Berdoa
untuk SBY
Taufik
Ikram Jamil, SASTRAWAN
SUMBER : KOMPAS, 16 Maret 2012
Ajakan Abdul Wahab agar saya ikut berdoa
untuk Presiden SBY cukup menyentak perasaan.
Apakah sahabat saya—yang tinggal di kampung
nun di perbatasan Indonesia-Malaysia- Singapura sana—itu merasa bahwa SBY
begitu memprihatinkan? Atau, mungkin, ajakan tersebut tanpa dilatarbelakangi
pertanyaan semacam itu sebab doa sebenarnya patut diajukan dalam semua keadaan.
Hanya perasaan saya saja yang, seperti kebanyakan orang, masih salah kaprah
terhadap doa: menganggapnya hanya berkaitan dengan kecemasan atau sejenisnya.
Cuma, kebetulan sekali, sebelum ajakan itu
disampaikan, kami memang bertukar kesan tentang keadaan politik di dalam negeri
melalui pesan pendek di jalur telepon seluler. Sosok SBY tentulah jadi muara
pembicaraan karena ia adalah pendiri sekaligus pembina Partai Demokrat (PD)
yang mengusungnya menjadi presiden. Justru PD saat ini menghadapi begitu banyak
masalah, yang mau tak mau membawa nama pemerintah karena posisinya saat ini.
Sekadar mengingatkan, bukankah masalah oknum
PD tidak saja berhubungan dengan rakyat secara langsung, seperti dugaan
sejumlah kasus suap ataupun korupsi, tetapi juga berkaitan dengan antaroknum
PD. Hal terakhir ini, misalnya, terlihat dari pengungkapan permainan uang dalam
kongres PD tahun 2010.
Wajah PD dan dampaknya di tengah masyarakat
itu bertumpang tindih dengan masalah sosial dan ekonomi. Masalah sosial, misalnya,
diperlihatkan melalui penyebaran video mesum yang dilakukan, mulai dari siswa
sampai artis hingga pejabat, juga masih terbukanya akses sekitar tiga juta
situs porno. Belum lagi ihwal indeks pembangunan manusia Indonesia berada pada
level 124 di antara 187 negara.
Pasal ekonomi cukup dikatakan tentang angka
kemiskinan Indonesia yang bertambah jadi hampir 40 juta jiwa berdasarkan
perhitungan internasional, yakni nilai pengeluaran Rp 7.800 per kapita per
hari. Sementara penghasilan 40 orang terkaya setara dengan pendapatan 60 juta
jiwa paling miskin dalam produk domestik bruto negeri ini.
Semua kondisi di atas diperkirakan makin
memburuk. Dalam tubuh PD saja, misalnya, pengelompokan di antara sesama mereka
tak terhindarkan. Nama Anas Urbaningrum, sang ketua umum, semakin terpuruk.
Seruan agar ia mengundurkan diri dari jabatannya semakin menggaung dengan
alasan disebut-sebut dalam sejumlah kasus hukum dan etika berpolitik.
Di sisi lain, angka kemiskinan diperkirakan
akan muncul sehubungan dengan kenaikan harga BBM per 1 April. Harga berbagai
kebutuhan akan melambung, sementara penghasilan belum dapat naik seketika.
Contohnya, upah pekerja di Bekasi yang baru disepakati bulan lalu sekitar Rp
1,5 juta apakah kemungkinan dinaikkan lagi ketika dampak kenaikan harga BBM
terjadi?
Paling Terpukul
Orang yang paling terpukul melihat
kondisi-kondisi di atas, seharusnya, tentulah SBY. Dengan hanya melihat makna
kata ”pendiri sekaligus pembina” yang melekat pada SBY, tentulah dapat
disimpulkan bahwa penampilan orang-orang PD merupakan bagian dari pekerjaan
pembina. Sayangnya, penampilan kader PD banyak yang tak elok, antara lain
tersangkut masalah hukum. Alhasil, munculnya sikap mempertanyakan hasil
pembinaan sekaligus sosok pembinanya, bukankah itu terasa jadi amat wajar?
Seperti Wahab, saya juga berpendapat bahwa
siapa pun orang yang berada pada posisi SBY, segala persoalan di atas tidak
mudah ditangani. Tak ada yang tahu persis tentang pemikiran serta kesimpulan
SBY terhadap kondisi bangsa terkini, kecuali dirinya sendiri dan Tuhan YME.
Sehubungan dengan hal itulah, berdoa untuk
SBY menjadi suatu kemestian agar ia tak salah menyimpulkan sehingga tidak
keliru pula mengambil tindakan. Sebab, jika salah dalam bertindak akan
berdampak luas bagi negara. Bukan mustahil kalau kondisi sosial, ekonomi, dan
politik memburuk akan berakumulasi, lalu meledak jadi huru-hara.
Akan mahal sekali taruhannya jika hal
terakhir itu sampai terjadi. Untuk mencapai status investment grade saja,
Indonesia memerlukan waktu 14 tahun. Kalau akibat kerusuhan sosial sampai
tergulingnya pemerintah terjadi lagi seperti tahun 1998, setidaknya diperlukan
lebih panjang waktu untuk mencapai tingkat investment
grade.
Memang, seharusnya doa dipanjatkan bukan
dalam kondisi tak sedap saja, tetapi pada setiap awal melangkah. Semua agama
sangat menghargai kebiasaan doa. Sementara semua doa akan dikabulkan kalau
dilakukan dengan tulus: hanya mengharapkan keridaan dari Allah.
Dengan kesadaran ini pulalah, tak usah
berpikir panjang lagi untuk mendoakan SBY, apalagi sampai menunda-nundanya.
Wahai jiwa yang tulus, yang benar-benar menginginkan bangsa ini tidak makin
jauh terpuruk, tadahkan tangan dan mintalah kepada Allah agar SBY diberi
kemampuan menyelesaikan masalah yang melanda Indonesia, termasuk
gonjang-ganjing di dalam tubuh Demokrat. Amin.... ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar