Kamis, 26 Januari 2012

Lembaga Pemeringkat, Dapatkah Dipercaya?


Lembaga Pemeringkat, Dapatkah Dipercaya?
Thee Kian Wie, STAF AHLI PUSAT PENELITIAN EKONOMI (P2E) LIPI
Sumber : KOMPAS, 26 Januari 2012

Harian Kompas (20/1/2012) melaporkan bahwa pada akhir Desember 2011 lembaga pemeringkat Fitch Rating Agency telah menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status yang ”layak investasi” (investment grade).

Fitch menaikkan peringkat untuk utang jangka panjang Indonesia dalam valuta asing dari BB+ menjadi BBB- dengan prediksi stabil. Penetapan ”layak investasi” dari Fitch baru-baru ini diikuti oleh lembaga pemeringkat Moody’s Corporation yang menaikkan peringkat utang Indonesia dari Ba1 menjadi Baa3 dengan prediksi stabil.

Penetapan status layak investasi oleh lembaga pemeringkat Fitch dan Moody’s mencerminkan kepercayaan para investor mancanegara karena kemajuan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir yang dimungkinkan karena Pemerintah Indonesia telah bekerja keras untuk mempertahankan stabilitas makroekonomi, terutama dengan mengendalikan laju inflasi dan menekan defisit anggaran pemerintah, mengurangi nisbah utang pemerintah terhadap produk domestik bruto, serta memperbaiki iklim usaha Indonesia.

Oleh karena itu, diharapkan Indonesia dalam waktu dekat mendapat status A tunggal (single A), yaitu Aaa oleh Moody’s Corporation, yang mencerminkan kepercayaan bahwa risiko utang adalah paling rendah atau AAA – AA yang mencerminkan risiko terendah dalam hal kegagalan dalam membayar utang.

Dampak ke Arus Modal

Menurut Kepala BKPM, dengan reformasi birokrasi yang sedang dan akan terus dilakukan, tren ke depan akan semakin positif. Hal ini jelas tecermin dari semakin derasnya arus modal asing langsung (foreign direct investment/FDI) yang akhir-akir ini masuk ke Indonesia. Menurut BKPM, pada 2011 arus FDI yang masuk Indonesia meningkat 18,4 persen dibandingkan 2010 menjadi 19,3 miliar dollar AS.

Perkembangan ini tentu sangat menggembirakan, akan tetapi pertanyaan juga timbul sampai seberapa jauh penilaian lembaga pemeringkat dapat dipercayai? Sewaktu pada 2008 krisis finansial global meletus, berbagai pihak melontarkan kritik terhadap lembaga pemeringkat. Kritik dilontarkan karena mereka telah memberikan penilaian yang baik, yaitu peringkat AAA, bagi pinjaman yang didasarkan atas analisis historis dari probabilitas kredit macet yang telah diberikan oleh bank-bank yang mengeluarkan sekuritas (saham) tanpa mereka menyediakan dana sendiri untuk mendukung pemeringkat mereka.

Penyelidikan yang dilakukan oleh Komisi Penyelidikan Krisis Finansial (Financial Crisis Inquiry Commission) AS secara meyakinkan mengaitkan kegagalan lembaga pemeringkat dalam mengidentifikasikan sekuritas yang didasarkan atas hipotek (mortgage-based securities), yang sebelumnya mendapat peringkat tinggi, tetapi kemudian terpaksa diberikan peringkat rendah menyusul merosotnya pasar perumahan di AS 2006-2007.

Probabilitas Kebangkrutan

Mengukur ketelitian pemeringkat kredit memang sangat sulit. Menurut kajian tentang lembaga pemeringkat yang ditulis Nicolas Veron dan diterbitkan Peterson Institute of International Economics yang berkedudukan di Washington DC, AS, mengukur ketelitian pemeringkat memang sangat sulit karena didasarkan atas probabilitas. Suatu lembaga keuangan yang mengeluarkan sekuritas, yang dinilai buruk oleh lembaga pemeringkat, bisa menghindari diri dari kebangkrutan meskipun probabilitas kebangkrutan tinggi.

Di sisi lain suatu lembaga keuangan yang mendapat penilaian baik oleh lembaga pemeringkat bisa mengalami kebangkrutan meskipun probabilitas untuk ini rendah. Mutu pemeringkat memang hanya bisa diukur atas dasar penilaian rata-rata dari berbagai pemeringkat yang didasarkan atas hukum angka-angka tinggi (law of large numbers).

Lagi pula, menurut beberapa lembaga pemeringkat, pemeringkat mereka hanya mengukur probabilitas kebangkrutan relatif, bukan kebangkrutan absolut. Peringkat AA mencerminkan probabilitas kebangkrutan yang lebih rendah ketimbang BBB, tetapi lembaga pemeringkat tidak menyajikan perkiraan yang jelas dari berbagai probabilitas ini.

Hal ini karena lembaga pemeringkat kurang mengalokasikan waktu dan sumber daya untuk menganalisis transaksi individual yang didasarkan atas analisis makroekonomi yang tajam. Jika lembaga pemeringkat telah melakukan ini, mereka akan mengetahui ada kemungkinan besar pasar properti di AS pada 2007-2008 akan mengalami kontraksi tajam.

Sejak awal krisis finansial global, lembaga-lembaga pemeringkat dikecam karena sering memberikan peringkat yang rendah pada waktu yang tidak tepat sehingga mengakibatkan pergeseran yang tiba-tiba dalam pandangan para investor yang bisa memperparah keadaan. Lagipula, kegiatan lembaga pemeringkat tidak diatur oleh Pemerintah AS ataupun Pemerintah Indonesia. Karena alasan ini, Pemerintah AS, Jepang, Australia, dan Hongkong kini mengeluarkan kerangka regulasi yang ketat atas lembaga pemeringkat ini.

Sistem finansial mancanegara, termasuk di Indonesia, memang memerlukan perkiraan risiko finansial yang lebih baik daripada yang akhir-akhir ini dilakukan oleh lembaga pemeringkat. Di sini pentingnya informasi publik yang lebih lengkap dan komprehensif tentang risiko finansial dari lembaga-lembaga yang mengeluarkan saham dan obligasi sehingga tak perlu lagi intermediasi dari lembaga pemeringkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar