Selasa, 13 Maret 2012

Mengakselerasi Inisiatif Lokal

Mengakselerasi Inisiatif Lokal
Ririn Handayani, MAHASISWA PASCASARJANA ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SUMBER : SUARA KARYA, 12 Maret 2012



Sebagai negara yang majemuk, perubahan di Indonesia idealnya memang dimulai dari tingkat lokal. Banyak pakar pembangunan berpendapat bahwa komitmen global seperti MDGs tidak akan pernah bisa terwujud jika tidak ada kebijakan dan tindakan yang selaras di tingkat daerah dan komunitas (lokal). Dalam konteks pendekatan pembangunan yang bottom up, inisiatif lokal merupakan representasi partisipasi konkrit masyarakat dan pemerintah daerah terhadap proses pembangunan yang tengah berlangsung. 
Pendekatan ini menemukan momentumnya seiring dengan gelombang desentralisasi ke seantero penjuru dunia yang di Indonesia dikenal dengan otonomi daerah.

Meski menunjukkan perkembangan yang positif, inisiatif-inisiatif lokal di Indonesia relatif masih terlalu sedikit jika dibandingkan dengan jumlah daerah yang hampir mencapai 500 kabupaten dan kota. Sebagian besar pun masih kesulitan jika menyangkut investasi infrastruktur yang sangat besar. Selain masalah anggaran, persoalan krusial lain yang dihadapi daerah untuk mengembangkan inisiatif lokal dalam rangka mengakselerasi pembangunan adalah masih besarnya kebergantungan terhadap sosok pemimpin.

Masih besarnya kebergantungan tersebut bisa kita lihat dari banyaknya inisiatif lokal yang masih tergantung kepada pemimpin daerah yang berani melakukan terobosan-terobosan positif di tengah kebekuan atau kegamangan birokrasi dalam menghadap perubahan zaman yang begitu cepat. Sosok pemimpin juga sangat menentukan kemampuan daerah untuk menjalin kemitraan yang luas baik antar-daerah maupun antara pemerintah-swasta-warga. Kemitraan bisa menjadi solusi alternatif bagi daerah untuk menutupi sejumlah kekurangannya agar sumber daya yang memang tidak tersebar secara merata dapat digunakan sebaik-baiknya untuk memastikan tujuan-tujuan pembangunan bisa tercapai.

Di sisi lain, suksesi kepemimpinan yang kerap terjadi memberi pengaruh besar sekaligus ancaman terhadap keberlangungan inisiatif lokal. Jika pemimpin yang berhasil menggagas inisiatif lokal suatu saat harus mundur sebagai bagian dari proses demokrasi, inisiatif-inisiatif positif semasa kepemimpinannya diragukan keberlanjutannya. Padahal, sebagian besar inisiatif tersebut masih dalam tahap embrionik sehingga memerlukan kontinuitas selama beberapa tahun mendatang untuk menjadi sebuah kegiatan yang sistemik.

Dalam rangka lebih mengenalkan dan memotivasi para pemangku kepentingan dari pemerintah kabupaten dan kotamadya terhadap upaya pencapaian MDGs, Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Millenium Development Goals (MDGs), tahun lalu menyelenggarakan Indonesia MDGs Awards (IMA). Untuk kategori umum meliputi masalah nutrisi, kesehatan ibu dan anak, akses ke air minum layak dan sanitasi sasar, HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya. Sedangkan untuk kategori khusus terdiri dari kategori alokasi anggaran yang berpihak pada MDGs, kesinambungan program MDGs, dampak MDGs pada komunitas dan inovasi terbaik MDGs untuk kelompok pemuda.

Bertema 'Beraksi untuk Negeri', IMA 2011 mendapat sambutan hangat dan respon positif dari pemerintah kabupaten dan kotamadya, pihak swasta, dan masyarakat. Dengan jumlah peserta makin meningkat bisa menjadi indikasi meningkatnya peran serta masyarakat luas untuk turut menyukseskan MDGs, acara tersebut juga bisa menjadi akselerator munculnya inisiatif-inisiatif lokal baru yang sifatnya positif. Bagi program yang nantinya terpilih sebagai best practices, bisa menjadi role model bagi daerah lain sekaligus berkesempatan mempromosikan program dan daerahnya untuk menjalin kemitraan (partnership) yang luas dengan daerah lain atau pihak swasta baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

Bagi MDGs sendiri yang akan segera berakhir pada 2015 nanti, acara ini bisa berkontribusi positif dalam mengakselerasi pencapaian program-program MDGs di Indonesia, yang dalam beberapa bidang masih jauh dari harapan. Hingga 2011 atau sebelas tahun sejak MDGs dicanangkan, pencapaian Indonesia atas sejumlah target masih sangat lambat bahkan cenderung mundur pada sejumlah target tertentu terutama empat bidang yang dikompetisikan sebagai kategori umum dalam IMA 2011.

Kegiatan IMA merupakan stimulus yang cukup efektif untuk mendorong daerah agar lebih giat mengembangkan inisiatif-inisiatif lokalnya. Namun, MDGs Awards saja tentu tidak cukup bahkan bisa tidak memiliki arti apa-apa jika aktor utamanya, yakni pemerintah daerah tidak memiliki political will dalam membuat terobosan dan memberikan dukungan yang optimal bagi pengembangan inisiatif-inisiatif yang positif di daerahnya.

Political will pemerintah setidaknya teraktualisasikan dalam dua hal. Pertama, anggaran. Banyak inisiatif lokal hanya menjadi sebatas ide karena tidak didukung oleh anggaran yang memadai. Ada pula yang harus berhenti di tengah jalan juga karena masalah anggaran. Sangat disayangkan karena bisa jadi sebabnya bukan karena ketiadaan anggaran namun karena tidak adanya itikad baik dari pemerintah daerah untuk menyukseskan program. Selain anggaran, aktualisasi kedua yang tidak kalah penting adalah dalam hal regulasi terutama yang terkait dengan sektor swasta sebagai aktor penting lain selain pemerintah.

Sektor swasta seyogianya memiliki dana yang sangat besar untuk mendukung inisiatif lokal. Dana CSR perusahaan, misalnya. Namun, tanpa regulasi pemerintah, mereka akan lebih banyak diam atau menyalurkan dananya pada hal-hal lain yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat daerah. Kehadiran regulasi dapat menjembatani semua aktor (pemerintah-swasta-masyarakat) dalam sebuah hubungan kemitraan strategis yang saling menguntungkan sehingga proses pembangunan bisa berjalan lebih optimal dan berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar