|
Hari Hak untuk Tahu Internasional
(International Right to Know Day) akan dirayakan tanggal 28 September nanti.
Mayoritas negara di dunia saat ini sudah memiliki Undang-Undang Kebebasan
Memperoleh Informasi. Di Indonesia sendiri Undang-Undang Tentang Keterbukaan
Informasi Publik sudah berlaku sejak 2010.
Hampir semua pihak mendukung trans
paransi. Institusi donor seperti Bank Dunia sudah sejak tahun 1991-- dalam
dokumen yang membahas tentang tata kelola (governance)--memandang perlu adanya
transparansi dan akses informasi publik terhadap pemerintahan. Tiga orang
ekonom terkemuka, George Akerlof, Michael Spence, dan Joseph E Stiglitz,
memenangkan nobel ekonomi pada 2001 atas karyanya mengenai informasi asimetris
dalam pasar.
Kalangan masyarakat sipil serta organisasi
nonpemerintah juga sangat mendukung gerakan transparansi. Transparansi dan
kebebasan informasi dianggap sebagai bagian dari hak asasi manusia dan
dipercaya mutlak diperlukan dalam suatu negara demokratis. Transparansi juga
dianggap diperlukan untuk membasmi korupsi.
Menarik untuk diamati bahwa gerakan
masyarakat sipil--yang biasanya kritis terhadap program-program "neo
liberal" dari lembaga donor internasional--justru tampak selaras dan
seiringan dalam isu transparansi. Apakah hal ini disebabkan karena adanya
kesamaan agenda antara lembaga donor internasional dan aktivis masyarakat sipil
lokal? Lebih penting lagi, apakah lembaga donor internasional seperti Bank
Dunia memiliki ide dan visi yang sama dengan masyarakat sipil lokal perihal
transparansi?
Sebenarnya, terdapat dua ide dasar
yang sama sekali berbeda dalam gerakan transparansi. Ide yang pertama memandang
transparansi dan akses informasi diperlukan agar pasar dapat bekerja secara
baik. Contoh dari penjabaran ide ini adalah dalam regulasi perlindungan
konsumen yang mewajibkan produsen atau penjual untuk mengungkapkan isi
kandungan, spesifikasi, atau kondisi dari suatu produk. Tujuannya tidak lain
agar konsumen (dengan asumsi mereka rasional) atau calon pembeli dapat memiliki
informasi yang cukup.
Contoh lain dari ide transparansi
untuk pasar banyak ditemukan dalam peraturan lelang atau peraturan mengenai
lowongan pekerjaan. Tujuan dari transparansi ini adalah agar setiap pihak yang
ingin melamar pekerjaan atau mengikuti lelang dapat berkompetisi secara adil
dengan mengondisikan aturan main yang rata dan sama bagi setiap orang. Dari
contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa transparansi untuk pasar memiliki
satu tujuan, yakni `efisiensi'.
Berbeda dengan ide transparansi untuk
pasar, ide transparansi untuk demokrasi menjadikan akses informasi sebagai hak
dasar manusia yang wajib dipenuhi--terlepas dari pertimbangan efisiensi.
Perbedaan ide dasar ini memiliki akibat praktis di lapangan. Karena efisiensi menjadi
tujuan dari ide transparansi pasar, sejauh efisiensi itu sudah dicapai,
transparansi tidak diperlukan.
Ide transparansi pasar juga tidak
menyetujui transparansi apabila prosesnya mengakibatkan
ketidakefisienan. Oleh karena itu, dalam banyak peraturan lelang dan
pengadaan barang dan jasa di beberapa negara di dunia, kita menemukan adanya
jaminan transparansi bagi peserta lelang, tapi tidak ditemukan jaminan
transparansi perihal urgensi dan/atau konsekuensinya bagi masyarakat. Bahkan,
dalam banyak kontrak pengadaan barang dan jasa ditemukan klausul-klausul
kerahasiaan yang hanya boleh diketahui pemerintah dan kontraktor.
Klausul-klausul kerahasiaan juga banyak ditemukan dalam kontrak eksploitasi sumber
daya alam, seperti kontrak konsesi air atau kontrak bagi hasil migas. Mereka
yang menganut transparansi pasar menilai bahwa informasi seperti itu tidak
perlu dibuka karena dapat berakibat pada ketidakefisienan dan gangguan pada
iklim investasi.
Sebaliknya, mereka yang menganut
transparansi demokrasi berkeyakinan bahwa informasi tersebut perlu untuk dibuka
sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat. Para
penganut transparansi pasar juga menganggap perlunya perlindungan terhadap
kerahasiaan perusahaan, rahasia dagang dan hak atas kekayaan intelektual
lainnya. Sementara, pengikut transparansi demokrasi beranggapan bahwa
perlindungan tersebut tidak diperlukan apabila membahayakan akuntabilitas
publik.
Undang-Undang Keterbukaan Informasi
Publik 14/2008 (UU KIP) sebenarnya memberikan dua macam tes berjenjang untuk
menguji apakah informasi dapat dibuka ke publik: uji konsekuensi kerugian dan
uji kepentingan publik. Uji konsekuensi kerugian menilai apakah pembukaan
informasi tersebut mengakibatkan kerugian tertentu. Apabila memang terdapat
kerugian (misalnya kepada perusahaan, pemerintah, atau individu), maka tidak
secara otomatis informasinya dinyatakan tertutup karena masih harus diuji di
tahap kedua perihal apakah kepentingan publik menghen- daki informasi tersebut
untuk dibuka.
Tidak terdapat solusi mudah ketika terjadi pertentangan nilai antara kedua kubu
transparansi ini. Metodologi pembuktian biasanya akan cenderung berpihak kepada
penganut transparansi pasar.
Bagaimanakah cara menilai bahwa
suatu kepentingan itu "lebih besar"?
Cara yang umum diterima adalah dengan menjustifikasikannya secara ekonomi dan
moneter. Dalam hal ini, penganut transparansi pasar sangat diuntungkan. Dengan
mewajibkan perbandingan besar-kecilnya kepentingan akibat membuka dan menutup
informasi, uji kepentingan publik dalam UU KIP memegang prinsip utilitarian.
Dalam beberapa kasus keterbukaan
informasi di Inggris, "kepentingan" dalam frasa "kepentingan
publik" dapat ditafsirkan mencakup kepentingan atas persaingan usaha
sedangkan "publik" dapat ditafsirkan mencakup para pemegang saham dan
investor. Dalam hal ini, bukan mustahil bahwa di Indonesia iklim investasi,
persaingan usaha, pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan banyak hal
lainnya yang terkait dengan berfungsinya pasar ditafsirkan sebagai "kepentingan
publik" yang "lebih besar".
Dari paparan di atas dapat disimpulkan
bahwa asal muasal gerakan transparansi didasarkan atas dua ide yang berbeda.
Aktivis dan masyarakat sipil berkolaborasi dengan organisasi donor internasional
dengan asumsi bahwa dua ide tersebut dapat berjalan seiringan. Asumsi ini tidak
sepenuhnya benar karena dalam hal-hal tertentu pertentangan akan muncul. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar