“Membunuh’
Sekolah Swasta
Sidharta Susila, PENDIDIK, TINGGAL DI MUNTILAN, MAGELANG
SUMBER : KOMPAS, 12 Maret 2012
Aneh! Ketika pemerintah pasang badan
melindungi dan meringankan hidup rakyat dengan mengeluarkan peraturan, rakyat
justru gelisah, bahkan nasibnya merasa dipertaruhkan dan diperlakukan tidak
adil.
Itulah yang dialami sekolah swasta terkait
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 60/2011 tentang
larangan bagi sekolah SD-SMP memungut biaya pendidikan kepada peserta didik.
Sejumlah pengelola sekolah swasta keberatan.
Mereka memandang peraturan menteri yang
diundangkan per 4 Januari 2012 itu sangat merugikan sekolah swasta, khususnya
sekolah swasta miskin yang masih membutuhkan kucuran dana bantuan operasional
sekolah (BOS) dari pemerintah.
Sesungguhnya alasan diterbitkannya peraturan
ini mulia. Peraturan ini ingin mengembalikan hakikat negara sebagai yang paling
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan.
Selain itu, juga menyiratkan bahwa negara
tidak lagi membiarkan sebagian besar beban penyelenggaraan pendidikan terus
ditanggung masyarakat, khususnya sekolah swasta yang telah begitu banyak
menggantikan peran negara dalam penyelenggaraan pendidikan sejak masa
penjajahan.
Pemahaman positif ini terkait keputusan
Mahkamah Konstitusi yang memenuhi uji materi UU Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 55 Ayat (4). MK menegaskan, ”Lembaga pendidikan berbasis masyarakat wajib
memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan
merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah.”
Pemerintah pasti menyadari implementasi
Permendikbud No 60/2011 wajib mengindahkan keputusan MK tersebut. Namun,
mengapa peraturan itu tetap menggelisahkan rakyat?
Memahami
Kegelisahan
Pertimbangan ditetapkannya Permendikbud No
60/2011 adalah: (a) untuk menjamin terselenggaranya program wajib belajar pada
jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya; (b) bahwa pungutan membebani
masyarakat sehingga dapat menghambat akses masyarakat untuk memperoleh
pelayanan pendidikan dasar.
Inilah tekad pemerintah untuk menjamin
pendidikan dasar bagi semua warga. Mengharukan karena negara membela nasib
rakyat, khususnya kaum miskin.
Bagaimana nasib institusi pendidikan,
khususnya swasta? Pasal 3 menegaskan: sekolah dilarang memungut biaya investasi
dan biaya operasi dari peserta didik, orangtua, atau walinya.
Secara khusus (Pasal 4) sekolah yang
diselenggarakan oleh masyarakat (swasta) dilarang melakukan pungutan kepada
peserta didik, orangtua, atau walinya yang tak mampu secara ekonomis. Pasal ini
sangat menyulitkan sekolah swasta.
Itu belum cukup. Pasal 5 Ayat 1 menegaskan,
sekolah swasta yang menerima BOS tidak boleh memungut biaya operasi.
Padahal, fakta menunjukkan, dana BOS yang
diterima tak mencukupi biaya penyelenggaraan sekolah secara keseluruhan,
seperti kebutuhan gaji guru/karyawan, biaya investasi sarana-prasarana, dan
operasional pembelajaran.
Memang Pasal 5 Ayat 2 memberi kemungkinan
melakukan pungutan asal sepersetujuan dari orangtua/wali peserta didik, komite
sekolah, dinas pendidikan provinsi, dan kepala dinas pendidikan kabupaten/kota.
Bagi sekolah swasta, ayat ini hanya
melahirkan kerumitan, bahkan kemustahilan untuk bisa melakukan pungutan. Kalau
sekolah swasta tetap melakukan pungutan yang tidak sesuai dengan Pasal 3 sampai
Pasal 5, sanksi yang bakal diberikan adalah pencabutan izin penyelenggaraan.
Sesungguhnya kalau keputusan MK tentang UU
Sisdiknas Pasal 55 Ayat (4) yang mewajibkan pemerintah dan/atau pemerintah
daerah memberi bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil
dan merata dijalankan, pastilah tidak ada yang perlu dicemaskan.
Artinya, pemerintah memperlakukan sekolah
swasta sama seperti sekolah negeri, misalnya dengan mengambil alih pemberian
gaji guru dan operasional sekolah. Mungkinkah pemerintah melakukan itu? Atau
keputusan MK bakal diabaikan?
Sangat beralasan jika terbitnya Permendikbud
No 60/2011 sangat menggelisahkan masyarakat, khususnya sekolah swasta.
Peraturan ini sangat memungkinkan terjadinya proses eutanasia, membunuh,
sekolah swasta. Apalagi, kalau peraturan ini dimanfaatkan pejabat demi
pencitraan politis.
Kalau karena peraturan ini sekolah swasta
mulai sekarat bahkan mati, alih-alih pemerintah menjamin pendidikan yang layak,
pemerintah justru telah ceroboh mengempaskan hak belajar berjuta anak bangsa.
Ironis dan tragis. ●
Ternyata pola berfikir bpk sangat benar dan bijaksana .bagaimana bisa gk berfikir sejauh seperti pola fikir bapak.sy selaku masyarakat scr pribadi sangat terheran heran mau spt ap kualitas pendidikan nanti.cba bayangkan seandainya spp aj sebln 150 rb/bln .selama sebulan 30 hari berarti biaya pendidikan perhari cuma 5ribu.sedangkan penduduk/warga buat beli rokok aja mampu bahkan bahkan sdh menjadi kebutuhan pokok.coba hal itu ttg pendidikan ditanamkan ke masyarakat kan bnyk optimalkan sumber dayanya untuk memberi penyuluhan kemasyarakat.klo memang membantu masyarakat buka aj smp inpres seperti sd inpres jaman dulu perdaerah.itu bahkan malah tepat sekali.
BalasHapussebenarnya yg membebani masyarakat itu bukan biaya pendidikan.akan tetapi hutang negara yg dibebankan masyarakat.shg segala kebutuhan harga selalu membumbung tinggi ,untuk kehidupan sehari hari .tlng ya penguasa untuk dipertimbangkankan dan direnungkan seperti kata ebit G.ADE
BalasHapushalah pemerintah ini lama lama mesti dikudeta juga, gua sudah geram banget, sekalian saja bikin larangan jual beras kemasyarakat karena pemerintah akan membagikan beras gratis.
BalasHapus