|
MEDIA
INDONESIA, 29 Januari 2013
TIDAK dapat dimungkiri lagi intensitas
persaingan antarnegara yang semakin tinggi telah menjadi ciri utama dinamika
perekonomian global pada abad ke-21 ini. Eksistensi sebuah negara menjadi
sangat ditentukan kemampuan negara itu menciptakan basis-basis keunggulan
kompetitif secara berkelanjutan. Kemampuan sumber daya manusia serta kemajuan
inovasi dan teknologi pun menjadi kunci kesuksesan dalam peningkatan daya
saing suatu negara.
Menurunnya rangking Indonesia pada 2011
terutama disebabkan merosotnya kinerja sebagian besar pilar daya saing. Dari
berbagai pengukuran daya saing yang pernah dilakukan pada 2011, umumnya
posisi Indonesia relatif tertinggal oleh beberapa negara tetangga di kawasan
Asia Pasifik, yaitu WEF (GCI) rangking 46 dari 142 negara; WEF (capacity innovation) rangking 30 dari
138 negara; WEF (hightech export)
rangk ing 40 dari 138 negara; UNDP (human
development index) rangking 124 dari 187 negara; UNDP (technology achievement index) rangking
56 dari 67 negara; dan World Bank (doing
business) rangking 126 dari 183 negara.
Dari 12 pilar daya saing yang dijadikan ukuran
World Economic Forum (WEF), Indonesia mengalami penurunan
pada delapan pilar, yakni pilar institusi (dari urutan ke-61 pada 2010
menjadi rangking ke-71 pada 2011), pilar kesehatan dan pendidikan dasar (dari
62 ke 64), pilar pendidikan tinggi dan pelatihan (dari 66 ke 69), pilar
efisiensi pasar barang (dari 49 ke 67), pilar efisiensi pasar tenaga kerja
(dari 84 ke 94), pilar kecanggihan pasar keuangan (dari 62 ke 69), pilar
kesiapan teknologi (dari 91 ke 94), dan pilar kecanggihan bisnis (dari 37 ke
45). Sementara itu, dua pilar menggoreskan peningkatan posisi, yaitu pilar
infrastruktur dari 82 ke 76 dan pilar stabilitas ekonomi makro dari 35 ke 23.
Dua pilar lainnya tidak mengalami perubahan rangking, dengan pilar ukuran
pasar masih berada pada urutan ke-15 dan pilar inovasi tetap pada posisi
ke-36.
Dengan posisi seperti itu, World Economic Forum memasukkan
Indonesia ke kategori efficiency-driven economy bersama 28 negara
lainnya, di antaranya China, Malaysia, dan Thailand. Jika dibandingkan dengan
2008, Indonesia telah mengalami transformasi tahapan pembangunan dari semula factor-driven economy menjadi economy in transition from factor-driven
economy to effi ciency-driven economy pada 2009 dan 2010.
Selanjutnya pada 2011, tahapan pembangunan Indonesia
bertransformasi lagi
menjadi efficiency-driven economy.
Dengan memperhatikan kecenderungan
transformasi tersebut, peluang untuk mencapai tahapan innovation-driven economy dalam beberapa tahun ke depan masih
sangat terbuka, sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan kemudian dipertegas melalui Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Pada 2025 tahapan pembangunan Indonesia
direncanakan sudah berada pada kategori innovation-driven
economy. Untuk mencapai tahapan innovation-driven
economy, Indonesia harus terus memperkuat pilar kecanggihan bisnis dan
pilar inovasi. Dengan lain perkataan, Indonesia membutuhkan kebijakan
peningkatan daya saing nasional melalui penguatan sistem inovasi.
Sistem Inovasi
Untuk meningkatkan kembali daya saing
Indonesia di ranah internasional, kebijakan penguatan sistem inovasi dapat
menjadi jawabannya. Sistem inovasi pada dasarnya merupakan sistem (suatu
kesatuan) yang terdiri dari sehimpunan aktor, kelembagaan, jaringan,
kemitraan, hubungan interaksi, dan proses produktif yang memengaruhi arah
perkembangan dan kecepatan inovasi dan difusinya (termasuk teknologi dan
praktik baik/terbaik) serta proses pembelajaran.
Sistem inovasi sebenarnya mencakup basis ilmu
pengetahuan dan teknologi, basis produksi, dan pemanfaatan dan difusinya
dalam masyarakat serta proses pembelajaran yang berkembang.
Kebijakan penguatan sistem inovasi merupakan
wahana utama untuk meningkatkan daya saing dan kohesi sosial dalam mewujudkan
masyarakat yang sejahtera, adil, maju mandiri, dan beradab berbasis innovation-driven economy sebagaimana
diamanatkan dalam RPJPN 2005-2025. Untuk mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, adil, maju mandiri, dan beradab berbasis innovation-driven economy pada 2025, ada enam agenda penguatan
sistem inovasi.
Pertama, mengembangkan kerangka umum yang
kondusif bagi inovasi dan bisnis. Agenda itu pada intinya berkaitan dengan
tujuan menciptakan iklim pada tataran nasional ataupun daerah yang kondusif,
khusus nya bagi bisnis, dan perkembangan sistem inovasi pada umumnya.
Kedua, memperkuat kelembagaan dan daya dukung
iptek/ litbang serta mengembangkan kemampuan absorpsi industri khususnya UKM.
Ketiga, menumbuhkembangkan kolaborasi bagi
inovasi dan meningkatkan difusi inovasi, praktik baik/terbaik dan/atau hasil
litbang. Tujuan utamanya ialah mendorong interaksi produktif multipihak yang
saling menguntungkan bagi perkembangan inovasi dan difusinya, penyebarluasan
praktik baik dan hasil-hasil litbang yang sesuai dengan potensi terbaik
nasional/daerah. Dampak inovasi atau pengetahuan/ teknologi secara signifikan
atas kemajuan ekonomi suatu daerah, misalnya, sebenarnya akan ditentukan
seberapa cepat dan luas difusinya dapat didorong di daerah yang bersangkutan.
Keempat, mendorong budaya inovasi. Tujuan
agenda itu ialah membangun landasan budaya kreatif-inovatif dan
kewirausahaan, menumbuhkembangkan perusahaan-perusahaan baru (pemula) yang
inovatif, serta memperkuat kohesi sosial.
Kelima, menumbuhkembangkan dan memperkuat
keterpaduan pemajuan sistem inovasi dan klaster industri daerah dan nasional.
Tujuan utamanya ialah mendorong investasi dan aktivitas dalam sistem inovasi
sejalan, saling melengkapi dan memperkuat dengan penguatan rantai nilai dalam
jaringan ataupun klaster industri di Indonesia.
Keenam, penyelarasan dengan perkembangan
global. Tujuan utama upaya tersebut ialah meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan kesiapan penentu kebijakan ataupun para pemangku
kepentingan di tingkat nasional dan daerah agar semakin dapat memahami dan
menguasai perkembangan global untuk dimanfaatkan bagi kepentingan nasional
dan daerah.
Kemampuan nasional dan daerah untuk menghadapi
dinamika perkembangan global akan semakin menentukan posisi negara dan daerah
yang bersangkutan secara nasional dan di arena pergaulan internasional.
Keenam agenda pokok tersebut dipandang sangat
strategis dalam upaya mempersiapkan masyarakat memasuki era ekonomi
pengetahuan (knowledge economy) dan
masyarakat pengetahuan (knowledge
society). Untuk membangun masyarakat yang maju dan mandiri dalam tatanan
global di era ekonomi dan masyarakat berbasis pengetahuan, pengembangan
kualitas SDM, sistem inovasi yang kuat, sistem informasi dan komunikasi yang
efektif dan efisien, serta dukungan rezim kebijakan yang tepat merupakan
pilar yang amat dibutuhkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar