|
KOMPAS,
30 Januari 2013
Banjir besar Jakarta,
Januari 2013, telah melampaui rekor berdasarkan sejarah banjir besar
sebelumnya yang menimbulkan bencana di ibu kota negara ini. Betapa besar
curah hujan saat itu, ketinggian paras muka air di kawasan Bendungan
Manggarai melampaui 1.000 sentimeter.
Banjir
besar pada tahun 1996 terjadi pada 9 Februari. Pusat curah hujan di Pasar
Minggu saat itu 350 milimeter. Kawasan Jabodetabek lainnya 100-200 milimeter.
Keesokan harinya, curah hujan terpusat di Citeko/Puncak sebesar 150
milimeter. Itulah dampak banjir besar yang pertama, yang hampir
menenggelamkan permukaan Jakarta, tetapi tak sampai ke bilangan
Thamrin-Sudirman.
Tahun
2002, banjir besar terjadi lagi. Curah hujan 50-150 milimeter terjadi hampir
tiap hari dari tanggal 1 sampai dengan 20 Februari. Banjir di Jakarta meluas,
tetapi volume air dan debitnya tidak sampai membuat paras muka air di
Bendungan Manggarai mendekati 1.000 cm. Pada banjir saat itu tercatat curah
hujan cukup besar dan menyeluruh, lebih dari 1.000 milimeter dan merambah
Bekasi, Depok, dan Tangerang.
Banjir
tahun 2007 terjadi sekitar awal Februari dengan curah hujan di kawasan
Jabodetabek 100-200 milimeter. Kejadian banjir itu lebih sempit dibandingkan
dengan tahun 1996 dan 2002.
Banjir
atau genangan air yang terjadi sekitar awal Februari 2012 juga lebih sempit
dibandingkan banjir 1996 dan 2002. Waktu itu didesas-desuskan banjir terjadi
dalam siklus lima tahunan. Gugurlah desas-desus itu dengan terjadinya banjir
besar pada 1996, 2002, 2007, dan 2013.
Curah
hujan yang terjadi di awal 2013 (Januari) mungkin berguna bagi kita melakukan
evaluasi menyeluruh untuk, misalnya, menetapkan tanggap darurat banjir di
Jakarta. Analisis berikut ini dilakukan berdasarkan data hasil pengamatan
curah hujan pada 15-20 Januari 2013 yang dilakukan stasiun penakar hujan
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Bandara
Soekarno-Hatta, Cengkareng; Kantor BMKG; Pelabuhan Tanjung Priok; dan
Citeko-Cisarua (Bogor) berdasarkan pengamatan pada pukul 19.00. Data tersebut
tersua di www.ogimet.org.
Curah
hujan lebat terjadi secara merata mulai 15 Januari di kawasan Jabodetabek
dengan kawasan Puncak menyumbang curah hujan yang cukup tinggi (131
milimeter) dan berlanjut pada 16 Januari (63 milimeter). Pada hari kedua itu,
menurut kriteria BMKG, kawasan Jakarta tergolong sedang.
Pada
hari ketiga, seluruh kawasan Jakarta diguyur hujan sangat lebat 130 milimeter
(Cengkareng), 238 milimeter (Kantor BMKG), 181 milimeter (Pelabuhan Tanjung
Priok), dan ini berlanjut hingga hari keempat 107 milimeter (Cengkareng), 37
milimeter (BMKG), 31 milimeter (Pelabuhan Tanjung Priok). Di Puncak, pada
hari ketiga tercatat 37 milimeter dan pada hari keempat 98 milimeter. Pada
hari kelima dan keenam berangsur-angsur curah hujan berkurang.
Jadi,
periode kritis kejadian hujan lebat hingga sangat lebat terjadi mulai 15
hingga 18 Januari 2013. Dibandingkan dengan kejadian curah hujan lebat
(tinggi) yang berdampak pada banjir (genangan) untuk kawasan Jabodetabek
tahun-tahun sebelumnya, kejadian pada tahun 2013 menunjukkan ”maju periode”.
Berdasarkan
catatan dan pengalaman penulis sebagai prakirawan cuaca sejak 1991 di kawasan
Jabodetabek, curah hujan tinggi/lebat yang berdampak pada lingkungan berupa
banjir umumnya terjadi dan berlangsung sekitar Februari (1996, 2002, 2007,
dan 2012). Mengapa terjadi pergeseran di tahun 2013?
Pergeseran
curah hujan ini
Lain
lagi anggapan para ahli cuaca dari Universitas Miami, Amerika Serikat.
Berdasarkan model gambar angin yang rinci, curah hujan yang tinggi pada
pertengahan Januari 2013 itu akibat dari penjalaran seruakan dingin atau
dorongan udara dari Laut China Selatan hingga mencapai bagian barat wilayah
Jawa Barat.
Dalam
istilah teknis dapat disebut bahwa dua jenis (massa) udara bertemu, udara
yang dingin dari belahan bumi utara (Laut China Selatan) dan udara dari belahan
bumi selatan, tepatnya dari Samudra India di barat daya Jawa Barat. Kondisi
ini dalam meteorologi disebut sebagai daerah konvergensi antar-tropis (DKAT).
Penulis,
berdasarkan pengalaman sebagai prakirawan cuaca di Indonesia sejak 1977,
berpendapat hingga kini pandangan tentang giatnya DKAT dapat diterima. Dari
berbagai pengalaman dan berdasarkan teori sirkulasi umum udara global,
kawasan tropis merupakan tempat pertemuan dua massa udara dari peredaran
udara Hadley. DKAT umumnya berada di wilayah Indonesia selatan khatulistiwa
dalam kurun Januari-Februari. DKAT umumnya memicu hujan lebat yang diikuti
dengan hadirnya puncak curah hujan di suatu kawasan.
Dari
tinjauan curah hujan dasarian kawasan Jabodetabek (1960-1990), variasi
kejadian puncak hujan umumnya berkisar mulai dasarian II Januari sampai
dengan dasarian III Januari untuk setiap tahun (dasarian I tanggal 1-10,
dasarian II 11-20, dan dasarian III 21-akhir bulan).
Curah
hujan lebat hingga sangat lebat pada pertengahan Januari 2013 itu telah
membingungkan kalangan ahli cuaca dunia. Namun, bila kita kaji jumlah curah
hujan terhitung dari Februari 2012 di Jakarta berdasarkan observasi yang
tersua di www.cpc.ncep.noaa.gov, hingga pertengahan Januari 2013 secara
kuantitas dan kualitas curah hujan di kawasan Jakarta masih defisit. Nilainya
kian mendekati normal. Atmosfer berupaya agar kuantitas hujan tahunan di
kawasan Jakarta 2.000 milimeter tercapai.
Di
akhir Desember 2012, defisit curah hujan masih berkisar 300 milimeter yang telah
diupayakan oleh atmosfer dengan giatnya DKAT lebih awal. Kini kita tunggu
kondisi defisit akan diupayakan terjadi pada sisa puncak curah hujan hingga
akhir Februari 2013.
Berdasarkan
pengalaman, hujan akan turun bersamaan dengan periode pasang maksimum, entah
saat bulan purnama entah saat bulan mati. Hujan tinggi pada pertengahan
Januari 2013 terjadi saat pasang maksimum Bulan mati. Mulai Senin, 21 Januari
hingga Senin, 28 Januari merupakan pasang naik bulan purnama. Bila terjadi
peningkatan curah hujan yang cukup tinggi dalam kurun itu, hal tersebut akan
menambah kuota curah hujan yang masih defisit. Bila tidak, curah hujan yang
cukup tinggi kemungkinan terjadi saat periode pasang maksimum bulan mati di
sekitar awal hingga pertengahan Februari 2013. Kita dapat mempersiapkan
kondisi alam yang masih utang curah hujan di akhir Januari atau awal Februari
2013. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar