Defisit
Energi
Michael
Spence, Pemenang
Nobel di Bidang Ekonomi
SUMBER : KORAN TEMPO, 26 Maret 2012
Saya terkejut melihat liputan pers Amerika
Serikat baru-baru ini atas kenaikan harga bahan bakar minyak dan politik di
negeri ini. Pakar politik sepakat peringkat popularitas Presiden Amerika
terkait erat dengan harga BBM: ketika harga naik, peringkat popularitas
Presiden jatuh. Tapi, mengingat sejarah panjang Amerika yang meremehkan
keamanan dan ketahanan energi, anggapan bahwa pemerintah Barack Obama
bertanggung jawab atas kenaikan harga BBM ini tidak masuk akal.
Empat dekade telah berlalu sejak kejutan
harga minyak pada 1970-an. Kita belajar banyak dari pengalaman itu. Dampak
jangka pendeknya--seperti selalu terjadi ketika harga minyak melonjak dengan
cepat--adalah mengurangi pertumbuhan dengan mengurangi konsumsi barang-barang
lainnya, karena konsumsi minyak tidak bisa menyesuaikan dirinya secepat
konsumsi barang dan jasa yang lain.
Tapi, dengan berjalannya waktu, masyarakat
bisa dan memang merespons dengan menurunkan konsumsi BBM mereka. Mereka membeli
mobil dan perangkat rumah tangga yang lebih efisien, menyekat rumah mereka dari
dinginnya cuaca, dan kadang-kadang bahkan menggunakan angkutan umum. Dampak
jangka panjangnya karena itu berbeda dan tidak begitu negatif. Semakin efisien energi
seseorang, semakin rendah kerentanannya terhadap gejolak harga.
Di sisi pasokan, ada perbedaan yang mirip
antara dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Dalam jangka pendek,
pasokan bisa merespons sepanjang ada kapasitas cadangan (sekarang ini tidak
banyak). Tapi dampak jangka panjang yang lebih lama dan lebih besar datang dari
peningkatan eksplorasi serta produksi minyak akibat insentif harga yang tinggi.
Semua ini memakan waktu tapi, sementara semua
ini terjadi, ia meredakan dampak negatifnya: kurva permintaan dan pasokan
bergeser merespons kenaikan harga (atau mengantisipasi kenaikan harga yang
lebih tinggi).
Dari sisi kebijakan, ada upaya yang
menjanjikan pada akhir 1970-an. Undang-undang mengenai standar efisiensi BBM
untuk kendaraan telah diberlakukan, dan produsen mobil cepat melaksanakannya.
Negara-negara bagian di Amerika, secara lebih terfragmentasi, menetapkan
insentif efisiensi energi di kawasan-kawasan perumahan dan pada
bangunan-bangunan komersial.
Tapi kemudian harga minyak dan gas (yang
disesuaikan dengan inflasi) memasuki periode penurunan selama beberapa dekade.
Kebijakan yang menetapkan target efisiensi dan keamanan energi hilang begitu
saja. Dua generasi menganggap turunnya harga minyak sebagai sesuatu yang
normal, yang menimbulkan rasa memiliki hak atas harga BBM yang rendah,
kemarahan atas naiknya harga, dan ledakan mencari kambing hitam: politikus,
negara-negara penghasil minyak, serta perusahaan minyak semua menjadi sasaran
kemarahan dalam jajak pendapat.
Sedikit-banyak gagalnya pendidikan terhadap
masyarakat mengenai sumber daya alam yang tidak terbarukan ini melatarbelakangi
sentimen publik saat ini. Setelah dulu tidak banyak dilakukan investasi untuk
efisiensi dan keamanan energi ketika biaya untuk itu masih rendah, Amerika
sekarang berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dalam menghadapi prospek
kenaikan harga yang riil. Kebijakan energinya bersifat pro-cyclical
(pro-siklus)--kebalikan dari kebijakan yang mempersiapkan diri dengan payung
sebelum turunnya hujan. Dengan tekanan yang mendorong naiknya harga karena
meningkatnya permintaan emerging market, yaitu negara-negara yang cepat
berkembang saat ini, dan meningkatnya dengan cepat ekonomi global, hujan yang
dikhawatirkan itu sudah tiba.
Counter-cyclically atau
kebijakan kontra-siklus merupakan mindset yang berguna baik bagi
individu maupun pemerintah. Sejarah akhir-akhir ini, terutama akumulasi utang
swasta dan publik yang berlebihan, menunjukkan kita belum memiliki mindset
itu. Kebijakan energi atau tidak adanya kebijakan energi tampaknya merupakan
contoh lain yang nyata. Bukannya mengantisipasi dan mempersiapkan diri
menghadapi perubahan, Amerika justru menunggu perubahan itu dipaksakan
kepadanya.
Piciknya pandangan mengenai kebijakan energi
tidak hanya terbatas pada Amerika. Negara-negara berkembang, misalnya,
bertahun-tahun hidup dengan subsidi bahan bakar fosil yang secara luas diakui
sebagai cara yang salah oleh pemerintah dalam membelanjakan sumber daya mereka
yang terbatas itu. Sekarang kebijakan seperti itu harus dihentikan dan
dibalikkan arahnya, yang secara tidak langsung berarti tantangan dan ongkos
politik serupa yang harus dihadapi.
Eropa Barat dan Jepang, yang kedua-duanya
hampir seluruhnya bergantung pada pasokan minyak dan gas dari luar, telah
berbuat lebih baik. Untuk alasan keamanan dan lingkungan, efisiensi energi
mereka telah meningkat melalui kombinasi pajak, harga konsumen yang lebih
tinggi, dan edukasi publik.
Pemerintah Obama sekarang sedang berusaha
memulai suatu pendekatan jangka panjang yang bijaksana, dengan memberlakukan
standar efisiensi BBM untuk sepeda motor, investasi di bidang teknologi,
program efisiensi energi bagi perumahan, dan eksplorasi sumber daya yang sehat
lingkungan. Melakukan ini di tengah-tengah proses penyembuhan setelah krisis
yang berat, pemulihan ekonomi yang sangat lamban, dan proses membangun suatu
pola pertumbuhan yang baru dan lebih berkesinambungan lebih sulit--secara
politik dan ekonomi--daripada yang seharusnya terjadi andai kata Amerika
memulai semua ini lebih awal.
Namun lebih baik terlambat daripada tidak
sama sekali. Obama dengan tepat berupaya menjelaskan kebijakan energi yang
efektif membutuhkan adanya tujuan jangka panjang dan kemajuan yang mantap
menuju tercapainya tujuan itu.
Kita sering mendengar pandangan yang
menyatakan siklus pemilihan umum seperti yang dilakukan di negara-negara
demokrasi tidak cocok untuk pelaksanaan kebijakan jangka panjang yang memandang
jauh ke depan. Kekuatan penyeimbangnya adalah kepemimpinan yang menunjukkan benefits
and costs (manfaat dan ongkos), berbagai opsi, dan mempersatukan rakyat
dalam mendukung tujuan bersama serta pendekatan yang bijaksana. Upaya
pemerintah Obama meletakkan pertumbuhan jangka panjang dan keamanan di atas
keuntungan politik karena itu pantas diberi pujian dan respek.
Jika kecaman terhadap tata pemerintahan
demokrasi karena lingkup pemikiran jangka pendeknya yang tidak terelakkan itu
benar, sulit menjelaskan bagaimana India, suatu negara demokrasi yang
berpenduduk banyak, kompleks, dan masih miskin, bisa mempertahankan investasi
jangka panjang serta kebijakan yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan
pembangunan yang cepat. Di sini, juga, visi, kepemimpinan, dan pembangunan
konsensus memainkan peran yang kritis.
Berita baiknya bagi keamanan energi Amerika
adalah bahwa pada 2011, negeri ini menjadi net exporter produk minyak
bumi yang baru. Namun harga bahan bakar fosil mungkin akan terus meningkat.
Berkurangnya ketergantungan pada sumber daya dari luar, yang dilaksanakan
dengan baik, merupakan perkembangan yang penting. Tapi ia bukan pengganti
peningkatan efisiensi energi yang mutlak penting dalam upaya beralih ke jalan
yang baru dan kenyal bagi pertumbuhan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja.
Manfaat sampingannya adalah terbukanya agenda energi, lingkungan, dan
kebersinambungan global, ketika kepemimpinan Amerika dibutuhkan.
Upaya ini memerlukan kegigihan dan rentang
waktu yang panjang, yang pada gilirannya membutuhkan dukungan semua pihak.
Apakah itu mungkin terjadi di Amerika saat ini? Peringkat dukungan atas sistem
politik di Amerika yang selalu rendah itu berakar sebagian pada fakta bahwa ia
tampaknya memberikan reward terhadap tindakan yang obstruktif, bukan
tindakan bersama yang konstruktif. Pada suatu titik, para pemilih akan beraksi
terhadap suatu sistem yang mempertajam perbedaan serta menindas tujuan bersama,
dan pembentukan kebijakan bakal kembali ke jalan yang lebih efektif.
Persoalannya, kapankah semua ini bakal terjadi? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar