Mengintegrasikan
Penegakan Hukum
Muhammad Yusuf, KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI
KEUANGAN, KANDIDAT DOKTOR ILMU HUKUM, PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS
PADJADJARAN, BANDUNG
Sumber
: KORAN TEMPO, 28
Januari 2012
Perang
melawan pencucian uang perlu dikumandangkan! Upaya extraordinary harus
dilakukan dalam menghadapi kejahatan keuangan (financial crime) atau
kejahatan bermotif ekonomi yang telah menimbulkan kerugian yang sangat besar
dibanding kejahatan konvensional. Pengungkapan kasus-kasus bermotif ekonomi
tersebut akan lebih cepat, efektif, dan efisien jika para penegak hukum,
khususnya penyidik dan penuntut umum, baik di tingkat penyidikan maupun
prapenuntutan, menggunakan pendekatan follow the money.
Melalui
pendekatan ini, seseorang yang melakukan kejahatan keuangan, seperti korupsi
atau illegal logging, dan kemudian berupaya menyembunyikan asal-usul
hasil kejahatannya sehingga seolah-olah terlihat sebagai hasil bisnis yang sah,
dijerat tidak hanya dengan pidana sesuai dengan kejahatan asalnya, tapi juga
dijerat dengan kejahatan pencucian uang.
Terobosan
Tahun
2012 merupakan tahun kesepuluh sejak dikriminalisasinya perbuatan pencucian
uang di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang, yang kemudian diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003, dan saat
ini telah diganti dengan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kehadiran Undang-Undang Pencucian
Uang memberi asupan energi baru bagi penegakan hukum di Indonesia karena,
berdasarkan undang-undang ini, dapat dilakukan deteksi dan penelusuran hasil
kejahatan sekaligus mengungkap pihak-pihak yang terkait dengan transaksi
tersebut.
Di
Indonesia, pihak yang wajib melaporkan transaksi keuangan mencurigakan adalah
pihak pelapor (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun
2010), yang meliputi penyedia jasa keuangan dan penyedia barang dan/atau jasa
lain (PBJ). Untuk sementara ini, PBJ belum dibebani kewajiban pelaporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 UU Nomor 8 Tahun 2010. Kewajiban tersebut
akan diimplementasikan pada 2012.
Penelusuran
atas transaksi tersebut dimulai dari transaksi yang mencurigakan (tidak wajar)
sampai penarikan dana yang terkait dengan transaksi tersebut, termasuk juga
pemanfaatannya. Di beberapa negara lain, pendeteksian dan pelaporan dilakukan
juga oleh kalangan profesi tertentu, seperti pengacara dan akuntan publik.
Selanjutnya, laporan transaksi keuangan yang tidak wajar dilaporkan kepada otoritas
Financial Intelligence Unit, atau di Indonesia dikenal dengan Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta dilakukan analisis untuk
mengevaluasi dan memberi nilai tambah agar dapat bermanfaat bagi upaya
penegakan hukum.
Tak
hanya itu, dalam perang melawan pencucian uang diberikan juga beberapa
terobosan aspek hukum pada saat melakukan penyidikan, seperti adanya kewenangan
dalam rangka penelusuran atau permintaan informasi keuangan untuk melengkapi
hasil penyidikan dengan pengecualian rahasia bank dan kode etik yang lebih
luas. Juga adanya kewenangan penghentian dan penundaan transaksi dalam rangka
menyelamatkan aset hasil kejahatan untuk negara serta mekanisme non-conviction
based asset forfeiture (perampasan aset tanpa pemidanaan) dalam merampas
hasil kejahatan dan dimungkinkannya suatu perkara tindak pidana pencucian uang
diputus secara in absentia. Juga adanya penguatan ketentuan pembebanan
pembuktian terbalik pada saat pemeriksaan di pengadilan, dan aspek hukum
lainnya.
Evaluasi
Satu
dasawarsa kehadiran rezim antipencucian uang, di satu sisi memperlihatkan
capaian yang efektif, terutama dalam peningkatan kepatuhan dan kemampuan
pelapor dalam menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan (LKTM) dan
laporan transaksi keuangan tunai. Per bulan pelaporan LTKM pada 2011 meningkat
menjadi 1.685,2--meningkat sangat tajam dibanding tahun-tahun awal, yang
rata-rata per bulan hanya mencapai 10,3 LTKM pada 2002 dan 23,3 LTMK pada 2003.
Yang disampaikan PPATK kepada aparat penegak hukum sampai 31 Desember 2011
mencapai 1.873 hasil analisis.
Di
sisi penegakan hukum, masih banyak ditemukan kendala dalam tindak lanjut hasil
analisis oleh penyidik. Beberapa kendala yang dapat diinventarisasi berupa
kendala teknis dan nonteknis. Menurut penulis, berdasarkan pengalaman yang
cukup lama sebagai penyidik, kendala yang paling pokok adalah semangat dan
kemauan penyidik, di samping menyangkut pemahaman dan paradigma penyidik
berkaitan dengan hasil analisis PPATK.
Hasil
analisis PPATK hanya merupakan informasi intelijen keuangan (financial
intelligence), dan bukan merupakan alat bukti. Adapun hasil analisis PPATK
hanya berangkat dari transaksi yang menggunakan sarana penyedia jasa keuangan,
seperti bank. Dalam melakukan pengembangan, diharapkan tidak hanya berfokus
pada pemilik rekening, tapi juga terhadap pihak-pihak yang terkait dengan
transaksi yang dilakukan oleh pemilik rekening tersebut. Selanjutnya, dari
hasil pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait tersebut, penyidik/penyelidik
hendaknya meminta bantuan (kerja sama) dengan PPATK untuk menelusuri lebih jauh
lagi data atau informasi tentang sumber dana dan pihak lainnya yang terkait.
Selanjutnya,
kendala-kendala lain yang dihadapi penyidik di lapangan hendaknya dapat diatasi
melalui komunikasi secara lebih intensif antara penyelidik/penyidik dan PPATK.
Dengan pola seperti itu, tujuan penegakan hukum akan lebih dapat dioptimalkan
dengan hasil yang memuaskan bila syarat komunikasi tersebut dibarengi dengan
transparansi dan akuntabilitas kinerja.
Penutup
Keberadaan
rezim antipencucian uang yang memberi asupan informasi keuangan bagi penegak
hukum merupakan terobosan yang harus dimanfaatkan untuk menguatkan criminal
integrated justice system di Indonesia. Dalam penanganan setiap kasus
kejahatan terkait dengan keuangan, penyidik sudah seharusnya melengkapi diri
dengan informasi keuangan yang diperoleh melalui kerja sama dengan PPATK,
ataupun melalui sarana lainnya, misalnya memanfaatkan kemudahan yang diberikan
dalam Pasal 72 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, selain dilengkapi dengan informasi keuangan
lainnya, seperti informasi perpajakan dan laporan harta kekayaan pejabat
negara.
Satu
dasawarsa keberadaan rezim antipencucian uang diharapkan menjadi momentum bagi
semua pihak melakukan pembenahan. Selanjutnya, menguatkan kerja sama penegakan
hukum merupakan suatu keharusan. Ke depan sangat diharapkan kerja sama ini
semakin erat dilakukan, terutama bagi tindak lanjut hasil analisis yang
diberikan kepada penyidik. Dalam melakukan kerja sama, perlu dikedepankan unsur
kepercayaan (trust) dan komunikasi yang intensif. Tiap pihak harus
berpijak pada integritas yang dimiliki, serta tidak memiliki keraguan dalam
menjalin komunikasi dan kerja sama. Unsur ini merupakan motor penggerak kerja
sama.
Komunikasi
tersebut haruslah dilakukan dua arah atau komunikasi timbal balik (two-way
communication), sehingga terjadi transfer informasi di antara kedua pihak.
Unsur ketiga, saling mendukung, bersinergi dalam mencapai tujuan kerja sama.
Unsur lain adalah adanya semangat, komitmen, dan misi yang sama. Misalnya,
sebagai sesama abdi negara yang mempunyai tugas pokok dan fungsi memberantas
kejahatan serta memaksimalkan pengembalian kerugian negara yang dikorup oleh
oknum tertentu, maka seharusnya apabila penyidik tidak menemukan unsur pidana
atas rekening gendut yang dikirim oleh PPATK kepada mereka, hasil penyelidikan
atau penyidikan tersebut dipublikasikan sebagai bagian dari social control,
akuntabilitas, dan transparansi terhadap kinerja institusi penegak hukum
tersebut. Selanjutnya, penegak hukum tersebut memberitahukannya kepada Direktur
Jenderal Pajak bahwa transaksi itu tidak berindikasi pidana agar pajaknya
segera dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Kebutuhan akan
adanya kerja sama antarlembaga dalam penegakan hukum melalui pendekatan follow
the money ini merupakan suatu konsekuensi logis dari upaya mencapai cita-cita
luhur bangsa dan negara Indonesia, yaitu menciptakan kemakmuran yang berintikan
keadilan serta kepastian hukum. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar