Kenaikan
Harga BBM
Umar Juoro, EKONOM
SUMBER : REPUBLIKA, 5
Maret 2012
Pemerintah
tampaknya sudah berketetapan untuk menaikkan harga BBM sebesar Rp 1.500 per
liter setelah rencana pembatasan dan konversi BBM dengan gas tidak siap
dilaksanakan. Kenaikan harga BBM ini akan menghemat subsidi sekitar Rp 32
triliun, tetapi akan meningkatkan inflasi yang kemungkinan mencapai sekitar
tujuh persen. Tentu saja, inflasi ini akan memberatkan kehidupan masyarakat.
Dibandingkan
negara tetangga, harga BBM di Indonesia adalah paling rendah. Besarnya subsidi
BBM ini menunjukkan tidak efisiennya pemanfaatan anggaran yang semestinya dapat
dialokasikan untuk kegiatan produktif dan mengatasi kemiskinan.
Dari
pandangan penentu kebijakan, menaikkan harga BBM adalah yang termudah dan
efektif dalam menurunkan subsidi yang membengkak mencapai sekitar Rp 160
triliun. Apalagi, dengan kecenderungan harga minyak dunia yang tinggi dan permintaan
yang terus mening kat karena semakin besarnya jumlah kendaraan bermotor. Upaya
mengatasi besarnya subsidi dengan cara lain, seperti pembatasan dan konversi ke gas,
tidaklah efektif karena sulit dalam pelaksa naannya.
Menaikkan
harga BBM pada saat inflasi rendah, sekarang ini sekitar 3,6 persen, adalah
lebih baik dibandingkan ketika inflasi tinggi. Dengan demikian, jika akibat
inflasinya dapat dikendalikan dengan baik, pengaruhnya juga dapat dikendalikan.
Kenaikan
harga BBM tentu memberatkan bagi masyarakat berpendapatan rendah, terutama karena
harga barang dan jasa yang lebih tinggi. Pengaruh kenaikan harga secara tidak
langsung biasanya lebih besar daripada pengaruh langsung. Inflasi tinggi ini
dapat berlangsung paling lama satu tahun atau paling cepat selama tiga bulan.
Pengalaman
pada 2005 menunjukkan bahwa penga ruh inflasi tinggi berlangsung selama satu
tahun. Setelah itu, inflasi kembali pada ting katan sebelum kenaikan BBM. Pada
waktu itu, pemerintah juga memberikan bantuan langsung tunai (BLT) ke pada
masya rakat miskin yang sa ngat membantu mereka.
Jika
inflasi dapat diken dali kan sehingga pengaruhnya tidak menyebar, dalam waktu
tiga bulan setelah kenaikan harga BBM inflasi dapat kembali pada tingkat an
yang tidak jauh berbeda dari sebelum kenaikan harga BBM. Jika kenaikan harga BBM
dilakukan April, pada saat ini inflasi masih rendah. Inflasi tinggi biasanya
pada bulan Juli ketika pembayaran uang sekolah. Dengan Ramadhan pada bulan
Juli, kemungkinan inflasi tinggi akan terus terjadi sampai Agustus. Baru pada Oktober diharapkan inflasi menurun kembali.
Pemerintah
juga berencana untuk memberikan BLT setelah kenaikan harga BBM nanti. Tentu
saja, pemberian BLT sifatnya adalah sementara dan tidak membuat penerimanya
melakukan kegiatan produktif dan umumnya bersifat konsumtif. Jika program
membantu golongan miskin ini lebih diarahkan pada kegiatan produktif, hasilnya
akan bersifat jangka panjang.
Bagi
dunia usaha, kenaikan harga BBM ini semestinya tidak langsung berpengaruh pada
kegiatan usahanya. Namun, kenaikan biaya transportasi dan menurunnya daya beli
masyarakat, khususnya golongan bawah, akan berpengaruh besar terhadap kegiatan
usaha yang bergantung pada transportasi dan konsumen masyarkat bawah.
Dunia
usaha kemungkinan dapat mengatasi akibat kenaikan harga BBM ini dan peluang
bagi dunia usaha untuk berkembang masih terbuka. Dunia usaha justru ke su litan
jika tidak ada kepas tian dari pemerintah berkait an dengan harga BBM ini.
Secara
politis, kenaikan harga BBM juga masih dapat dikendalikan karena pemilu masih
lebih dari dua tahun lagi. Kemungkinan terjadi demonstrasi menentang kenaikan
harga BBM hampir dapat dipastikan. Para pengendara sepeda motor, yang banyak
dari mereka adalah pekerja dan mahasiswa, kemungkinan akan protes. Tentu saja,
demonstrasi ini jangan sampai menjadi anarkistis.
Kenaikan
harga BBM tidak dapat dihindari karena bebannya pada anggaran terlalu besar.
Hanya, bagaimana inflasi yang ditimbulkan dan protes terhadap kebijakan ini
dapat dikendalikan. Upaya untuk memberikan kompensasi kepada golongan miskin juga
harus dilakukan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar