Senin, 05 Maret 2012

Pemda dan Kenaikan BBM


Pemda dan Kenaikan BBM
Candra Fajri Ananda, GURU BESAR DAN KETUA PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA
SUMBER : JAWA POS, 5 Maret 2012




PEMERINTAH akhirnya harus angkat tangan dan meminta maaf untuk membuat kebijakan yang tidak populer dengan menaikkan harga BBM. Situasi memang berat, apalagi pada saat partai pemerintah menghadapi guncangan.

APBN 2012 mengasumsikan bahwa harga minyak mentah dunia USD 90 US per barel dan ternyata saat ini harga minyak mentah dunia hingga USD 121 per barel yang berarti sudah di atas 10 persen dari asumsi APBN. Inilah batas harga pada undang-undang untuk mengubah asumsi.

Diperkirakan dengan adanya krisis Iran dan cuaca musim dingin yang lebih panjang di Eropa Timur dan Barat, harga minyak mentah dunia akan terus melambung dan tentu itu menjadi tantangan yang berat bagi APBN dan perekonomian nasional kita.

Kabar yang hangat dibicarakan saat ini, kenaikan harga BBM diperkirakan mencapai Rp 2.000 per liter. Harga ini diperkirakan cukup ideal guna mengurangi beban subsidi APBN yang semakin berat. Apalagi sektor perdagangan dan industri yang selama ini menopang perekonomian Indonesia perlu mendapatkan daya dukung infrastruktur untuk menghadapi persaingan di Asia yang semakin ketat. Kita tidak bisa lagi berpangku tangan untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur dari negara-negara tetangga.

Adanya kenaikan harga tersebut juga berarti pemerintah harus merevisi asumsi makro pada APBN. Misalnya, tingkat inflasi yang sebelumnya diperkirakan 5,3 persen bisa menjadi 7-7,5 persen meski bisa diredam. Pertumbuhan ekonomi yang semula ditargetkan 6,7 persen diturunkan ke 6,5 persen. Perlambatan ekonomi ini dipengaruhi menurunnya daya beli karena inflasi yang menanjak. Selain itu, biaya pada sektor produksi meningkat.

Penyusunan APBNP memang mulai dilakukan. Fokuskan terutama pada kelompok masyarakat yang paling rentan dan berdaya tahan rendah, seperti nelayan, petani penggarap, serta pedagang kecil (UMKM). Pada masyarakat miskin, kebutuhan bahan makanan bisa mencapai 90 persen di antara total pengeluarannya. Kompensasi memang harus diberikan kepada mereka.

Nama & Alamat si Miskin

Kebijakan kompensasi untuk masyarakat harus dirancang dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, ada dua kebijakan yang sangat reliable untuk diterapkan pemerintah. Pertama, penguatan sektor produksi guna menopang pelemahan daya beli masyarakat. Kedua, seperti sudah disiapkan pemerintah, delapan bulan akan memberikan semacam BLT, yang berarti kebijakan BBM akan dimulai 1 April 2012.

Penguatan sektor produksi dapat dilakukan pemerintah dengan membuat kebijakan yang dapat menurunkan biaya-biaya di sektor produksi. Perbaikan infrastruktur, misalnya, akan mendongkrak sektor produksi lebih efisien dalam menghasilkan produk/output. Selain itu, penyediaan dana murah di perbankan akan lebih memudahkan sektor produksi, terutama usaha kecil menengah (UKM) untuk lebih bergairah dalam menjalankan bisnis.

Kemudian, dalam pembagian BLT, pemerintah sebaiknya belajar dari kesalahan pembagian BLT sebelumnya. Saat ini, kendala yang paling umum dihadapi pemerintah dalam menetapkan sasaran BLT adalah ketidakakuratan data atas siapa si miskin (beda dengan data PNS yang sangat akurat).

Jatim sudah berpengalaman saat krisis 2008 melalui program yang dikenal dengan PAM DKB (Program Aksi Menanggulangi Dampak Kenaikan BBM). Paket program ini berorientasi kepada perlindungan (proteksi) keluarga miskin, termasuk di dalamnya hampir miskin (near poor). Beberapa paket program tersebut, misalnya, bantuan keuangan langsung, mendorong penciptaan lapangan kerja (program padat karya), menggairahkan pasar tradisional (moving market), serta mengembangkan infrastruktur pedesaan.

Salah satu syarat sukses program ini adalah kejelasan dan keakuratan data. Maka, Pemprov Jatim saat itu menerbitkan data kemiskinan berdasar nama dan alamat yang jelas (by name and by adress). Melalui data yang akurat, pemerintah mampu menghasilkan program yang tepat untuk keluarga miskin yang mau dibantu.

Pengalaman itu menyiratkan betapa pentingnya data pada program kompensasi tersebut serta memperkuat pendapat bahwa program kemiskinan itu tidak bisa digeneralisasi. Selalu ada kekhasan pada setiap daerah yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun program.

Di daerah, inflasi sebenarnya dapat dikendalikan dengan lebih mengefektifkan lembaga seperti TPID (tim pengendali inflasi daerah) yang dikomandani Bank Indonesia bekerja sama dengan pemerintah daerah.

Ternyata, langkah ini mampu meredam inflasi dan mendorong terciptanya lapangan kerja. Terbukti, pada 2009, pertumbuhan ekonomi kita positif dan termasuk negara yang mampu mengatasi krisis. Jawa Timur tumbuh 4,8 persen dengan inflasi 3,11 persen. Nasional tumbuh 4,3 persen dan inflasi pada kisaran 3 persen. Inflasi ini termasuk yang terendah sepanjang sejarah Indonesia.

Dalam jangka panjang, dengan data-data yang lebih akurat, pemerintah lebih mudah untuk membuat kebijakan yang lebih reliable. Melalui data yang akurat, kebijakan publik bukan lagi area tarik-menarik politik saja, tetapi akan lebih akuntabel dan transparan. Apabila hal ini dapat dicapai, kebijakan BBM itu akan lebih efektif. Ide tersebut bisa jadi sudah sering diomongkan dan realisasinya sulit. Tetapi, siapa bilang mengatur negara ini mudah?  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar