Senin, 05 Maret 2012

Belajar dari Kasus Logo ITS


Belajar dari Kasus Logo ITS
Nugraha Pratama Adhi, KONSULTAN HKI,
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UK PETRA SURABAYA
SUMBER : JAWA POS, 5 Maret 2012




BERITA Jawa Pos 3 Maret 2012 tentang Perusahaan Rusia Tiru Logo ITS, menurut saya, tidak terlalu mengejutkan. Dalam dunia globalisasi dengan era digital, sungguh sangat mudah untuk mendapatkan suatu logo dan memakainya. ITS sendiri alpa dengan tidak mendaftarkan logo (dibaca merek) yang dimilikinya. Padahal, logo tersebut digunakan sejak 1995. Kasus itu merupakan cerminan masyarakat Indonesia yang masih kurang peduli terhadap kekayaan intelektual yang dimiliki.

Mari kita belajar sedikit tentang HKI (hak kekayaan intelektual). HKI didefinisikan sebagai hasil dari karya dan karsa manusia yang mempunyai nilai ekonomi. HKI dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah hak cipta dan hak terkait, yang kedua adalah hak kekayaan industri. Hak kekayaan industri terbagi atas merek, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu (DTLST), rahasia dagang, perlindungan varietas tanaman, dan paten.

Yang dibahas lebih dalam di sini adalah hak merek yang nanti secara tidak langsung juga terkait dengan hak cipta. Merek didefinisikan sebagai suatu tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (pasal 1 UU No 15/2001 tentang Merek).

Sedangkan hak cipta didefinisikan sebagai hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 UU No 19/ 2002 tentang Hak Cipta).

Sedangkan ciptaan didefinisikan sebagai hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra (pasal 1 UU No 19/2002 tentang Hak Cipta). Selanjutnya, pasal 12 UU Hak Cipta menyebutkan ciptaan yang dilindungi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, termasuk di dalamnya seni rupa berbentuk gambar.

Merek ataupun hak cipta mempunyai masa perlindungan. Masa perlindungan untuk merek adalah sepuluh tahun, setelah itu dapat diperpanjang (pasal 28 UU Merek). Sedangkan hak cipta memiliki masa perlindungan seumur hidup pencipta ditambah 50 tahun (pasal 29 UU Hak Cipta) apabila dimiliki perorangan. Tetapi, bila dimiliki suatu lembaga, masa perlindungannya 50 tahun (pasal 30 ayat 3 UU Hak Cipta).

Apa kaitan antara merek dan hak cipta? Dalam definisi yang disebutkan itu, merek adalah suatu gambar, tulisan, atau kombinasi dari itu; sedangkan gambar termasuk ciptaan yang dilindungi dalam hak cipta. Dengan demikian, tampak jelas bah­wa apabila memiliki unsur gambar, termasuk logo ITS, suatu merek dilindungi hak cipta.

Agar lebih aman, diperlukan pendaftaran untuk merek sekaligus hak cipta. Hak cipta khusus gambar saja, tidak perlu tulisan. Sedangkan untuk merek, diperlukan gambar dan tulisannya. Alasan kedua yang penting, undang-undang suatu negara hanya berlaku bagi negara itu sendiri, tetapi tidak demikian dengan hak cipta. Hak cipta bersifat universal. Artinya, apabila suatu ciptaan telah didaftarkan di suatu negara, perlindungannya berlaku di seluruh dunia.

Bagaimana merek? Merek pun berlaku universal, tetapi dengan syarat bahwa merek tersebut harus didaftarkan di negara tujuan. Contohnya logo ITS yang ditiru di Rusia. Katakan ITS telah mendaftarkan merek di Ditjen HKI, tetapi tidak mendaftarkannya di Rusia. Dengan begitu, ITS tidak bisa mengajukan aduan tentang peniruan merek, yang bisa adalah aduan tentang peniruan gambar.

Sebenarnya, banyak kasus seperti itu di dalam negeri. Hal tersebut terjadi karena banyak masyarakat kita yang belum mengerti pentingnya HKI. Semoga dengan kejadian itu, kita sadar tentang betapa pentingnya menghargai dan melindungi setiap hasil karya dan karsa kita, baik itu berupa karya cipta ataupun merek.

Seperti kata pepatah "mencegah adalah lebih baik", sebenarnya mendaftarkan setiap karya intelektual manusia adalah lebih baik daripada tersandung kasus HKI. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar