Badai
Internal Demokrat
Syamsuddin Haris, KEPALA PUSAT PENELITIAN POLITIK LEMBAGA
ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI)
Sumber
: SINDO, 30
Januari 2012
Ketika kalangan media bertanya
kepada para elite Partai Demokrat tentang agenda dan hasil rapat Dewan Pembina
di kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,Puri Cikeas,Bogor, pekan lalu,hampir
tak satu pun keterangan yang persis sama satu sama lain.
Tokoh A bilang B,politisi C mengatakan D,dan menteri E menyatakan F.Apa sesungguhnya yang terjadi di internal Demokrat? Tampaknya sulit dipungkiri bahwa agenda pertemuan Cikeas, Selasa pekan lalu, memang terkait isu penting,yakni mengantisipasi berbagai pilihan politik jika Ketua Umum Demokrat,Anas Urbaningrum, benar-benar dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pasalnya, dugaan keterlibatan Anas dalam kasus suap pembangunan wisma atlet Palembang tak hanya “dinyanyikan” terus oleh Muhammad Nazaruddin, tetapi juga disebut dalam kesaksian Mindo Rosalina Manulang, salah seorang terdakwa, dan Yulianis, orang kepercayaan Nazar di Grup Permai yang dimiliki mantan Bendahara Umum Demokrat itu. Dewan Pembina Demokrat yang dipimpin Presiden SBY tentu merasa perlu mencari solusi politik terbaik apabila Anas terjerat perkara suap wisma atlet.
Mungkin karena begitu berisikonya dampak politik yang ditimbulkan bagi Demokrat jika hasil pertemuan Dewan Pembina dibeberkan secara publik,maka para peserta rapat Cikeas akhirnya memilih “bersilat lidah” kepada pekerja pers. Namun dilupakan oleh kalangan Demokrat, publik sebenarnya bisa “membaca” esensi pertemuan justru dari kesimpangsiuran keterangan para elite partai segitiga biru itu sendiri.Sekurangkurangnya publik menduga, badai politik internal tengah melanda partai yang digagas oleh SBY tersebut.
Skenario Pelengseran Anas
Kegelisahan kalangan Partai Demokrat pada umumnya, dan Dewan Pembina khususnya, bisa dipahami bukan hanya lantaran berbagai media menggoreng terus isu keterlibatan Anas dalam perkara suap wisma atlet dan kasus lainnya yang dituduhkan pada Nazaruddin. Faktor penting lain yang turut merisaukan kalangan Demokrat adalah fakta bahwa Ketua KPK yang baru,Abraham Samad, bukanlah pilihan para wakil Demokrat di DPR Senayan.
Itu artinya, Demokrat tidak bisa memastikan, apakah Anas bisa diselamatkan dari kemungkinan menjadi tersangka oleh KPK. Karena itu SBY selaku Ketua Dewan Pembina merasa perlu merumuskan skenario politik terbaik, baik sebelum maupun jika Anas benar-benar berstatus tersangka. Mengingat dampak buruknya bagi citra dan masa depan partai, skenario pelengseran Anas apa boleh buat harus diambil oleh Dewan Pembina Demokrat apabila proses hukum di KPK semakin mengarah pada penetapan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum 2004 ini sebagai tersangka.
Tiga skenario yang mungkin disiapkan bagi Anas di antaranya adalah: Pertama, penonaktifan sementara Anas sebagai ketua umum partai apabila KPK memutuskan untuk memanggil Anas sebagai saksi kasus suap wisma atlet atau perkara-perkara lain yang diungkap dan melibatkan Nazaruddin. Kedua, meminta Anas mundur dari posisinya sebagai pimpinan Partai Demokrat bila ada indikasi status Anas berubah dari saksi menjadi tersangka.Ketiga, penyelenggaraan kongres luar biasa jika Ketua Umum Demokrat tersebut akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Dirangkap SBY
Skenario ketiga tak terhindarkan oleh Demokrat jika Anas tidak bisa diselamatkan dari status tersangka oleh KPK. Sebagai parpol pengusung pemberantasan korupsi, tentu amat memalukan bagi Demokrat bila ketua umum partai tersangkut kasus suap dan korupsi.Walaupun demikian, kongres luar biasa bukanlah perkara mudah bagi konsolidasi internal Demokrat mengingat semakin dekatnya momentum Pemilu 2014. Di sisi lain tidak mudah pula bagi Partai Demokrat dan SBY selaku Ketua Dewan Pembina mengeksekusi skenario pertama dan kedua.
Pilihan pada skenario pertama dan kedua tidak hanya akan mengundang resistensi faksi pendukung Anas di internal Demokrat, tetapi juga potensial menimbulkan konflik internal jika pejabat sementara ketua umum berasal dari faksi yang saling bersaing di internal partai.Karena itu jika skenario pertama dan atau kedua diambil,maka satu-satunya pilihan yang aman bagi Partai Demokrat adalah membiarkan posisi ketua umum partai dirangkap oleh SBY selaku Ketua Dewan Pembina hingga berlangsung kongres berikutnya.
Persoalannya, apakah Anas akan dipanggil sebagai saksi dan pada akhirnya menjadi tersangka kasus suap wisma atlet atau perkara lainnya, tentu berpulang kepada kemampuan KPK memastikan bukti hukum keterlibatan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam tersebut. Oleh karena itu, terlepas berbagai skenario yang disiapkan Dewan Pembina,terbongkarnya kasus suap wisma atlet tampaknya membuat Partai Demokrat semakin terpuruk.Merosotnya popularitas Demokrat di mata publik seperti direkam sejumlah lembaga survei beberapa waktu lalu mengindikasikan hal itu.
Ketika parpol lain mulai sibuk bersolek, mengonsolidasikan diri, dan bahkan menyiapkan para calon presiden menjelang pemilu mendatang, Partai Demokrat tampaknya masih akan terus dilanda badai politik internal. Badai itu berpeluang menjadi tsunami politik ketika Anas tidak bisa diselamatkan. Barangkali inilah ongkos politik yang harus dibayar tunai oleh setiap parpol berkuasa yang akhirnya lupa diri dan mabuk kekuasaan. Lalu,masih beranikah Partai Demokrat berkampanye “katakan tidak pada korupsi” jika beberapa orang pengurusnya dijerat pasal suap dan korupsi? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar