Senin, 30 Januari 2012

UUD 1945, Amandemen, dan Masa Depan Bangsa


UUD 1945, Amandemen, dan Masa Depan Bangsa
A. Hasyim Muzadi, SEKJEN INTERNATIONAL CONFERENCE OF ISLAMIC SCHOLARS (ICIS), MANTAN KETUA UMUM PBNU
Sumber : SINDO, 30 Januari 2012




International Conference of Islamic Scholars (ICIS) bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menggelar Pekan Konstitusi 30 Januari-4 Desember, di Jakarta.

Lebih dari 50 tokoh nasional akan hadir sebagai pembicara dalam kegiatan yang diformat dalam bentuk seminar dan dialog ini. Gagasan menggelar kegiatan tersebut bermula ketika beberapa waktu lalu,DPD RI menawarkan kerja sama dengan ICIS perihal pembahasan tentang konstitusi, serta rencana DPDmengusulkan amendemen ke-5 kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Kemudian, penulis sebagai Sekjen ICIS menjawab, jika rencana DPD itu hanya untuk kepentingan DPD sendiri, maka ICIS tidak sanggup.

Namun, jika DPD bersedia berpikir dan berbuat untuk kepentingan seluruh bangsa dalam hal membicarakan konstitusi, maka ICIS akan membantu sepenuhnya. Lantas, DPD menyanggupi bahwa amendemen itu untuk kepentingan seluruh bangsa. Setelah itu, ICIS berusaha menghubungi para tokoh bangsa yang mempunyai kepedulian dan pandangan terhadap konstitusi.Ternyata,mayoritas tokoh yang dihubungi merespons positif dan bersedia hadir. Para tokoh bangsa sejak lama banyak yang resah dengan situasi bangsa saat ini.Jumlahnya pihak yang resah ini lebih banyak ketimbang tokoh bangsa yang tenang menikmati keadaan yang ada.

Sekarang ini, di kalangan tokoh bangsa,banyak sekali visi dan versi tentang konstitusi pasca empat kali amendemen UUD 1945. Penulis mengklasifikasikan para tokoh ini dalam tujuh kelompok. Pertama, kelompok penggagas dan pelaku amendemen. Kedua, kelompok yang ingin adanya kaji ulang terhadap konstitusi saat ini. Ketiga, kelompok yang ingin adanya restorasi sistem ketatanegaraan.Keempat, kelompok yang ikut membangun reformasi, namun tidak menduga ternyata hasilnya seperti sekarang ini.

Kelimakelompok yang ingin kembali ke UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Keenam, kelompok yang menilai perubahan UUD 1945 hanya pada pasal-pasal yang mendesak dan dilakukan dengan mekanisme adendum. Ketujuh,kelompok yang menginginkan agar konstitusi pasca amendemen keempat tetap dipertahankan.

Momentum

Karut-marut sistem ketatanegaraan kini tidak hanya dirasakan DPD,tapi oleh hampir semua orang yang masih memiliki hati nurani, yang mencintai bangsa ini, dan tidak ingin bangsa ini berlayar tanpa kompas dan layar. Karena itu, momentumnya tepat dan sudah saatnya tokoh-tokoh bangsa bertemu. Namun, pertemuan itu bukan hanya membicarakan kasus per kasus yang berpindahpindah dan melelahkan.

Tapi perlu merunut akar masalahnya secara lebih strategis, sehingga ditemukan perbaikanperbaikan yang strategis pula. Kondisi masyarakat saat ini terasa seperti terjadi stres sosial, baik dalam bidang ekonomi, politik, hukum, pendidikan, kesehatan maupun hak asasi manusia (HAM). Belum lagi hantaman bencana yang terus menerus terjadi di tempat yang berpindah-pindah. Dalam berbagai diskusi para tokoh bangsa,banyak pertanyaan seputar konstitusi Indonesia saat ini.

Di antara pertanyaan yang kerap muncul, apakah sistem yang kita pakai sekarang ini sudah sesuai dengan nilai dan ideologi Negara Pancasila? Apakah tata hubungan, antara sistem kenegaraan dengan kepentingan negara telah menjamin keselamatan dan pengembangan bangsa ke depan? Bangsa Indonesia kini berada pada alam demokrasi dan keterbukaan yang selama 12 tahun terakhir telah mengubah keadaan Indonesia, dibanding masa sebelumnya.

Perubahan itu cukup mendasar baik di dalam unsur-unsur kemasyarakatan dan kebangsaan di Indonesia sendiri, maupun tata hubungan Indonesia dengan dunia global. Keterbukaan yang sangat luas itu membawa pengaruh positif dan negatif terhadap bangsa. Dampak positifnya dapat dilihat dari kreativitas dan dinamika,serta kebebasan yang meningkat, termasuk di dalamnya kebebasan menyampaikan pendapat. Namun, pengaruh kebebasan itu, jika tidak diimbangi dengan rasa tanggung jawab kebangsaan, dapat membuahkan kebebasan yang tidak efektif bagi kemaslahatan dan kemajuan bangsa.

Keadaan semacam ini juga tidak menghasilkan kemakmuran, keadilan, persamaan hak dan kesetaraan dalam masyarakat. Sementara pengaruh dari luar yang masuk ke Indonesia secara komprehensif baik ideologi, politik, ekonomi, budaya, pertahanan, dan ketahanan nasional belum dengan sendirinya dapat diantisipasi secara baik oleh sistem kenegaraan dan ketahanan karakter masyarakat.

Di dalam sebuah Negara, di mana ekonomi riil relatif mandek yang diikuti dengan pengumpulan kekayaan oleh sebagian orang, akan mengakibatkan banyaknya pengangguran dan sulitnya orang mencari rezeki.Kemudian kondisi ini membuat mereka melakukan apa saja dalam mencari rezeki, baik cara halal maupun haram. Maka terjadilah ketimpangan yang tidak hanya merusak ekonomi, tapi merusak bidang lain dalam tata kenegaraan. Apalagi kini dalam perikehidupan kemasyarakatan dan negara senantiasa dimulai dari langkah transaksional seperti lazimnya jual beli.

Transaksional ini bukan hanya melanda bidang ekonomi tapi melanda bidang politik, hukum, pendidikan, regulasi dan lainlainnya. Sehingga sesungguhnya tidak mengherankan jika formulasi hukum belum menghasilkan keadilan, proses politik belum menghasilkan proses amanah dan penataan kepentingan kemasyarakatan, teori ekonomi belum menghasilkan kemakmuran dan pemerataan, proses pendidikan formal belum menghasilkan karakter.

Bahkan, nilai agama pun terdesak kepinggir karena kebutuhan- kebutuhan dunia. Karena itu, tokoh bangsa perlu segera turun tangan untuk mencari solusi secara konstitusional, sebelum stres sosial berubah menjadi anarki, benturan, dan kekacauan yang merata di seluruh Indonesia. Menghindari anarki adalah tanggung jawab tokoh-tokoh bangsa, sebelum anarki dan bahkan revolusi terjadi, karena risikonya akan semakin besar. Peran ICIS hanya menyambungkan pendapat para tokoh dari pada menunggu terjadinya chaos.

Hasil pekan konstitusi ini diharapkan menjadi pembahasan dan renungan bersama untuk kemaslahatan bangsa, tidak terkotak-kotak dalam kepentingan kelompok, partai, dan visi subyektif. Dengan Pekan Konstitusi ini, para tokoh bangsa diharapkan dapat melihat keadaan secara jujur,dan menyampaikan pandangannya sesuai dengan hati nurani agar negara kita selamat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar