Tembakau
dan Keretek Kita
M. Sobary, ESAIS, ANGGOTA PENGURUS MASYARAKAT BANGGA
PRODUK INDONESIA
Sumber
: SINDO, 28
Januari 2012
Pemerintah dan rakyat itu dua pihak
yang fungsinya berbeda, tapi sama dalam beberapa hal. Kedua pihak itu warga
negara Indonesia,kedua pihak berasal dari lingkungan masyarakat yang memiliki
aspirasi umum yang sama dan kedua pihak juga menjunjung tinggi politik
kenegaraan yang sama.
Selebihnya mereka memandang sama
bahwa setiap warga negara berhak memperoleh lapangan kerja yang layak bagi
kehidupannya.Kemudian mereka juga memandang sama bahwa pemerintah wajib
menyediakan lapangan kerja bagi seluruh rakyat.Yang terakhir, kedua pihak pun
berbicara dalam semangat politik dan kemanusiaan yang sama ketika membahas
gagasan bahwa pemerintah harus memberi perlindungan yang adil bagi seluruh
rakyat. Dalam tata pemerintahan, kesamaan-kesamaan yang jelas itu mentah
lagi.Perdebatan bisa terjadi karena perundangundangan atau aturan yang lebih
teknis, dan lebih rendah terjadi tumpang tindih.
Dan aneka macam kepentingan politik pribadi, kepentingan golongan atau kepentingan partai yang menjengkelkan, bisa membelokkan kewajiban itu. Dan rakyat terlantar. Perlindungan terhadap kelompok profesi, juga kelompok- kelompok petani yang sangat banyak jumlah dan variasinya, juga terabaikan.Selama masa jabatan Mari Elka Pangestu, lima tahun yang panjang antara tahun 2004 hingga 2009 sebagai menteri Perdagangan, mandat konstitusi itu hancur luluh seperti sampah dan bebusukan yang dicampakkan ke tempat-tempat kotor.
Kita negara kepulauan yang kaya akan petani garam, dengan kualitas garam yang bagus, tapi menteri itu mengimpor garam Australia. Ini bukan hanya pelanggaran yang begitu gegabah terhadap konstitusi, tetapi juga meremehkan keahlian bangsanya sendiri. Dia memperkaya bangsa asing dan mencekik leher bangsanya sendiri.Tapi bosnya membolehkan.Bahkan untuk Mari, disediakan jabatan baru yang tak ada juntrungannya semata karena sayang. Gosip yang tak enak beredar di masyarakat bahwa Mari itu ketua kamar dagang negeri China. Gosip tidak akan muncul dalam hampa,sama seperti asap tak akan mengepul kalau tanpa api.
Tembakau dan Keretek
Siapa yang melindungi petani tembakau? Menteri Pertanian? Menteri Perdagangan? Kedua menteri harus bergabung untuk merumuskan kebijakan yang adil bagi kemanusiaan, terutama bagi petani tembakau? Kebijakan impor tembakau, yang cenderung makin besar, apa artinya bila bukan menggencet nasib petani? Apa kepentingan kebijakan itu bila bukan kepentingan politik ekonomi jangka pendek,untuk kesenangan mereka sendiri? Petani diam saja melihat kebijakan itu.
Bagi mereka yang penting, impor itu tidak memukul harga tembakau mereka di pasaran.Petani kita baik hati, dan toleran. Jika ketua Asosiasi Petani Tembakau (Apti) Jawa Tengah, Wisnu Brata, tidak khilaf, lahan tembakau kita itu kira-kira 200 ribu hektar.Produk kita sekitar 150 ribu ton.Tahun 2003 dulu tembakau impor kita hanya 29 ribu ton.Tapi impor tembakau kita saat ini melonjak menjadi 180 ribu ton.
Ismanu Sumiran, ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia, (Gappri) mengatakan problem yang kini kita hadapi akibat impor tembakau itu merupakan paket sebab akibat dari peraturan pemerintah (PP 19 yang merupakan revisi PP 38),yang menekankan bahwa produk keretek harus rendah nikotin. Maka dibuatlah produk macam itu dengan tembakau impor.Makin lama makin jelas bahwa sudah ada desain yang sengaja dibuat demikian. Wisnu Brata berpendapat bahwa jika pemerintah memihak kepentingan petani, impor tak perlu ada.
Bikin saja riset dan kebijakan teknologi yang jelas, agar kita bisa menghasilkan jenis dan kualitas tembakau seperti yang diimpor itu. Kita tanam sendiri di sini,dan impor tak diperlukan. Tapi yang terjadi sebaliknya. Kebijakan tak dirumuskan. Riset pun tak pernah dilakukan. Itu sudah mengecewakan. Dan Wisnu lebih kecewa lagi ketika muncul kebijakan alih tanam dari tembakau ke nontembakau, yang bertentangan dengan aspirasi yang lebih luhur,agar tak perlu impor tembakau tadi.
Ismanu Sumiran,menyatakan dengan nada penyesalan bahwa bila suatu kebijakan dibuat begitu saja tanpa melibatkan para pelaku—seperti kebijakan impor tembakau tadi—hasilnya hanya kontra produktif. Seorang aktivis yang paham perkara keretek, tembakau dan kehidupan petani tembakau di berbadai daerah di negeri kita, mengatakan bahwa petani kita tak pernah risau terhadap kebijakan impor itu. Yang penting bagi petani, “taste”, rasa keretek kita tetap menggambarkan “taste”yang dulu, yang menggambarkan dominasi tembakau kita sendiri. Dengan kata lain, tembakau impor tak boleh merajalela dan menguasai “taste” keretek kita.
Petani kita baik hati.Tidak mudah meletup dalam kemarahan. Tidak keburu protes yang tak jelas. Jumadi, dulu aktivis, dan pendukung PDIP yang gigih dari desa Lamuk, juga mengatakan hal yang sama.Petani belum punya rancangan niat untuk protes,demo atau perlawanan lain karena kebijakan impor itu.Tapi kalau organisasi petani memandang sudah waktunya kita demo,maka kita demo. “Kami tahu apa yang berguna dan yang tidak”. kata Jumadi lagi.
Pemerintah memang memerintah untuk hal lain, dan bukan untuk melindungi rakyat. Perlindungan kepada rakyat dan petani, sangat tidak jelas.Hak-hak politik ekonomi dan kebudayaan rakyat diabaikan begitu saja.Ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Kita adakan suatu forum terbuka, yang namanya bukan demo, dan bukan berarti petani mendemo pemerintah yang terhormat. Di sana dibuka peluang merumuskan kebijakan yang menggambarkan semangat “people based development”. Jika ditambah semangat kerakyatan seperti disebut Ismanu Sumiran di atas, hasilnya akan hebat.
Manunggaling semangat rakyat dan pemerintah itu akan merupakan cerminan puncak karya bangsa yang monumental dan akan selalu dikenang sebagai warisan kebudayaan yang penting. Mendengar suara rakyat tak akan pernah membuat orang menganggap pemerintah bodoh. Sebaliknya, pemerintah akan dikenang karena sikapnya yang aspiratif dan serius mengamalkan mandat konstitusi. Ini bentuk kemuliaan. Jangan sampai orang menjadi aspiratif, dan kelihatan demokratis hanya sesudah pensiun.
Menteri sudah bukan lagi menteri, gubernur sudah menjadi tua dan kisut,dan hanya tinggal bisa berbicara hal-hal ideal. Keduanya sudah tak berkuasa tapi ingin melakukan yang ideal, dengan linangan air mata. Tata pemerintahan, cara mengurus bangsa, yang terbuka, di mana-mana melibatkan partisipasi rakyat.Konsekuensi sistem yang mengadopsi demokrasi tak bisa lain dari itu.Pemerintah akan pensiun. Jabatan akan berakhir. Tapi rakyat abadi. Presiden bisa diganti,atau mati.Menteri bisa diganti.
Tapi rakyat tidak.Rakyat tak pernah tergantikan. Rakyat adalah rakyat, seperti mungkin petani adalah petani. Bila mereka bangga akan tembakau dan keretek yang mereka produksi, kita jaga tembakau mereka,dan keretek mereka. Tembakau kita, keretek kita,kebanggaan kita. ●
Dan aneka macam kepentingan politik pribadi, kepentingan golongan atau kepentingan partai yang menjengkelkan, bisa membelokkan kewajiban itu. Dan rakyat terlantar. Perlindungan terhadap kelompok profesi, juga kelompok- kelompok petani yang sangat banyak jumlah dan variasinya, juga terabaikan.Selama masa jabatan Mari Elka Pangestu, lima tahun yang panjang antara tahun 2004 hingga 2009 sebagai menteri Perdagangan, mandat konstitusi itu hancur luluh seperti sampah dan bebusukan yang dicampakkan ke tempat-tempat kotor.
Kita negara kepulauan yang kaya akan petani garam, dengan kualitas garam yang bagus, tapi menteri itu mengimpor garam Australia. Ini bukan hanya pelanggaran yang begitu gegabah terhadap konstitusi, tetapi juga meremehkan keahlian bangsanya sendiri. Dia memperkaya bangsa asing dan mencekik leher bangsanya sendiri.Tapi bosnya membolehkan.Bahkan untuk Mari, disediakan jabatan baru yang tak ada juntrungannya semata karena sayang. Gosip yang tak enak beredar di masyarakat bahwa Mari itu ketua kamar dagang negeri China. Gosip tidak akan muncul dalam hampa,sama seperti asap tak akan mengepul kalau tanpa api.
Tembakau dan Keretek
Siapa yang melindungi petani tembakau? Menteri Pertanian? Menteri Perdagangan? Kedua menteri harus bergabung untuk merumuskan kebijakan yang adil bagi kemanusiaan, terutama bagi petani tembakau? Kebijakan impor tembakau, yang cenderung makin besar, apa artinya bila bukan menggencet nasib petani? Apa kepentingan kebijakan itu bila bukan kepentingan politik ekonomi jangka pendek,untuk kesenangan mereka sendiri? Petani diam saja melihat kebijakan itu.
Bagi mereka yang penting, impor itu tidak memukul harga tembakau mereka di pasaran.Petani kita baik hati, dan toleran. Jika ketua Asosiasi Petani Tembakau (Apti) Jawa Tengah, Wisnu Brata, tidak khilaf, lahan tembakau kita itu kira-kira 200 ribu hektar.Produk kita sekitar 150 ribu ton.Tahun 2003 dulu tembakau impor kita hanya 29 ribu ton.Tapi impor tembakau kita saat ini melonjak menjadi 180 ribu ton.
Ismanu Sumiran, ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia, (Gappri) mengatakan problem yang kini kita hadapi akibat impor tembakau itu merupakan paket sebab akibat dari peraturan pemerintah (PP 19 yang merupakan revisi PP 38),yang menekankan bahwa produk keretek harus rendah nikotin. Maka dibuatlah produk macam itu dengan tembakau impor.Makin lama makin jelas bahwa sudah ada desain yang sengaja dibuat demikian. Wisnu Brata berpendapat bahwa jika pemerintah memihak kepentingan petani, impor tak perlu ada.
Bikin saja riset dan kebijakan teknologi yang jelas, agar kita bisa menghasilkan jenis dan kualitas tembakau seperti yang diimpor itu. Kita tanam sendiri di sini,dan impor tak diperlukan. Tapi yang terjadi sebaliknya. Kebijakan tak dirumuskan. Riset pun tak pernah dilakukan. Itu sudah mengecewakan. Dan Wisnu lebih kecewa lagi ketika muncul kebijakan alih tanam dari tembakau ke nontembakau, yang bertentangan dengan aspirasi yang lebih luhur,agar tak perlu impor tembakau tadi.
Ismanu Sumiran,menyatakan dengan nada penyesalan bahwa bila suatu kebijakan dibuat begitu saja tanpa melibatkan para pelaku—seperti kebijakan impor tembakau tadi—hasilnya hanya kontra produktif. Seorang aktivis yang paham perkara keretek, tembakau dan kehidupan petani tembakau di berbadai daerah di negeri kita, mengatakan bahwa petani kita tak pernah risau terhadap kebijakan impor itu. Yang penting bagi petani, “taste”, rasa keretek kita tetap menggambarkan “taste”yang dulu, yang menggambarkan dominasi tembakau kita sendiri. Dengan kata lain, tembakau impor tak boleh merajalela dan menguasai “taste” keretek kita.
Petani kita baik hati.Tidak mudah meletup dalam kemarahan. Tidak keburu protes yang tak jelas. Jumadi, dulu aktivis, dan pendukung PDIP yang gigih dari desa Lamuk, juga mengatakan hal yang sama.Petani belum punya rancangan niat untuk protes,demo atau perlawanan lain karena kebijakan impor itu.Tapi kalau organisasi petani memandang sudah waktunya kita demo,maka kita demo. “Kami tahu apa yang berguna dan yang tidak”. kata Jumadi lagi.
Pemerintah memang memerintah untuk hal lain, dan bukan untuk melindungi rakyat. Perlindungan kepada rakyat dan petani, sangat tidak jelas.Hak-hak politik ekonomi dan kebudayaan rakyat diabaikan begitu saja.Ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Kita adakan suatu forum terbuka, yang namanya bukan demo, dan bukan berarti petani mendemo pemerintah yang terhormat. Di sana dibuka peluang merumuskan kebijakan yang menggambarkan semangat “people based development”. Jika ditambah semangat kerakyatan seperti disebut Ismanu Sumiran di atas, hasilnya akan hebat.
Manunggaling semangat rakyat dan pemerintah itu akan merupakan cerminan puncak karya bangsa yang monumental dan akan selalu dikenang sebagai warisan kebudayaan yang penting. Mendengar suara rakyat tak akan pernah membuat orang menganggap pemerintah bodoh. Sebaliknya, pemerintah akan dikenang karena sikapnya yang aspiratif dan serius mengamalkan mandat konstitusi. Ini bentuk kemuliaan. Jangan sampai orang menjadi aspiratif, dan kelihatan demokratis hanya sesudah pensiun.
Menteri sudah bukan lagi menteri, gubernur sudah menjadi tua dan kisut,dan hanya tinggal bisa berbicara hal-hal ideal. Keduanya sudah tak berkuasa tapi ingin melakukan yang ideal, dengan linangan air mata. Tata pemerintahan, cara mengurus bangsa, yang terbuka, di mana-mana melibatkan partisipasi rakyat.Konsekuensi sistem yang mengadopsi demokrasi tak bisa lain dari itu.Pemerintah akan pensiun. Jabatan akan berakhir. Tapi rakyat abadi. Presiden bisa diganti,atau mati.Menteri bisa diganti.
Tapi rakyat tidak.Rakyat tak pernah tergantikan. Rakyat adalah rakyat, seperti mungkin petani adalah petani. Bila mereka bangga akan tembakau dan keretek yang mereka produksi, kita jaga tembakau mereka,dan keretek mereka. Tembakau kita, keretek kita,kebanggaan kita. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar