Kemandirian
“Rumah” Ilmu Pengetahuan
Sulistyowati Irianto, GURU BESAR ANTROPOLOGI HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
Sumber
: KOMPAS, 4 Januari 2012
Sejak putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2009
mengakhiri status universitas sebagai badan hukum mandiri, terjadi debat yang
tidak berkesudahan tentang apakah universitas harus otonom atau tidak.
Di sinilah awal kekacauan tentang apakah
artinya ”otonomi” dalam perspektif kepentingan universitas sebagai lembaga
produksi dan reproduksi ilmu pengetahuan.
Otonomi sebagai suatu terminologi dalam ilmu
pengetahuan dikacaukan dengan pengertian awam sehingga timbul salah pengertian,
bahkan konflik, yang tak menguntungkan bagi kelangsungan pendidikan tinggi
Indonesia. Otonomi seperti apa yang dibutuhkan oleh universitas bagi
keberlangsungannya? Ada baiknya kita belajar dari Magna Charta Universitatum.
Para rektor universitas di Eropa berkumpul
dalam perayaan 800 tahun universitas tertua Bologna, tahun 1988, dan menetapkan
Magna Charta Universitatum. Mereka mempertimbangkan masa depan umat manusia
yang akan sangat bergantung pada perkembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
Penelitian yang dihasilkan universitas
dianggap sangat penting. Tanggung jawab universitas adalah menyebarluaskan ilmu
pengetahuan di kalangan generasi muda yang akan mengabdikan dirinya kepada
masyarakat dan bangsa.
Dalam konteks ini, universitas wajib mendidik
generasi muda dan mengajar mereka untuk menajamkan suara hati serta menghormati
prinsip dan nilai dasar tentang kebenaran dan kejujuran. Suara hati adalah
kepekaan untuk menimbang baik dan buruk, benar dan salah.
Prinsip
Dasar
Pertama, universitas adalah institusi sendi
dalam masyarakat yang harus dikelola secara khusus karena menghasilkan dan
menguji ilmu pengetahuan berdasarkan riset dan pengajaran. Oleh karena itu,
universitas harus otonom secara moral dan intelektual, terbebas dari otoritas
politik dan kekuasaan ekonomi.
Kedua, pengajaran dan riset universitas tak
dapat dipisahkan dari perkembangan kebutuhan dan panggilan masyarakat serta
kemajuan ilmu pengetahuan.
Ketiga, kebebasan dalam riset dan pengajaran
adalah prinsip dasar kehidupan universitas yang harus dihormati. Universitas
harus menjamin penolakan terhadap intoleransi, selalu terbuka terhadap dialog,
tempat ideal bertemunya para pengajar yang mampu mengomunikasikan ilmu
pengetahuan, serta sangat difasilitasi untuk mengembangkannya melalui riset dan
inovasi.
Universitas adalah tempat bagi mahasiswa yang
berhak, berkemampuan, dan berkeinginan memperkaya pemikirannya dengan ilmu
pengetahuan.
Keempat, universitas berada di garis depan
dalam pengembangan tradisi memuliakan kemanusiaan. Kepeduliannya secara konstan
ditujukan untuk mencapai ilmu pengetahuan universal dan memenuhi panggilannya
melampaui batas geografi, politik, dan mendukung kebutuhan vital untuk memahami
keberagaman budaya.
Untuk dapat mewujudkan prinsip dasar itu
dibutuhkan cara yang efektif, seperti menyediakan instrumen yang memadai untuk
menjamin kebebasan riset dan pengajaran; membuat regulasi dalam mengangkat
pengajar dan memperhatikan status kepegawaian mereka serta melindungi hak-hak
mahasiswa untuk bertukar informasi, bekerja sama dengan para pengajar dalam
kerja akademik.
Kasus
UI
Penyelesaian kasus Universitas Indonesia dikhawatirkan
akan berakhir dengan menjadikan UI sebagai satuan kerja Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Jika hal ini terjadi, runtuhlah simbol kejayaan dan prinsip
dasar kemandirian universitas. Kaum cerdik pandai universitas hanya akan
menjadi kepanjangan tangan kepentingan politik pemerintah, kemungkinan juga
partai politik. Lebih buruk lagi, preseden ini bisa diikuti oleh perguruan
tinggi negeri terkemuka lain di Indonesia.
Universitas adalah kekuatan moral. Oleh
karena itu, otonomi universitas haruslah dipertahankan demi kelangsungan
pendidikan tinggi untuk menghasilkan manusia Indonesia yang cerdas dan
berkarakter.
Otonomi dalam pengertian ini adalah
keseluruhan kemampuan institusi untuk mencapai misinya berdasarkan pilihannya
sendiri. Otonomi butuh kesempurnaan dalam bidang akademik, tata kelola, dan
manajemen keuangan. Jika hal itu tidak terjadi, otonomi telah disalahgunakan.
Otonomi universitas jangan sekali-kali
dikaitkan dengan komersialisasi pendidikan, tak menentunya nasib pegawai, dan
tata kelola universitas yang tidak terkontrol. Justru kemandirian universitas
harus menjamin kesejahteraan lahir batin setiap pengajarnya, tata kelola yang
baik dan intoleran terhadap korupsi dan penyimpangan.
Otonomi dan akuntabilitas adalah dua sisi
dari koin yang sama. Akuntabilitas memampukan institusi untuk meregulasi
kebebasan yang ada padanya dengan cara otonom. Untuk menjamin akuntabilitas dan
transparansi, perlu perubahan tata kelola yang mendasar dari tingkat
universitas, fakultas, sampai program studi secara menyeluruh.
Jika hal ini tak dilakukan, kita berutang
kepada generasi muda mahasiswa yang kelak akan menentukan arah bangsa dan
peradaban manusia secara global. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar