Indonesia Baru
Ahmad Ubaidillah ; Mahasiswa pada Program Magister
Studi Islam UII Yogyakarta |
SUARA
KARYA, 08 Januari 2013
Pesta perayaan
pergantian tahun telah berakhir. Masyarakat dunia kini sedang memasuki tahun
baru 2013. Pergantian tahun seyogyanya tidak hanya dipahami bergantinya angka
nominal dari 2012 ke 2013. Namun, lebih dari itu, tahun baru ini harus
dimaknai sebagai masa transisi penting dari Indonesia yang kurang baik atau
mungkin buruk, menuju Indonesia baru yang lebih baik.
Bagi bangsa Indonesia,
tahun baru harus menghadirkan manusia-manusia dengan kobaran semangat baru
yang mampu merubah segala aspek tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara
yang kian amburadul. Artinya, seluruh anak bangsa harus bersiap mengakhiri
ketimpangan ekonomi, menghentikan keremeh-temehan politik, menyudahi
ketidakadilan hukum, menamatkan kekerasan sosial, dan segala persoalan bangsa
lainnya.
Di tengah
carut-marutnya kondisi bangsa dan negara dengan beragam persoalan, momentum
tahun baru perlu dijadikan saat di mana kondisi ekonomi, politik, hukum,
sosial, dan seterusnya bergerak menuju kondisi terbaik yang pada akhirnya
membentuk peradaban bangsa yang unggul.
Dalam bidang ekonomi,
inilah saat yang tepat untuk mengoptimalkan peran pemerintah meningkatkan
ekonomi rakyat kecil. Kebijakan-kebijakan strategis ekonomi yang diambil
pemerintah harus berpihak kepada rakyat dan tidak boleh tersandera oleh
kepentingan-kepentingan kelompok kapitalis atau pemilik modal besar yang
hanya menguntungkan mereka dan menyengsarakan masyarakat kecil.
Sementara itu, kita
masih menyaksikan paket kebijakan yang diperuntukkan bagi kepentingan rakyat
masih sangat minim. Kesejahteraan rakyat "dianaktirikan". Jaminan sosial
bagi rakyat terbengkalai. Pemerintah hanya mengandalkan besaran pertumbuhan
ekonomi, yang kalau dikaji secara mendalam, tidak begitu banyak
"menolong" ekonomi riil masyarakat. Ini dikarenakan melejitnya
angka pertumbuhan ekonomi sebagian besar disumbang oleh kelompok orang yang
"amat kaya raya sekali" yang tidak memperdulikan pemerataan
pendapatan.
Akibatnya, angka
kemiskinan dan pengangguran masih belum berkurang secara signifikan. Kualitas
hidup rakyat pun menjadi rendah. Kasus tentang konflik atas nama ketidakdilan
ekonomi antara perusahaan-perusahaan besar (misalnya pertambangan minyak) dan
masyarakat setempat yang menyebabkan korban jiwa dan luka-luka, adalah salah
satu contoh betapa ketidakadilan ekonomi masih menghiasi perjalanan bangsa
ini.
Dalam percaturan
politik, tahun 2013 sudah seharusnya dijadikan batu loncatan menghentikan
banalitas politik. Adalah kewajiban bagi para politikus untuk menghasilkan
politik yang sehat dan berkualitas tinggi. Kehidupan politik yang hanya
dikuasai kepentingan elite politik tertentu, baik atas nama kepentingan diri
maupun kelompok (partai) demi uang dan kekuasa an, harus secepatnya diakhiri.
Merupakan keharusan bagi partai-partai politik untuk mengoptimalkan
partisipasi publik sebagai pemilik kekuaasaa tertinggi di negeri ini dalam
proses politik. Politik harus benar-benar dijadikan alat untuk
mensejahterahkan rakyat. Anggapan Plato dan Aristoteles bahwa politik sebagai
usaha untuk mencapai masyarakat politik yang terbaik harus bergegas
diwujudkan.
Hadirnya demokrasi
subtansial (keadilan, kesejahte-raan, dan sebagainya), bukan sekadar
prosedural (perayaan pilpres, pemilukada), sebagai buah dari politik
berkualitas tinggi sekaligus harapan utama rakyat harus menjadi agenda yang
tidak boleh dilupakan dalam memasuki tahun 2013 ini. Di sini kerja keras
pilar-pilar utama demokrasi (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) untuk
menghasilkan kualitas demokrasi yang tinggi, sangat diperlukan. Sementara
yang kita saksikan belakangan ini, pilar-pilar utama demokrasi semakin mencederai
nilai-nilai demokrasi itu sendiri dengan melakukan korupsi.
Belum tercapainya
harapan publik terhadap penegakan hukum pada tahun 2012 harus menjadi
perhatian utama para penegak hukum di negeri ini. Para penegak hukum wajib
hukumnya "memukul mundur" segala bentuk praktik korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN) yang masih menggerogoti tubuh bangsa dan para pemegang
kekuasaan di nusantara tercinta ini. Para penegak hukum harus benar-benar
menjadi pendekar hukum yang siap menghukum para pelanggar hukum tanpa pandang
bulu, terutama para penguasa korup.
Tekad menghapuskan
segala bentuk tindak kekerasan atas nama agama, suku, keyakinan, kelompok dan
sebagainya serta mau menumbuhkan sikap pluralisme di negeri plural ini sudah
seharusnya membumi ke dalam jiwa-jiwa masyarakat Indonesia yang baru.
Masyarakat umum harus menciptakan kehi-dupan yang aman dan damai di tengah
pluralitas bangsa. Kekayaan berupa keanekaragaman perlu dijaga dan dirawat
oleh kita semua.
Tontonan tindakan
pengrusakan rumah, kendaraan atau fasilitas umum merupakan tontonan yang
harus mendapatkan perhatian serius dari seorang manusia baru Indonesia.
Manusia baru Indonesia juga wajib menghentikan aksi penganiayaan, bahkan
pembunuhan sesama manusia seperti yang terjadi di dae-rah-daerah di Indonesia
belakangan ini. Baik rakyat umum maupun penguasa wajib menciptakan kedamaian
di tengah-tengah masyarakat.
Ini adalah sebagian
realitas kondisi bangsa Indonesia yang suram pada tahun 2012 yang butuh
komitmen, keseriusan, dan terobosan-terobosan baru dari jiwa-jiwa baru
segenap elemen bangsa menuju Indonesia baru 2013.
Seluruh komponen
bangsa (presiden, menteri, penegak hukum, wakil rakyat, akademisi, tokoh
agama, masyarakat umum dan sebagainya) yang tentunya dalam hal ini memiliki
tanggung jawab terhadap kebaikan bangsanya, perlu menyu-sun kekuatan besar,
konsep cerdas, gebrakan memukau, dan menghimpun energi sebanyak mungkin untuk
mewujudkan cita-cita dan harapan menjadi kenyataan. Yaitu, sebuah Indonesia
baru yang berperadaban tinggi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar