|
SUARA
MERDEKA, 30 Januari 2013
"Nining Indra Saleh dan Siti Nurbaya
Bakar barangkali juga berharap durian runtuh dari Partai Nasdem"
ADAKAH yang genting dengan perpolitikan
negeri ini sehingga dua Srikandi Senayan turun gunung? Mereka adalah Sekjen
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nining Indra Saleh dan Sekjen Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) Siti Nurbaya Bakar. Keduanya sama-sama PNS eselon 1. Keduanya
juga bergabung dengan partai politik yang sama: Nasdem.
Nining lebih dulu menyampaikan niat
mengundurkan diri dari jabatan Sekjen DPR. Ia mengklaim mendapat dukungan
dari semua pimpinan DPR untuk menjadi calon anggota legislatif. Tapi ia masih
malu-malu menyebutkan nama parpol yang hendak dimasuki. Belakangan diketahui
parpol itu, setelah dia bersama Siti Nurbaya menghadiri kongres Partai Nasdem
di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Jumat (25/1). Nining
berdalih visi dan misi Nasdem sesuai dengan keinginannya.
Sebaliknya, Siti Nurbaya tidak malu-malu
menyatakan ingin bergabung dengan Nasdem. Ia telah menyurati Ketua DPD
Irman Gusman. Merujuk Pasal 3 PP Nomor 37 Tahun 2004 yang melarang PNS
menjadi anggota dan/ atau pengurus parpol, Nurbaya menyatakan memilih
mengundurkan diri.
Ibarat pendekar yang lama bertapa, Nining
dan Nurbaya terjun ke medan perang untuk menjajal kesaktian. Adakah yang
genting dengan Nasdem yang baru saja ditinggalkan Hary Tanoesoedibjo sehingga
panas adem, lalu dua Srikandi itu harus turun gunung? Kita tidak tahu pasti.
Yang kita tahu, keduanya bakal nyaleg pada Pemilu 2014, dan itu wajar karena
muara berpolitik adalah kekuasaan, baik di legislatif maupun eksekutif.
Bahkan bila Nasdem menang, siapa tahu keduanya bisa menjadi menteri, berbekal
pengalaman dalam birokrasi.
Kecenderungan
Korup
Akankah keduanya memberi warna bagi Nasdem
sehingga bisa dicontoh parpol lain dalam menciptakan birokrasi parpol yang
bersih dan efisien? Nanti dulu! Semasa menjadi Sekjen DPR, Nining banyak
diliputi kontroversi dalam penggunaan anggaran, termasuk renovasi ruang Badan
Anggaran (Banggar) yang mencapai Rp 20 miliar.
Nurbaya pun tidak begitu kinclong
prestasinya semasa menjabat Sekjen DPD dan Sekjen Kemen-dagri. Ketika di DPD,
sedikit banyak ia terlibat dalam usulan pembangunan kantor perwakilan DPD di
tiap provinsi yang beranggaran miliaran rupiah, namun publik menolak.
Apalagi, visi dan misi Nurbaya tentang kerakyatan relatif belum begitu dalam.
"Apa yang saya suka dari partai ini
adalah landasannya. Secara teori, kekuasaan itu memengaruhi pilihan rakyat.
Bagaimana cara memengaruhi rakyat, adalah dengan menghiburnya. Cara menghibur
adalah dengan kesenian dan uang," kata Nurbaya (detik.com, 26/01/13).
Uang? Jadi, apa yang dapat disumbangkan dua Srikandi itu bagi perpolitikan
kita, selain tendensi kekuasaan, meskipun itu sah-sah saja?
Di sisi lain, kursi DPR ternyata masih
cukup menggiurkan. Maklum, selain menerima gaji, anggota DPR juga mendapat
tunjangan ini itu yang lumayan besar. Maka jangankan buat ’’pengangguran’’,
bagi birokrat di puncak kekuasaan semacam Nining dan Nurbaya pun, kursi DPR
cukup menggiurkan. Padahal, hampir tiada hari tanpa hujatan kepada anggota
DPR, dan Nining ataupun Nurbaya paham hal itu karena tiap hari berkantor di
Senayan.
Akankah beralihnya para birokrat ke jalur
politik mampu memperbaiki karut-marut dunia politik yang kadang tanpa moral
dan etika, hanya ada semangat Machiavellian dan homo homini lupus? Nanti
dulu! Kita perlu berkaca dari Andi Alifian Mallarangeng. Semasa menjadi
pengamat, juga PNS, ia dikenal cukup kritis. Tapi giliran mendapat kue
kekuasaan, belum genap tiga tahun menjabat Menpora, Andi sudah tersandung
kasus korupsi.
Masuk akal bila kemudian ada yang sinis bahwa kritisnya sikap para pengamat karena mereka belum mendapat kesempatan masuk di dalam lingkaran kekuasaan. Begitu masuk, sami mawon. Mereka mempraktikkan apa yang oleh Lord Acton disebut power tends to corrupt, kekuasaan itu cenderung korup. Nining dan Nurbaya barangkali juga berharap durian runtuh dari Nasdem. Partai besutan Surya Paloh ini adalah satu-satunya parpol baru yang lolos verifikasi faktual KPU sebagai peserta Pemilu 2014.
Nasdem juga mendapat nomor urut 1. Nasdem
juga menyediakan anggaran Rp 5 miliar bagi tiap daerah pemilihan (dapil).
Maka masuk akal bila kemudian bukan hanya Nining dan Nurbaya yang masuk
Nasdem, melainkan juga politikus senior Golkar Enggartiasto Lukito dan
pengacara kondang OC Kaligis, justru pada saat yang lain eksodus. Akankah
Nasdem beruntung pada Pemilu 2014? Kita tunggu tanggal mainnya. Yang jelas, dua Srikandi Senayan sudah turun gunung. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar