Pilpres
AS dan Masa Depan Dunia
Wasisto Raharjo Jati, ANALIS POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK
FISIPOL UGM
Sumber
: SUARA KARYA, 31
Januari 2012
Putaran Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS)
tahun 2012 telah dimulai dengan dilangsungkannya kaukus Iowa untuk menentukan
urutan kandidasi calon presiden dari Partai Republik untuk menantang Barrack
Obama dari Partai Demokrat pada pemilu tingkat federal, November mendatang.
Adapun hasil Pilpes AS 2012 dipandang penting terkait proyeksi masa depan dunia
mengingat setiap kebijakan luar negeri AS secara hegemonik sangat berpengaruh
secara universal ke segala penjuru dunia.
Pilpres AS mendapatkan animo perhatian luas dari publik dunia
untuk menilai dan memprediksi ke manakah kiblat orientasi politik AS dalam
empat tahun ke depannya. Tentunya hal ini dapat terbaca dari karakteristik
partai politik pengusung capres tersebut, yakni Partai Demokrat dan Partai
Republik. Sebagaimana ditulis oleh Lipset (2006) dalam Political Man, Demokrat
membawa semangat egaliteranisme, humanisme, anti konservatisme, inklusif, dan
menekankan aspek pendekatan realisme (reality). Sementara rivalnya, Republik
mencerminkan sikap esklusifisme, konservatisme, pro-Israel, liberalistik, dan menekankan
aspek pendekatan keamanan (security). Dua karakter ini mewakili geopolitik
dalam negeri AS. Republik mempunyai basis pemilih yang kuat di negara-negara
bagian utara yang notabene merupakan kawasan industri sehingga mencerminkan
semangat kapitalisme. Sedangkan Demokrat mempunyai basis kuat di negara-negara
bagian selatan yang merupakan basis pekerja dan imigran sehingga mencerminkan
semangat sosialis demokrat. Oleh karena itulah, Pilpres yang didasari atas
perbedaan geopolitik AS antara divergensi Utara - Selatan dan Kapitalisme -
Sosial Demokrat sering kali merefleksikan miniatur kutub politik dunia secara
global.
Ke depan kebijakan luar negeri AS akan menempuh pendekatan
realisme (reality) Demokrat atau pendekatan keamanan (security) Republik. Kebijakan
tersebut mempunyai andil besar dalam membentuk proyeksi masa depan dunia. Dalam
hal ini, pendekatan realistik lebih mentikberatkan pada dinamika dunia yang
sedang berlangsung maupun isu-isu global kontemporer yang tengah menghangat. AS
tidaklah ditempatkan sebagai negara adidaya yang egois dan mendikte, melainkan
sebagai negara mitra kerja yang sejajar dengan negara lainnya. AS cenderung
melakukan proses dialog dan perundingan untuk memecahkan masalah.
Adapun pendekatan keamanan (security) merupakan kebalikannya,
yakni menempatkan AS sebagai negara adidaya dengan kepentingan nasional di atas
segala-galanya. AS diposisikan sebagai polisi dunia (global cops) untuk memberi
jaminan kemanan atas seluruh dunia dengan menempatkan personil militernya ke
segala penjuru dunia.
Melalui mekanisme stick and carrot, kebijakan luar negeri AS
sifatnya lebih mendikte. Negara-negara yang menjadi kawan akan diberi bantuan
ekonomi maupun militer. Sementara negara-negara yang dianggap berseberangan
akan diberi sanksi embargo, bahkan jika perlu invasi militer seperti halnya di
Vietnam, Irak, maupun Afganistan.
Kedua poros pendekatan luar negeri AS tersebut makin kentara dan
terlihat jelas dalam dua dekade terakhir ini paska tumbangnya Uni Soviet pada
1991 melalui kepemimpinan Clinton, George W Bush, maupun Obama.
Bill Clinton dari Demokrat semasa menjabat Presiden AS dalam kurun
waktu 1992-2001 telah membuat dunia semakin damai. Ia pun melakukan banyak
terobosan demi ercapainya perdamaian dunia, seperti halnya bertindak sebagai
juru runding antara Serbia dan Krosia pada Perang Balkan tahun 1995. Clinton
juga tampil sebagai inisiator perjanjian Camp David II yang mempertemukan
Yitzhak Rabin dari Israel dan Yasser Arafat (Palestina) dengan menghasilkan
perjanjian mengenai penarikan pasukan Israel dari Tepi Barat maupun Jalur Gaza.
Kepemimpinan Clinton mampu pula menghasilkan traktat anti rudal balistik dengan
Boris Yeltsin untuk mencegah perang lintas benua.
George W Bush dari Republik sendiri dipandang membawa dunia menuju
arah katastropik dan destruktif dengan menciptakan slogan 'poros kejahatan'
(axis of evil) bagi Iran, Irak, Korea Utara, maupun Venezuela. Ia juga dituduh
melakukan kebohongan mengenai senjata pemusnah massal di Irak. Kemudian,
melipatgandakan anggaran militer yang dananya diambil dari uang korporasi AS
sehingga menimbulkan bencana krisis global pada tahun 2008 hingga sekarang ini.
Bush sendiri juga menggelorakan Perang Teluk III dengan menggempur
Irak dan Afghanistan dengan dalih memerangi teroris. Padahal, diduga sejatinya
AS hanya ingin menguasai minyak mentah di negara-negara itu. Selama Bush
berkuasa, Israel merupakan poros utama kebijakan luar negeri untuk mengawasi
pergerakan Iran.
Obama (Demokrat) sendiri mengarahkan kiblat baru politik luar
negeri AS menuju Asia sebagai kawasan ekonomi berkembang. bagi Obama, Asia
merupakan kawasan strategis untuk memperkuat lobi kuasa AS maupun memperkuat
kegiatan ekspor-impor AS karena wilayah Asia yang dianggap potensial karena
kaya penduduk. Obama sendiri lebih banyak berdialog terutama dalam kasus Korea
Utara, Iran, Israel dan Palestina maupun perdagangan dunia. Obama berusaha
bersikap realistis untuk menyelamatkan keuangan global sekaligus menghindarkan
AS keluar dari krisis dengan lebih menitikberatkan diplomasi ekonomi ketimbang
politik. Penarikan pasukan dari Irak untuk mengakhiri operasi militer merupakan
contoh sikap politis pasifis untuk menghindari perang karena hanya akan
menciptakan penderitaan dan dendam.
Maka, patut dicermati dan disimak hasil Pilpres AS 2012 ini.
Apakah Demokrat dapat mempertahankan kekuasaannya ataukah Republik yang akan
memenangkan Pilpres. Masa depan dunia 2012-2016 sangatlah tergantung pada hasil
Pilpres tersebut. Dengan atau tanpa AS, kita sebagai masyarakat dunia tentunya
menginginkan dapat melihat masa depan dunia yang damai dan cerah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar