Transportasi
Massal Alternatif
Harry
Mulya Zein, Sekretaris Daerah
Kota Tangerang
SUMBER : REPUBLIKA, 27 Maret 2012
“Tingkat mobilitas warga perkotaan yang didominasi
kaum urban sangat tinggi. Semakin tinggi tingkat mobilitas maka semakin tinggi
pula kebutuhan alat transportasi.”
Rencana
kenaikan harga Ba han Bakar Minyak (BBM) yang akan diberlakukan pada 1 April
nanti dipastikan berimplikasi pada kenaikan ta rif transportasi massal.
Beberapa asosiasi pengelola angkutan umum dalam beberapa kesempatan sudah
menegaskan akan menaikkan tarif angkutan umum jika harga BBM kembali dinaikkan.
Bagi
banyak warga, kenaikan tarif ang kutan umum merupakan kondisi yang tidak
mengenakkan. Yang sangat disayangkan, kenaikan tarif angkutan umum tidak
dibarengi dengan perbaikan manajemen transportasi massal di kotakota besar di
Indonesia.
Permasalahan
kenaikan harga BBM akan terus menghantui ketika kita masih mengandalkan bahan
bakar yang berasal dari fosil tersebut. Pertumbuhan pendu duk kelas menengah
yang dibarengi peningkatan daya beli kendaraan bermotor, secara otomatis
menambah beban penggunaan bahan bakar minyak.
Tatkala
kebutuhan energi bahan ba kar minyak terus meningkat sementara pasokan minyak
di dalam perut bumi In donesia semakin menipis, maka harga BBM akan semakin
melonjak. Dipasti kan hanya orang atas saja yang mampu me nikmati BBM.
Sementara, masyarakat berpenghasilan ekonomi menengah ke bawah akan kesulitan
mengakses BBM. Ketika bahan bakar minyak
semakin su lit diakses masyarakat maka dipasti kan pertumbuhan ekonomi juga
demi kian.
Logikanya
sederhana. Tingkat mobi litas warga perkotaan yang didominasi kaum urban sangat
tinggi. Semakin tinggi tingkat mobilitas maka semakin tinggi pula kebutuhan
alat transportasi. Saat alat transportasi publik tidak memadai dan tidak
manusiawi maka banyak masyarakat yang beralih ke transportasi pribadi; motor
dan mobil pribadi. Ketika bahan bakar minyak sulit diakses maka transportasi
pribadi tersebut tidak bisa digunakan. Akibatnya, mobilitas warga perkotaan
semakin menurun. Tingkat produktivitas ikut menurun dan perekonomian akan
semakin menurun.
Persoalan
yang sama, penggunaan bahan bakar minyak yang berlebihan akan memperbesar
tingkat polusi dan pencemaran lingkungan hidup. Udara yang dulunya segar kini
kering dan kotor. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan pencemaran
uda ra, yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol)
ke dalam udara.
Dari
berbagai sektor yang potensial dalam mencemari udara, pada umumnya sektor
transportasi memegang peran yang sangat besar dibandingkan dengan sektor
lainnya. Di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai
sumber polusi udara mencapai 60-70 persen.
Mengatasi
kelangkaan bahan bakar minyak, ada kalanya kita patut mengapresiasi langkah
yang ditempuh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menteri BUMN Dahlan
Iskan di media massa berkali-kali menegaskan, sebaiknya bangsa ini mulai
meninggalkan bahan bakar fosil tersebut. Langkah yang ditempuh adalah
menciptakan kendaraan berbahan bakar listrik. Tahap awal adalah masyarakat
mulai meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi massal yang
menggunakan bahan bakar alternatif, seperti bahan bakar gas (BBG) atau bahkan
listrik.
Secara
konseptual, transportasi massal berbahan bakar listrik sangat baik untuk
lingkungan dan hemat energi. Sebagai aparatur pemerintah, saya menilai, transportasi
massal berbahan bakar alternatif seperti listrik bisa menjadi salah satu
jawaban persoalan transportasi ramah lingkungan. Kita bisa mencontoh Cina.
Negeri tirai bambu itu bahkan sudah sejak 2009 lalu memperkenalkan armada baru
bernama Ankai. Armada ini bertenaga listrik dan beroperasi di kota Shanghai.
Tujuan
awal Pemerintah Cina adalah untuk mengurangi tingkat polusi udara. Respons
warga di kota itu mengatakan, bus listrik yang dioperasikan lebih baik dari bus
diesel. Warga menyukai bus listrik tersebut. Contoh lain adalah kota Arnhem,
Belanda. Pemerintah kota se tempat menyediakan infrastruktur dan transportasi
massal listrik. Hasilnya, lingkungan kota ini mengalami 17 persen lebih baik
pada tingkat polusi sehingga warga mulai beralih dari kendaraan pribadi ke
transportasi massal.
Saya
yakin, jika sebuah kota menyediakan infrastruktur bagi transportasi massal
bertenaga alternatif seperti listrik akan mendorong lingkungan yang lebih ramah
atau hijau. Dan, itu akan berdampak pada hal lainnya.
Mungkin
kita patut mencontoh dan menerapkan di kota-kota besar di Indonesia, seperti
Kota Tangerang. Saya bermimpi, Kota Tangerang bisa melaksanakan konsep seperti
itu. Kota Tangerang mampu menyediakan infrastruktur dan transportasi massal
berbahan bakar listrik jika kota-kota lain saja mampu. ●
Konsep transportasi masalanya sangat menarik dan bagus sekali, betul2 memberikan inspirasi
BalasHapus