Menggugat
Kebijakan Impor Sapi
Muladno, GURU BESAR PEMULIAAN DAN GENETIKA TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN IPB
Sumber
: KOMPAS, 27
Januari 2012
Dari beberapa daerah di Jawa Timur dilaporkan
bahwa kebijakan pemerintah mengurangi impor sapi bakalan dan impor daging sapi
telah meningkatkan gairah peternak untuk beternak lagi. Harga membaik dan
peternak beruntung. Ini berita menggembirakan bagi peternak.
Memang ada korelasi kuat antara importasi
sapi/daging sapi dan harga sapi lokal di Indonesia. Pemerintah harus tetap
konsisten mempertahankan kebijakan menurunkan impor sapi/daging sapi sampai
hanya 10 persen mulai 2014 dan selanjutnya.
Namun, berita menggembirakan ini tentu
menjadi ”petaka” bagi para importir sapi bakalan dan importir daging sapi.
Jumlah ternak ataupun daging yang diimpor sudah pasti turun dan keuntungan yang
diperoleh juga akan menurun. Ini wajar dan sangat manusiawi siapa pun itu
importirnya. Akibatnya, ada adu kekuatan antara peternak sapi lokal yang
umumnya berskala kecil dan importir yang didukung oleh peternak negara
eksportir. Pemerintah Indonesia berada di antara peternak dan importir.
Dari Importir ke Eksportir
Hasil sensus Badan Pusat Statistik yang
dirilis akhir 2011 menunjukkan, jumlah sapi potong 14,8 juta ekor. Jumlah
betina dewasa 6,7 juta ekor. Hasil simulasi dengan mengawinkan 2.250 juta ekor
sapi betina melalui inseminasi buatan—dengan asumsi bobot badan siap potong 400
kilogram—menunjukkan, dalam lima tahun akan dapat dihasilkan lebih dari 324.000
ton daging; 1,1 juta jantan muda; 1,1 juta betina muda; dan 2,3 juta betina
produktif.
Simulasi itu menggunakan sapi betina yang
saat ini ada di Indonesia. Apalagi, kalau ditambah sapi betina produktif dari
luar negeri untuk dikembangbiakkan di Indonesia, penambahan jumlah sapi akan
semakin signifikan. Bukan omong kosong jika semua berkomitmen, Indonesia bisa
lagi menjadi pengekspor sapi dan daging sapi.
Artinya, lewat pendekatan usaha
pengembangbiakan (breeding) ternak, peningkatan jumlah ternak sapi pasti
terjadi. Yang perlu dicermati adalah para importir, politisi, dan para
pengambil kebijakan. Mereka ini berwatak nasionalis dan bernurani untuk
memberdayakan masyarakat bangsa Indonesia atau sebaliknya? Jika pengusaha
importir mau membantu pembangunan di bidang peternakan di Indonesia dan berjiwa
patriot dalam memberdayakan masyarakat, mereka seharusnya mendukung kebijakan
pemerintah untuk mengurangi impor menjadi hanya 10 persen dari total kebutuhan
nasional. Mereka hendaknya mau menanam modal di usaha pengembangbiakan.
Demikian juga politisi, sudah seharusnya ikut
menjaga konsistensi kebijakan pemerintah dan bukan malah mendorong pemerintah
membuka keran impor lagi. Aparat pemerintah juga harus tetap tegas kepada
importir agar tak terus ”merengek” untuk membuka keran impor lagi.
Saatnya pemerintah mendorong para investor
(dalam dan luar negeri) untuk menanamkan modal ke usaha pengembangbiakan
setelah mereka menikmati usaha perdagangan (trading) yang hanya menguntungkan
sedikit orang. Memang diperlukan modal besar di awal pengembangan, tetapi akan
menguntungkan dalam jangka panjang. Yang menikmati keuntungan juga banyak
orang. Peran pemerintah untuk membuat suasana kondusif bagi pemodal usaha
pengembangbiakan adalah keniscayaan. Tidak harus sapi lokal saja yang
diusahakan, tetapi semua bangsa sapi yang diinginkan pengusaha sepanjang ternak
tersebut tidak membawa penyakit menular seharusnya diizinkan.
Jika perlu, pemerintah mengundang breeder
asal Australia untuk mau beternak di Indonesia dengan berbagai kemudahan. Ini
jauh lebih baik daripada mereka tetap beternak di Australia, sementara kita
hanya mengimpor. Nilai tambah yang kita peroleh akan jauh lebih banyak. Peluang
tersedianya lapangan pekerjaan kian terbuka. Pertumbuhan ekonomi di bidang
peternakan akan dirasakan dalam jangka panjang.
Pemerintah juga harus menjamin
keberlangsungan kawasan usaha peternakan dari tindak penggusuran. Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan juga mengamanatkan
hal ini. Jika perlu, pemerintah menyediakan lahan tak terpakai di kawasan
marjinal bagi pelaku usaha pengembangbiakan dengan harga sewa yang menarik
untuk jangka panjang. Pajak dan berbagai perizinan harus dipermudah walaupun
pemerintah tetap harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam menerbitkan
izin usaha.
Bagaimanapun usaha pengembangbiakan perlu
sumber daya manusia yang lebih andal, investasi yang lebih banyak, serta
dukungan teknologi agar lebih produktif dan lebih efisien. Hanya dengan
menggenjot usaha pengembangbiakan dan menekan usaha trading, bangsa Indonesia
dapat mandiri, berdaulat, dan bisa mengekspor. Jika tidak memacu berkembangnya
usaha pembibitan, yang akan terjadi adalah sebaliknya. Selamanya kita akan
menjadi negara importir dan ketergantungan tinggi terhadap bahan pangan akan
membahayakan negara kita.
Apakah peternak berskala kecil tidak tergusur
dengan adanya usaha pengembangbiakan ini nanti? Menjadi tugas pemerintah untuk
membina dan mendampingi peternak berskala kecil, yang dalam hal ini telah
disiapkan perangkat hukumnya, yakni Peraturan Pemerintah tentang Pemberdayaan
Peternak. Yang dimaksud peternak di sini adalah pelaku usaha peternakan yang
tidak memerlukan izin usaha dari pemerintah. Dalam hal ini, justru pemerintah
berkewajiban mendata dan memberikan berbagai kemudahan. Peraturan pemerintah tersebut
masih berupa draf, tetapi menurut informasi sudah masuk ke Sekretariat Negara.
Sinergi Pembibit-Peternak
Selama pemerintah dapat menjadi wasit yang
baik dan pro-pemberdayaan peternak dengan segala konsekuensinya, peternak akan
terus bergairah beternak. Pemerintah harus membuat sinergi yang baik antara
pengusaha breeder (penyedia bibit dan/atau indukan bagi peternak) dan peternak
berskala kecil. Sepanjang pemerintah berlaku adil, sinergi pasti terwujud.
Hubungan baik antara pengusaha breeder dan peternak berskala kecil yang
dimediasi pemerintah menjadi modal kuat untuk membuat Indonesia berswasembada
sapi sepanjang masa.
Kekayaan alam dan kesuburan tanah di
Indonesia diakui banyak negara. Perhatian pemerintah di bidang pembibitan cukup
besar. Berbagai peraturan pemerintah memberi peluang yang sangat baik untuk
mengembangkan usaha pembibitan. Bukan hanya ternak sapi, melainkan juga semua
komoditas ternak. Kambing/domba, di mana kita sebenarnya telah swasembada,
harus diupayakan untuk dapat diekspor. Pasar di luar negeri cukup menjanjikan
dengan harga jual yang lebih menarik.
Kekhawatiran akan terkurasnya sumber daya
genetik lokal jika ternak lokal diekspor ke luar negeri merupakan pemikiran
usang yang harus dibuang jauh-jauh. Sepanjang ternak lokal diusahakan melalui
usaha pembibitan dan pengembangbiakan yang baik, peternak sudah sangat cerdas
untuk menentukan ternak mana yang diekspor dan ternak mana yang harus
dipertahankan demi kelangsungan usaha. Saatnya importir berpindah haluan
mengembangkan usaha pengembangbiakan dan meninggalkan usaha trading. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar