia menerbitkan sukuk dalam jumlah yang lebih besar. 

Dengan alasan yang sama pula, Indonesia dapat segera menjadi negara penerbit sukuk terbesar di dunia menggeser posisi Malaysia, bahkan pada 2013 ini. Skala ekonomi Indonesia yang jauh lebih besar daripada Malaysia menjadikan Indonesia amat mudah menjadi penerbit sukuk terbesar. Besarnya minat pasar terhadap surat utang negara menggambarkan besarnya potensi penerbitan sukuk negara.

Bila ukuran keberhasilan suatu negara menjadi pusat keuangan syariah dunia adalah besarnya aset syariah maka Indonesia dapat dengan mudah menjadi negara dengan aset syariah terbesar hanya dengan mengandalkan pada penerbitan sukuk negara. Tetapi, kita sadar betul bahwa keberhasilan yang sesungguhnya bukanlah dengan menjadi negara penerbit sukuk terbesar.

Keberhasilan sesungguhnya diukur dengan dua hal. Pertama, keberhasilan nilai- nilai ekonomi syariah mewarnai perekonomian Indonesia meskipun secara formal bukanlah ekonomi syariah. Atau, dalam istilah Jalaluddin Rumi ibarat gula yang larut di air, tidak kelihatan tapi terasa nyata keberadaannya. Kedua, keberhasilan lembaga keuangan syariah menjangkau se luas-luasnya pasar domestik. Kondisi objektif pasar domestik inilah yang mendorong Indonesia menjadi pemimpin industri perbankan syariah ritel.

Ada empat hal yang menegaskan posisi strategis Indonesia sebagai pemimpin pasar. Pertama, Indonesia memiliki jumlah lembaga keuangan syariah terbanyak di dunia; puluhan bank syariah, puluhan asuransi syariah, ratusan BPRS, ribuan BMT. Kedua, Indonesia memiliki jumlah bankir syariah terbanyak di dunia; tiga puluh ribu bankir syariah bersertifikat. Ketiga, Indonesia memiliki Dewan Pengawas Syariah terbanyak di dunia; 250 ulama bersertifikat keuangan syariah. Keempat, Indonesia memiliki jumlah nasabah syariah terbanyak di dunia; 13,5 juta nasabah perbankan syariah dan 3,5 juta nasabah asuransi syariah.

Pencapaian ini menjadi istimewa karena tiga hal. Pertama, Indonesia bukanlah negara Islam. Kedua, Indonesia negara demokratis dengan komunitas yang heterogen. Ketiga, pemerintah meng ambil peran Tut Wuri Handayani dalam pengembangan keuangan syariah. 

Perubahan mendasar perbankan syariah yang diawali pada 2013 ini akan ditandai dengan dua hal. Pertama, terjadinya konsolidasi besar industri Islamic investment banking. Beberapa bank investasi di luar negeri akan melakukan merger, penutupan atau pembatasan operasional, dan melambatnya pertumbuhan aset. Kedua, terjadinya pertumbuhan signifikan industri Islamic retail banking. Pertumbuhan dalam industri ini di satu sisi akan meningkatkan jumlah nasabah, tetapi di sisi lain akan meningkatkan biaya operasional akibat penambahan jaringan layanan.

Dengan demikian, secara global kita mengantisipasi terjadinya fenomena melambatnya pertumbuhan dan naiknya rasio biaya operasional. Bila hal itu terjadi, kita tidak boleh terkecoh dengan analisis yang menyimpulkan "gagalnya bank syariah atau pudarnya pamor bank syariah". Yang sebenarnya terjadi adalah pergeseran dari Islamic investment banking ke Islamic retail banking.

Perubahan mendasar ini harus diantisipasi dengan tepat, yaitu dengan menyadari perbedaan mendasar konsep Islamic investment banking dengan Islamic retail banking dalam hal manajemen risiko, produk, dan target pasar yang dalam operasionalnya juga memerlukan sumber daya manusia dengan kompetensi berbeda. 
Konsolidasi industri Islamic investment banking global akan berimplikasi pada pengurangan tenaga kerja sehingga juga akan terjadi pergeseran sumber daya manusia dari Islamic investment banking ke Islamic retail banking. Hal ini akan membawa ide-ide produk Islamic investment banking ke dalam Islamic retail banking. Di satu sisi, hal ini akan memperkaya keragaman produk Islamic retail banking. Di sisi lain, diperlukan fatwa dan regulasi yang tepat untuk mengelola risiko produk-produk baru, termasuk risiko reputasi.

Produk penghimpunan dana dengan akad wakalah mutlaqah bilujrah, produk pembiayaan dengan akad murabahah dua kaki merupakan contoh masuknya ide Islamic investment banking menjadi produk Islamic retail banking.

Peran Otoritas Jasa Keuangan yang menaungi kedua industri ini diharapkan dapat mengantisipasi perubahan mendasar ini sehingga menghindari terjadinya regulatory arbitraged an regulatory loop hole. Dewan Syariah Nasional pun harus segera meningkatkan kapasitas para pengawas syariahnya dengan program sertifikasi yang mencakup kedua jenis industri Islamic banking ini.

Indonesia dan negara-negara berpopulasi Muslim besar diperkirakan akan menjadi pemimpin dan kiblat baru industri keuangan syariah dunia. Bismillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar