|
KOMPAS,
29 Januari 2013
Karakteristik pemilih,
termasuk pemilih pemula (first-time
voter), merupakan salah satu faktor penting yang tidak dapat diabaikan
oleh parpol dalam meraih suara pada Pemilu 2014 mendatang.
Dalam UU Nomor 8 Tahun
2012 tentang Pemilu Legislatif dan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden, dalam Pasal 1 disebutkan, pemilih adalah warga
negara Indonesia yang telah genap berumur 17 tahun atau lebih, atau
sudah/pernah kawin. Dari hasil proyeksi penduduk umur tunggal oleh Lembaga
Demografi FEUI dengan menggunakan basis data Sensus Penduduk 2010 (BPS),
diperkirakan terdapat sekitar 22 juta pemilih yang akan memiliki hak pilih
untuk pertama kalinya dalam Pemilu 2014.
Jumlah tersebut didasarkan
pada asumsi bahwa pemilih pemula di 2014 akan berusia antara 17 dan 21 tahun.
Angka ini tentunya cukup besar, atau hampir 13 persen dari penduduk yang akan
memiliki hak pilih. Jumlah ini juga akan lebih besar jika kita mengasumsikan
bahwa pemilih pemula berusia antara 17 dan 23 tahun. Pada 2014 jumlah
kelompok umur tersebut diproyeksikan 30,2 juta orang atau 17 persen dari
proyeksi penduduk yang memiliki hak pilih. Sekadar perbandingan, angka
pemilih pemula ini lebih besar dibandingkan Pemilu 2004 (sekitar 27 juta),
tetapi lebih rendah dibandingkan Pemilu 2009 (sekitar 36 juta).
Siapa Saja Mereka?
Diperkirakan sekitar 54
persen pemilih pemula tinggal di perkotaan dan sisanya di pedesaan. Komposisi
jenis kelamin relatif seimbang, dengan pemilih pemula laki-laki sedikit lebih
banyak dibandingkan perempuan. Dengan mengasumsikan kondisi 2010 tak beda jauh
dengan 2014, diperkirakan sekitar 64 persen pemilih pemula tinggal dengan
orangtua. Artinya, sebagian besar mereka memiliki interaksi cukup intensif
dengan orangtuanya. Hampir 70 persen diperkirakan berstatus belum menikah.
Sebanyak 25 persen berstatus pelajar/mahasiswa, sedangkan 41 persen lainnya
pekerja.
Dalam demografi dikenal
istilah cohort analysis untuk menganalisis sekelompok penduduk yang
mengarungi hidup bersama-sama dalam suatu periode tertentu. Sekelompok
penduduk yang lahir dalam periode waktu berdekatan cenderung memiliki
perilaku dan cara pengambilan keputusan relatif mirip. Hal ini disebabkan
cara berpikir terhadap suatu masalah atau keadaan sangat dipengaruhi kondisi
lingkungan yang berlaku saat mereka tumbuh dan berkembang.
Jika diasumsikan pemilih
pemula di 2014 berusia 17-23 tahun, maka kelompok ini lahir antara 1991 dan
1997. Kelompok ini dibesarkan di ”alam” demokrasi, dalam keluarga kecil
(jumlah anak sedikit), dan berpendidikan relatif lebih baik dibandingkan
orangtuanya. Mereka juga sudah mengenal teknologi maju (melek komputer),
serta memperoleh banyak pengaruh dari televisi. Beberapa ahli demografi
menyebut generasi ini connected kids.
Dengan tingkat pendidikan
yang relatif baik serta akses informasi yang lebih mudah, pemilih pemula cenderung
paham perkembangan politik di Indonesia saat ini. Mereka juga secara cerdas
akan mampu menyikapi perkembangan politik yang ada serta mengambil keputusan
dengan rasional. Pada 2045 mendatang, ketika Indonesia merayakan 100 tahun
kemerdekaan, kelompok pemilih pemula ini akan berada dalam usia ”keemasan”.
Mereka akan berusia antara 48 dan 54 tahun. Sebagian dari mereka akan menjadi
pemimpin bangsa ini.
Apa yang Perlu Dilakukan?
Kita tentu berharap
pemilih pemula memiliki partisipasi tinggi dalam politik, khususnya pemilu.
KPU punya peran penting dalam sosialisasi pemilu kepada kelompok ini. Adapun
bagi parpol, masih tersedia waktu satu tahun lebih untuk memahami lebih baik
tentang karakteristik pemilih pemula.
Seiring terus bertambahnya
penduduk Indonesia secara cepat, pemilih pemula dihadapkan pada kenyataan
harus menghadapi persaingan lebih berat dibandingkan generasi sebelumnya.
Termasuk persaingan untuk memperoleh sekolah dengan kualitas baik, persaingan
kerja, dan sebagainya. Isu penciptaan lapangan kerja dan pendidikan menjadi
bahasan penting bagi kelompok pemilih pemula. Program pembangunan yang
terkait dengan kepemudaan dan kesetaraan jender juga jadi topik yang akan
diminati pemilih pemula.
Para calon anggota
legislatif sebagai representasi dari pemilih tentunya harus memerhatikan
isu-isu yang terkait kepentingan pemilih pemula. Hal yang sama berlaku bagi
para kandidat presiden mendatang. Akses informasi dan komunikasi yang lebih
baik saat ini akan digunakan para pemilih pemula untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya sebelum mengambil keputusan dalam memilih. Banyaknya isu
di berbagai media massa terkait penegakan hukum akan mendapat porsi perhatian
cukup besar dari mereka. Pemilih pemula juga cenderung independen dalam
menetapkan pilihan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar