Selasa, 08 Januari 2013

Mengatasi Ketertinggalan


Mengatasi Ketertinggalan
Djoko Santoso ;  Dirjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud,
PjS Rektor UI, Mantan Rektor ITB
SINDO,  08 Januari 2013



Negara Kesatuan Republik Indonesia diatur menurut konstitusi UUD 1945.UUD ini dibuat para pendiri dan penerus bangsa ini dengan cermat dan luhur. Dalam Pasal 5 disebutkan bahwa pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. 

Konsekuensi dari amanat ini sudah menjadi kewajaran bahwa pemerintah harus mendirikan dan mendukung institusi yang berkaitan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu institusi penting yang telah didirikan dan didukung oleh pemerintah untuk berkembang ialah perguruan tinggi. Pertanyaan kita menjadi, sudahkan institusi perguruan tinggi melaksanakan tugasnya dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi? 

Jika kita mengacu kepada pustaka, menurut National Science Foundation (2007) dalam artikel Commercializing University Innovations: A Better Way (NSF Report 07-317; RE Litan, et al, 2007) dikatakan bahwa perguruan tinggi merupakan sumber yang penting bagi penelitian dan pengembangan (litbang). Mengapa? Karena lebih dari 50% dari penelitian dasar yang menghasilkan terobosan pemikiran yang kemudian memungkinkan tumbuhnya industri baru dilakukan di perguruan tinggi. 

Bahkan, dikatakan perguruan tinggi memiliki misi yang luas dalam menerjemahkan hasil litbang menjadi produk maupun usaha baru. Berikutnya, dicatat bahwa 15% penelitian terapan dilaksanakan melalui inovasi yang dimulai di perguruan tinggi, lalu diserap menjadi bisnis melalui paten, “start-up”, dan pengaturan konsultansi antara dosen dan industri. Jelas sekali bahwa perguruan tinggi sangat berperan dalam litbang. 

Komponen utama dari perguruan tinggi ialah dosen dan mahasiswa. Merekalah yang sewajarnya berperan dalam litbang. Perundangan kita (UU Guru dan Dosen) dengan tegas menyatakan bahwa dosen memiliki tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 

Kita garis bawahi tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang tentu dilaksanakan melalui penelitian. Hasilnya? Tentu saja diwujudkan dalam berbagai publikasi ilmiah. Seberapa jauhkah hasil-hasil karya publikasi ilmiah kita? Kita dapat mengambil rujukan dari penerbit jurnal ilmiah terkemuka Elsevier. 

Penerbit ini mengumpulkan berbagai jurnal terkemuka di seluruh dunia dengan kriteria yang berlaku secara akademik yang terdiri atas total 19.804 publikasi internasional yang dinilai oleh pakar (peer reviewed), di mana 18.819 dalam bentuk jurnal internasional dan sisanya dalam publikasi internasional lain. Jurnal dari Indonesia yang terdaftar di sana sangat sedikit,yaitu 12 buah, dan 2 di antaranya ternyata tidak aktif.

Kita dapat membandingkan dengan tetangga kita, yaitu Singapura (14), Malaysia (46), Thailand (26) dan Filipina (12). Sementara itu, jumlah karya ilmiah kita jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita juga belum bagus. Urutan 6 negara di wilayah ASEAN tahun 1996-2010 adalah sebagai berikut: Singapura 126.881, Malaysia 75.530,Thailand 69.637, Indonesia 16.139, Vietnam 13.172, Filipina 11.326 (Scimagojr, 2011). 

Jika dilihat kontribusi institusi 3 institusi unggulan penelitian kita: ITB 2.554, UI 2.289, UGM 1.369, sebagai bandingan di Malaysia, UM 18.914, USM 14.953 (Scopus, Januari 2013). Data Scimagojr tahun 1996-2010 menunjukkan bahwa jumlah karya ilmiah per satu juta penduduk Indonesia sangat rendah yaitu hanya 54, jauh di bawah rata-rata negara berkembang 813 dan dunia 3221. Data saat ini produktivitas rata-rata setiap dosen kita ialah ITB 0,40, UI 0,06, UGM 0,06. Sebagai pembanding di Malaysia UM 1,0, USM 1,6. 

Mengantisipasi ketertinggalan kita ini dan tekad kita untuk melaksanakan amanat UUD 1945, Dirjen Dikti pada Kemdikbud RI mengeluarkan Surat Edaran Nomor 152/E/T/2012. Tahun 2013 ini sudah waktunya bagi kita untuk berani melakukan evaluasi.

Semangat kita untuk memenuhi amanah UUD 1945 ini juga tecermin dengan terbitnya UU Nomor 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi yang memperkuat standar penelitian bagi perguruan tinggi serta meneguhkan Kerangka Kualifikasi Indonesia (KKNI). KKNI memberikan diskriptor untuk setiap jenjang kualifikasi, misalnya Sarjana 6, Magister 8 dan Doktor 9. Jenjang 9 mendiskripsikan bahwa k ompetensi untuk level 9 antara lain memperoleh pengakuan secara nasional dan internasional. 

Pemahaman secara sederhana agar memperoleh pengakuan secara nasional dan internasional bagi mereka yang menempuh pendidikan doktor ialah memublikasikan karya ilmiahnya pada jurnal nasional dan internasional. Dengan melihat posisi Indonesia saat ini, semua program doktor harus diwajibkan memenuhi diskriptor KKNI. Jika kita bisa melaksanakannya, potensi peningkatan karya maupun inovasi kita sangat besar.

Mengapa? Jumlah mahasiswa program doktor kita yang lulus dengan acuan Tahun Akademik 2009/2010 berjumlah 1.765. Seandainya ini sesuai KKNI (menulis karya ilmiah internasional), kita menghasilkan karya tambahan 1.765.Artinya, setiap tahun sewajarnya minimal ada tambahan karya ilmiah sama dengan jumlah mereka yang lulus doktor. Belum lagi ditambah dengan karya-karya lain dari para dosen, jenjang magister, maupun sarjana serta institusi penelitian lain. 

Bukankah potensi kita menjanjikan? Masalahnya sekarang bagaimanakah kita meningkatkan kualifikasi program doktor kita agar dapat memenuhi diskriptor KKNI. Program doktor sangat penting, karena hanya yang berpendidikan doktor dapat mendidik doktor maupun jenjang akademik yang lebih rendah maupun menduduki jabatan akademik profesor yang memiliki kewenangan dan kompetensi untuk mendidik semua jenjang akademik. 

Kunci kualitas program pendidikan tinggi kita ada pada kualitas program doktor dari para dosennya. Memang benar bahwa kualitas pendidikan tinggi kita juga tidak terlepas dari kualitas pendidikan sebelumnya, yaitu pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Karena itu, pemerintah telah merancang kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum tersebut dirancang sebagai kurikulum berpikir (Rhenald Kasali). 

Peserta didik pada jenjang tersebut dirancang agar memiliki kemampuan mulai melakukan pengamatan, mencatat, menganalisis, hingga melaporkan/ mempresentasikan. Jika proses pembelajaran ini dapat dilaksanakan dengan baik niscaya kita akan memiliki bahan dasar yang kokoh untuk pendidikan selanjutnya mulai dari jenjang diploma satu hingga doktor. 

Sebagai penutup, kita harus bertekad memperbaiki mutu program doktor. Semua lulusan doktor harus memiliki pengakuan internasional melalui karya ilmiah internasional. Hanya dengan doktor bermutu kita akan memperoleh profesor bermutu, magister bermutu, sarjana bermutu, dan negara yang bermutu dan berwibawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar