Soliditas Pimpinan KPK saja tidak Cukup
Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III DPR
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 29 Maret 2012
Artikel yang hampir sama oleh penulis yang sama telah dimuat di Suara Merdeka 20 Maret 2012
Artikel yang hampir sama oleh penulis yang sama telah dimuat di Suara Merdeka 20 Maret 2012
“Soliditas pimpinan KPK tidak akan bernilai apa-apa
jika tujuannya untuk berkompromi menyederhanakan kasuskasus korupsi yang menjadi
perhatian publik."
SETELAH
sekian lama diselimuti kecurigaan publik tentang terjadinya disharmoni,
pimpinan KPK, Kamis (15/3), tampil bersama di hadapan pers untuk memberikan
pesan atas perpecahan di antara mereka. Apa yang terjadi selama ini di antara
mereka dilukiskan sebagai sekadar perbedaan pendapat. Karena itu pula,
perbedaan pendapat di antara pimpinan KPK itu tidak bisa serta-merta dikatakan
sebagai perpecahan.
Agar
pesan ini kuat dan tidak lagi menimbulkan keraguan publik, forum temu media itu
dihadiri lengkap semua pemimpin KPK; Ketua Abraham Samad dan para wakil ketua
Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, Zulkarnain, dan Adnan Pandupraja.
Kalau
pimpinan KPK merasa perlu harus mengumumkan soliditas mereka, itu boleh
diterjemahkan bahwa KPK telah berusaha mengatasi persoalan internal. Seberapa
pun beratnya persoalan internal di KPK, itu patut dianggap wajar sebab
demikianlah lazimnya dinamika sebuah organisasi. Akan tetapi, penegasan tentang
soliditas pimpinan KPK bukan menjadi berita atau informasi yang paling ditunggu
publik. Satu-satunya aspek yang ingin dilihat publik ialah progres tentang
kinerja pemberantasan korupsi, terutama progres dari kasus-kasus besar yang
sudah dan sedang digarap KPK. Hanya itu, dan bukan yang lain.
Tampilnya
semua pemimpin KPK dalam forum temu media itu memang terkesan sangat kontras
jika dibandingkan dengan dua peristiwa penting yang sebelumnya digelar KPK.
Yakni, peristiwa ketika KPK mengumumkan Miranda Goeltom sebagai tersangka kasus
cek pelawat dan ketika KPK mengumumkan Angelina Sondakh sebagai tersangka kasus
dugaan suap proyek Wisma Atlet di Palembang. Dalam dua peristiwa itu, Abraham
Samad tampil sendirian. Karena tampil sendiri, publik mempertanyakan
ketidakhadir an empat wakil ketua lainnya. Jangan salahkan publik jika dari
pertanyaan-pertanyaan itu kemudian memunculkan spekulasi tentang terjadinya
disharmoni di antara pimpinan KPK.
Dalam
temu media itu, pimpinan KPK menegaskan tidak ada keputusan yang diambil tanpa
kesepakatan lima pemimpin, termasuk soal pemulangan penyidik KPK ke institusi
asal. Itu pun sudah barang tentu keputusan bersama atas penetapan Miranda dan
Angelina sebagai tersangka. Jelas bahwa mereka merasa perlu meng-update
penegasan tersebut karena akhir-akhir ini beredar informasi bahwa pimpinan KPK
gagal mencapai suara bulat untuk menetapkan tersangka dalam kasus korupsi
tertentu, termasuk perbedaan pendapat dalam menyikapi status kasus Bank
Century.
Pimpinan
KPK perlu menyadari dan menggarisbawahi bahwa publik sudah merekam apa yang diduga
sudah terjadi, termasuk sikap dan kecenderungan figur-figur pimpinan KPK.
Ekstremnya, tidak semua orang mau percaya bahwa pimpinan KPK sudah solid atau
bisa dibuat solid. Kecurigaan tentang disharmoni itu masih mengemuka. Beberapa
kalangan justru berpendapat soliditas memang penting, tetapi bukan yang utama.
Di atas segala-galanya ialah jujur kepada rakyat, berani, dan berkemauan
memegang teguh etika yang melekat pada pimpinan KPK. Soliditas itu pun tidak
serta-merta mampu menarik simpati. Besar kecilnya simpati untuk KPK bergantung
pada keberanian lembaga tersebut menuntaskan kasus-kasus besar atau megaskandal
yang selama ini sudah mencabik-cabik keadilan di negara ini.
Sinis dan Curiga
Tidak
semua pemimpin KPK berlatar belakang birokrat. Pimpinan KPK sekarang ini bahkan
didominasi figur-figur yang sebelumnya aktif dalam berbagai kegiatan masyarakat
(LSM). Mereka paham bahwa publik kita cerdas dan karena itu tidak bisa
dibohongi. Setiap kali menyikapi pernyataan petinggi negara, publik sudah bisa
membedakan mana yang benar dan mana yang sekadar sandiwara kebohongan untuk
pencitraan.
Karena
itu, jangan berharap semua orang percaya kepada pernyataan tentang soliditas
pimpinan KPK. Uniknya publik yang begitu kritis, pernyataan tentang soliditas
itu justru ditanggapi dengan sinis dan curiga. Dari sikap sinis dan penuh
curiga itu, dimunculkan pesan bahwa soliditas pimpinan KPK tidak akan bernilai
apa-apa jika tujuannya untuk berkompromi menyederhanakan kasus-kasus korupsi
yang menjadi perhatian publik, terutama kasuskasus yang diduga melibatkan orang
kuat di negara ini.
Beberapa
jam setelah membuat penyataan tentang soliditas pimpinan KPK itu, diumumkan
bahwa dalam rentang waktu dua bulan ke depan penanganan kasus dugaan korupsi
pada proyek fasilitas olahraga di Hambalang, Bogor, akan mengalami kemajuan
yang signifikan. Sebab, salah satu figur penting di negara ini akan diperiksa
KPK karena diduga terlibat dalam kasus proyek Hambalang senilai Rp1,3 triliun
itu.
Semua
kalangan yang intens mengikuti dan menyimak penanganan kasus Wisma Atlet dan
Hambalang tidak happy dengan pengumuman itu. Esensi pesan dari pengumuman itu
merefleksikan kemunduran. Beberapa hari sebelumnya, publik sudah diberi tahu
bahwa KPK akan segera memanggil dan memeriksa orang penting itu. Kalau masih
harus menunggu dua bulan lagi, untuk apa diumumkan dan diributkan sekarang?
Boleh jadi perubahan atau penundaan itu merupakan strategi KPK untuk melengkapi
bukti. Akan tetapi, bisa saja publik menafsirkan penundaan itu sebagai akibat
dari tarik-menarik kepentingan di antara pimpinan KPK dalam menangani kasus
Hambalang.
Konsekuensi
atas pernyataan tentang soliditas pimpinan KPK ialah semakin beratnya tantangan
yang dihadapi KPK. Sejumlah indikator yang berkaitan dengan kasus Wisma Atlet
di Palembang maupun kasus Hambalang sudah dicatat publik. Repotnya, publik
meyakini indikator-indikator itu benar. Maka, dalam menangani kasus Wisma Atlet
maupun Hambalang, yang menjadi tantangan ialah jangan sampai publik menangkap
kesan KPK melakukan tebang pilih atau menyederhanakan kasus.
Kesepakatan
pimpinan KPK untuk memeriksa figur tertentu dalam kasus Hambalang pun tidak
diterima begitu saja oleh berbagai kalangan. Kesepakatan itu justru dicurigai,
sebab sebelumnya dimunculkan dugaan tentang adanya pimpinan KPK yang keberatan
jika figur itu diperiksa atau ditetapkan sebagai tersangka. Muncul kecurigaan,
jangan-jangan pimpinan KPK telah bersepakat menyederhanakan kasus Hambalang
sehingga figur tertentu bisa diloloskan dari jerat hukum. Mudah-mudahan bukan
motif tersebut yang membuat pimpinan KPK solid.
Perlu
juga dicamkan bahwa sekadar memeriksa orangorang penting dalam kasus ini belum
cukup untuk bisa memuaskan dahaga publik. Kemarahan dan rasa muak atas perilaku
tamak para koruptor menyebabkan publik ingin agar siapa pun yang terlibat dalam
kasus Hambalang segera ditetapkan sebagai tersangka, diadili, dan dijatuhi
hukuman seberat-beratnya.
Sikap
publik terhadap pernyataan tentang soliditas pimpinan KPK itu sangat jelas. Kepuasan
publik terhadap kinerja KPK tidak diukur dari soliditas pimpinan KPK. Publik
tetap menuntut KPK berperilaku jujur, profesional, dan berani menuntaskan
kasus-kasus besar apa adanya, proporsional. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar