Sabtu, 28 Januari 2012

Setelah Kader Parpol Out dari KPU


Setelah Kader Parpol Out dari KPU
Slamet Hariyanto, MAGISTER HUKUM LULUSAN UNAIR, DOSEN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HANG TUAH, SURABAYA
Sumber : JAWA POS, 28 Januari 2012



PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan pasal 11 huruf i dan pasal 85 huruf i UU No 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Pembatalan dua ketentuan pasal itu membuyarkan ambisi parpol untuk memasukkan kadernya dalam unsur penyelenggara pemilu, yakni KPU dan Bawaslu RI beserta jajaran mereka sampai tingkat daerah.

Putusan MK Nomor 81/PUU/-IX/2011 tersebut juga membuyarkan kesepakatan politik antara pemerintah dan parpol yang punya kursi di DPR, khususnya mengenai wakil mereka di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagaimana diatur dalam pasal 109 UU No 15/2011.

Dalam sejarahnya, memang penyelenggara pemilu pernah ditangani kader parpol dan wakil dari pemerintah, yakni Pemilu 1999. Kebetulan pelaksanaan pemilu pertama di era reformasi tersebut oleh banyak kalangan dinilai sebagai pemilu yang paling demokratis. Tentu saja tolok ukurnya dibandingkan dengan pemilu pada Orde Baru.

Anggapan itulah yang selalu dipakai sebagai alasan parpol untuk kembali menguasai KPU dan jajarannya agar diisi kader parpol. Keinginan memasukkan kader parpol ke KPU tersebut gagal saat persiapan Pemilu 2004 dam Pemilu 2009.

Kemudian, perkembangan dinamika politik di DPR ketika membahas dan mengesahkan UU No 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu sangat memungkinkan terlaksananya ambisi parpol untuk memasukkan kadernya ke KPU dan Bawaslu.

Hasilnya seperti yang dituangkan dalam pasal 11 huruf i, yakni syarat untuk menjadi anggota KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota adalah mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik, jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan jabatan di BUMN/BUMD saat mendaftar sebagai calon.

Substansi sama tertuang dalam pasal 85 huruf i, yakni syarat untuk menjadi anggota Bawaslu RI, bawaslu provinsi, panwaslu kabupaten/kota, panwaslu kecamatan, maupun pengawas pemilu lapangan. Pasal 11 huruf i dan pasal 85 huruf i itulah yang dibatalkan oleh putusan MK.

Pada ketentuan lain juga diatur keikutsertaan utusan parpol dan utusan pemerintah sebagaimana dituangkan dalam pasal 109 ayat 4 huruf c, d, dan e serta ayat 5. Ketentuan itu juga dibatalkan putusan MK.

Gagal kok Maju Lagi

Saat ini Panitia Seleksi Calon Anggota KPU (Pansel KPU) bekerja sesuai dengan tahap yang ditentukan. Publik mengharapkan, di tangan pansel itulah bakal muncul komposisi calon anggota KPU yang independen dan berkualitas, yang juga merupakan amanat undang-undang.

Tapi, soal calon berkualitas itu bukan sepenuhnya menjadi ranah pansel tersebut. Sebab, pansel itu tidak mungkin menyeleksi calon di luar yang sudah mendaftarkan diri. Ketika nama calon yang mendaftar diumumkan kepada publik, suara sumbang soal kualitas mereka sudah bermunculan.

Salah seorang tokoh yang meragukan kualitas calon anggota KPU itu adalah Chusnul Mariyah, anggota KPU pada Pemilu 2004. Chusnul mengkritik, kenapa ada tiga anggota KPU yang sekarang masih menjabat ternyata juga nekat ikut mendaftar lagi. Padahal, mereka bertiga dianggap Chusnul sebagai anggota KPU yang "gagal" mengantarkan pelaksanaan Pemilu 2009.

Para anggota Pansel KPU masih dinilai publik sebagai sosok yang tidak diragukan integritasnya. Dengan demikian, publik masih yakin bahwa pansel akan bekerja secara profesional untuk menyeleksi orang-orang terbaik meski terbatas dari pilihan calon anggota KPU yang sudah mendaftar dan lolos seluruh tahap seleksi.

Calon anggota KPU yang merupakan hasil pansel nanti masih harus melalui tahap "seleksi politik", yang barangkali publik harus maklum tentang muatan kepentingan politik dari tiap-tiap parpol lewat fraksi-fraksi di DPR. Ukuran independensi dan kualitas anggota KPU yang bakal dipilih tentu kembali lagi menjadi kewenangan fraksi-fraksi di DPR untuk menerjemahkan dalam bentuk keputusan akhir berupa rekomendasi kepada presiden untuk menetapkan anggota KPU definitif.

Itulah tantangan berat bagi anggota KPU terpilih. Meskipun, untuk menentukan pelaksanaan pemilu yang berkualitas, masih bergantung pada satu faktor lagi, yakni kualitas UU Pemilu yang kini digodok DPR dan pemerintah.

Semua sorotan terhadap anggota KPU terpilih itu hanya bisa dijawab dengan kerja keras dan profesionalitas. Anggota KPU terpilih nanti harus belajar dari pengalaman tentang kekurangan dan kelemahan pelaksanaan pemilu sebelumnya. Pemilu 1999 yang ditangani kader parpol pun punya sederet kelemahan. Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 yang KPU-nya independen pun begitu.

Calon anggota KPU yang sekarang ikut tahap seleksi di Pansel KPU harus punya pengetahuan dan gereget untuk mempelajari kelemahan pelaksanaan tiga kali pemilu terakhir itu. Kalau tidak, mereka juga tidak bisa diharapkan memiliki solusi terbaik untuk mengatasi kelemahan pemilu-pemilu lalu. Calon anggota KPU yang demikian itu disarankan mengundurkan diri sekarang juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar