Rabu, 16 Januari 2013

Di Balik Musibah Dahlan Iskan


Di Balik Musibah Dahlan Iskan
Sari Wahyuni ;  Dosen Strategi FE UI, Editor in Chief
pada the South East Asean Journal of Management 
SINDO, 16 Januari 2013



Sabtu (5/1) sore itu saya dikagetkan oleh SMS seorang teman yang memberitakan bahwa Pak Dahlan Iskan mengalami kecelakaan dengan mobil listriknya. Saya pun terhenyak. ”Semoga beliau tidak apa-apa,” saya membatin. 
Ini satu-satunya pikiran yang terlintas di benak saya. Dengan ”semangat 45”saya pun segera berselancar di dunia maya, cari berita terbaru tentang Pak Dahlan. Benar-benar menakjubkan, mobilnya ringsek, tapi penumpangnya tidak apa-apa. Kronologi dan lokasi kecelakaan pun cukup mengerikan. Siapa yang tidak tahu curamnya tebing di daerah Sawangan?? 

Kemungkinan yang lebih mengerikan jelas lebih banyak, tapi syukur alhamdulillah beliau tidak apa-apa. Sampai anak saya bertanya, lho bisa ya mobilnya seperti itu tapi orang di dalamnya tidak apa-apa? Ini mukjizat atau memang beliau ini nyawa saringan? Yang jelas ini sangat melegakan, dan duaduanya mungkin benar. 

Tidak disangka musibah ini bergulir menjadi bola panas di media massa. Hal ini yang membuat saya lebih kaget dan sekaligus sedih, kok bisa-bisanya orang justru menghujat, menyalahkan, dan berburuk sangka pada seseorang yang mengalami musibah. Apa jadinya kalau Pak Dahlan tidak selamat? Alih-alih bersyukur bahwa menteri yang fenomenal ini bisa selamat, tapi justru tudingan supernegatif yang banyak diarahkan ke beliau. 

Memang rasanya bukan Dahlan Iskan kalau tidak menuai kontroversi. Sejak akan menjadi direktur utama PLN, beliau banyak menuai kritik bahkan cibiran. Ketika PLN berhasil melakukan reformasi, orang pun terperangah. Apalagi ketika seorang Dahlan Iskan turun di jalan tol, naik ojek, kereta api, hingga menginap di rumah penduduk pedesaan, kita ditunjukkan pada suatu role modelpemimpin yang benar-benar down to earth. 

Tapi semua hal baik yang dilakukannya seolah terhapus begitu saja.Akibat musibah itu banyak orang meminta beliau mundur sebagai menteri. Bahkan pencipta Tucuxi pun ikut menuding sang menteri akan mengambil alih hak ciptanya. Akankah seorang menteri bertindak culas seperti itu? Saya masih ingat sekali betapa beliau membanggakan Danet Suryatama yang dari Yogyakarta ini sebagai pencipta mobil listriknya. Kalau memang berniat mengambil hak cipta, kenapa Pak Dahlan mesti menyebut penciptanya dari Yogyakarta? Mengapa tidak diakuinya sendiri saja? Bahkan mobil hijau listrik kecil yang selama ini dikendarainya pun selalu dibangga-banggakan buatan orang Depok. 

Bisakah bangsa ini berpikir lebih objektif dan positif? Tidak ada satu pun orang yang ingin mendapatkan musibah. Dahlan pun dengan terangterangan mengakui bahwa dia bersalah langsung uji tes di medan yang cukup berat. Keberanian seorang public figure untuk mengaku salah saja sudah menunjukkan kebesaran hati. Aceng, yang jelas-jelas salah ataupun berperilaku tidak lumrah, saja tidak mau mengaku salah.

Demikian juga beberapa politisi di tanah air kita. Sikap yang terbuka dan jujur ini perlu diapresiasi. Demikian juga keputusannya ketika menabrakkan mobil ke tebing agar tidak terjadi korban lain, sungguh sangat luar biasa. Boleh dikatakan ini keputusan untuk bunuh diri,karena taruhannya benar-benar nyawa pengemudi. Bahkan fakta bahwa seorang menteri menyetir sendiri untuk uji tes mobil, rasanya baru pertama kali ini ada. 

Kalau dipikir-pikir, dengan mudahnya beliau bisa meminta seseorang untuk melakukannya, sehingga risikonya pun tidak perlu ditanggung sendiri. Sebaliknya, beliau harus bisa meyakinkan diri sebelum bisa meyakinkan orang lain.Mungkin pemikiran inilah yang juga melandasi kenapa Dahlan sering melakukan inspeksi mendadak. Dia tidak mau menelan bulat-bulat laporan anak buahnya sebelum melihat sendiri fakta di lapangan. Terbukti, pengalamannya di medan Sawangan yang berliku, curam, dan menanjak ini tidak akan pernah sama dengan uji tes di sirkuit mana pun. 

Harus diakui Dahlan adalah seorang visionary leader. Citacitanya untuk membuktikan bahwa mobil listrik adalah mobil masa depan inilah yang membuatnya begitu bersemangat. Lucunya, orang yang barusan menabrak biasanya dia akan trauma,bahkan beberapa teman saya sudah tidak mau menyetir lagi. Tapi kali ini boro-boro trauma, Dahlan justru tetap bersemangat mengembangkan mobil ramah lingkungan di negara kita. 

Itu pun orang berburuk sangka, bukankah ini di luar kapasitasnya sebagai Menteri BUMN? Apakah inisiatif seseorang perlu dibatasi hanya berdasarkan tugas pokok dan fungsinya?? Pemikiran seperti inilah yang akan mengerdilkan kita. Kalaupun Beliau dipersalahkan untuk perizinan uji tes, pelat nomor “aspal” dan sebagainya, Dahlan pun sudah mengakui bersalah. Lagipula, apakah seorang menteri akan mengecek sendiri pelat nomor, izin,dan sebagainya? 

Tentu saja sudah ada tim yang mempersiapkan hal tersebut, dalam arti tim inilah yang alpa memeriksa semua peraturan. Untuk kesalahan anak buahnya pun Dahlan Iskan siap pasang badan. Jangan lupa, peraturan di tanah air kita ini banyak tidak jelasnya. Bahkan pencipta sepeda listrik di Indonesia saja sudah tiga tahun mengurus izin yang tak kunjung selesai. Bayangkan saja, kalau kita akan membuat mobil listrik, akan butuh waktu berapa lama hanya untuk izinnya, belum lagi R&D-nya? 

Jadi, daripada kita menghujat, berburuk sangka, dan mencaci maki orang, apakah tidak lebih baik kita gunakan energi kita untuk membuat Indonesia yang lebih baik? Akankah kita hanya menjadi penonton dan pasar empuk negara-negara tetangga? Seorang Dahlan Iskan saja tidak akan pernah bisa mengubah Indonesia, dibutuhkan tekad, dukungan dan strategic initative bukan hanya dari pemerintah, tapi juga rakyat secara keseluruhan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar