|
KOMPAS,
29 Januari 2013
Caleg
harus mempersiapkan antara Rp 600 juta sampai Rp 6 miliar untuk dapat menjadi
anggota DPR. Motivasinya bukan semata-mata memperjuangkan aspirasi rakyat,
tetapi lebih ekonomi! (Disertasi
Doktor Pramono Anung, Tajuk ”Kompas”, 25 Januari 2013).
Kapan persisnya Malaikat
El-Maut (Angel of Death) menjemput kematian politik akal sehat, hal itu tidak
diketahui persis. Namun, ia tidak berumur panjang, mati dalam usia yang
sangat muda. Dilahirkan pada akhir tahun 1990-an sebagai buah dari rajutan
cinta dan kerinduan terhadap tatanan kekuasaan yang menghargai serta
memuliakan martabat manusia: keadilan, kesetaraan, toleransi, pengakuan, dan
penghargaan terhadap heterogenitas serta nilai-nilai luhur lainnya.
Romantisisme cinta publik terhadap manajemen kekuasaan negara di awal
reformasi mungkin mirip sensasi dan fantasi romantisisme rakyat Athena
terhadap demokrasi, ratusan abad sebelum Masehi dalam buku Victoria Wohl, Love Among The Ruins (2002),
mengenai erotisme demokrasi di Athena klasik.
Kehadiran politik akal
sehat juga menghasilkan energi dahsyat yang mampu meluluhlantakkan tatanan
kekuasaan yang represif dan otoritarian. Namun, daya tahan tubuhnya merosot
secara drastis sejalan dengan semakin menumpuknya racun opium kekuasaan yang
bersarang di tubuhnya. Toksin yang memproduksi penyakit kanker ganas yang
disebut korupsi politik sudah menjalar ke seluruh sendi dan tulang sumsum
hampir di sekujur tubuh politik negara. Daya bunuh racun ganas itu juga
mematikan nurani dan integritas, menghancurkan kredibilitas, melumpuhkan
kompetensi, dan meluluhlantakkan nilai-nilai yang menjadi pilar politik akal
sehat.
Sementara itu, praktik
politik akal-akalan dan perilaku munafik yang menghamba uang semakin subur.
Akibatnya, demokrasi disulap menjadi mobokrasi, seremoni mengalahkan
substansi, citra menghapus fakta, sikap santun bersenyawa dengan perilaku durhaka,
kejujuran identik dengan kebodohan. Medan politik menjadi ladang pembantaian
oleh para petualang politik yang bermodal besar terhadap politisi bersih dan
idealis tetapi bermodal cupet.
Kutipan di atas, yang
diangkat dalam tajuk harian Kompas,
mengonfirmasi kematian politik akal sehat. Angka yang disebut tidak terlalu
berbeda dengan jumlah yang beredar di kalangan politisi bahwa ongkos menjadi
anggota DPR minimal Rp 5 miliar. Jumlah yang fantastis dan membikin merinding
bulu kuduk rakyat yang terengah-engah berjuang memenuhi kehidupan minimal
sehari-hari.
Hal itu membuktikan hasrat
politisi yang didominasi dan tunduk kepada kepentingan ekonomi bersedia
mengeluarkan biaya yang sangat tinggi demi kekuasaan, meskipun mereka tahu
total pendapatan selama lima tahun jauh lebih kecil daripada ongkos yang
dikeluarkan.
Perilaku sama dan sebangun
sudah akan terjadi pada 2013, karena pada tahun ini diperkirakan akan
diselenggarakan 160 pilkada, termasuk pilkada yang seharusnya dilakukan pada
2014. Karena itu, pilkada tahun ini diperkirakan tidak akan banyak manfaatnya
bagi masyarakat. Terlebih, selain masih didominasi politik uang, regulasi
pilkada, termasuk RUU yang sedang dibahas, belum dapat menjamin lahirnya
kepala daerah yang mempunyai komitmen mempergunakan kekuasaan untuk
kepentingan rakyat.
Kualitas yang berkaitan
dengan integritas dan kompetensi tidak cukup hanya diobati dengan rekayasa
elektoral melalui perubahan dari pilkada secara langsung diubah melalui DPRD.
Persoalannya jauh lebih mendasar, partai politik harus melakukan pendidikan
karakter bagi kader-kadernya yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan
tersebut.
Hal yang hampir dapat
dipastikan akan terjadi pula pada pemilu legislatif dan pemilihan presiden
yang secara maraton akan diselenggarakan pada 2014. Medan politik akan
benar-benar menjadi pasar modal. Pemilik modal akan menjadi ”tuan besar” dan
pemenang yang sesungguhnya karena merekalah yang akan banyak menentukan
kalah-menang dalam pertarungan politik tahun depan. Bahkan dikhawatirkan petualang
politik juga akan berusaha menggerogoti Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara serta memanfaatkan akses politik mereka untuk menguras kekayaan
negara.
Akibatnya, kematian
politik akal sehat sangat menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa dan
negara. Sayang, tidak banyak orang yang tahu sehingga yang meratapi dan
berduka juga tidak banyak. Namun, yang masih memberikan harapan adalah
pengalaman empiris yang menjadi dalil politik bahwa orang sekali mati akan
mati selamanya. Namun, perjuangan politik dapat mati berkali-kali dan akan
hidup kembali. Karena itu, orang-orang yang berniat baik tidak boleh berdiam
diri. Dalam kehidupan yang sarat dengan segala macam penyakit masyarakat,
bersenyap-senyap sendiri dan tidak peduli adalah kejahatan sosial.
Spirit dan roh yang
menebarkan kemuliaan masih banyak dan tersebar di berbagai kalangan,
cendekiawan, kelompok profesional, bahkan di kalangan politisi dan birokrat
serta berbagai organisasi masyarakat. Mereka yang gigih dan tak pernah lelah
melakukan perlawanan terhadap kebatilan. Kekuatan magis inilah yang akan
menghidupkan kembali politik yang bernalar dan mulia. Agenda yang sangat
penting adalah mengawasi perekrutan politik serta mempersiapkan gagasan besar
untuk menata kekuasaan yang lebih beradab pasca-Pemilu 2014. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar