Senin, 16 September 2013

Tantangan Implementasi Kurikulum 2013 pada Madrasah

Tantangan Implementasi Kurikulum 2013
pada Madrasah
Abdul Rahman  ;   Kantor Kementerian Agama Provinsi Lampung
MEDIA INDONESIA, 16 September 2013


PEMERINTAH melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud) telah memberlakukan implementasi kurikulum 2013. Sebagai pengembangan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan, secara umum materi rancangan kurikulum 2013 sebenarnya seperti kembali ke periode kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Namun, titik tekan pada kompetensi dan proses implementasi kurikulum sajalah yang hendak diubah. Kurikulum 2013 dengan berani mengedepankan domain kompetensi sikap (attitude) dengan porsi yang lebih besar daripada domain pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill).

Jika dilihat dari perspektif manajemen kurikulum, rencana kurikulum 2013 sesungguhnya telah maksimal dalam membuat basis teoretis dan filosofis konstruksi kurikulum nasional. Dalam kurikulum baru kemampuan dan kreativitas guru sangat dinanti, dalam rangka menumbuhkembangkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara efektif, berpikir jernih dan kritis, mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, menjadi warga negara yang bertanggung jawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal, memiliki minat luas dalam kehidupan, memiliki kesiapan untuk bekerja, memiliki kecerdasan sesuai bakat/minatnya, serta dengan bakat/minatnya memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.

Begitu banyaknya tantangan tujuan pendidikan menyebabkan beberapa sekolah dan madrasah merasa bahwa perubahan kurikulum itu akan bernasib sama dengan kebijakan-kebijakan tentang kurikulum sebelumnya, yaitu gagal dalam menjadikan proses pengembangan kurikulum sebagai pijakan dalam memperbaiki akhlak bangsa. Selain karena perubahan paradigma itu membutuhkan kecerdasan dari guru dan pengelola sekolah/madrasah, diperlukan strategi yang jitu dalam menjalankan prosesnya dalam kegiatan belajar-mengajar sehari-hari.

Penyempurnaan

Saya menilai semangat kurikulum 2013 ialah penyempurnaan dari kebijakan sebelumnya, bukan perubahan. Secara fundamental kurikulum 2013 hanya ingin mengubah orientasi pembelajaran dari yang melulu mengukur kemampuan akademis siswa (kognitif) menjadi berorientasi pada pengembangan sikap dan keterampilan dasar. Bagi madrasah, seharusnya momen penyempurnaan kurikulum itu direspons secara positif karena pada madrasah pengembangan watak, sikap, dan karakter jauh lebih baik daripada sekolah umum. Hal itu disebabkan bukan hanya pembelajaran agama dan budaya keagamaan lebih banyak disemai, melainkan juga masih tumbuhnya ke sadaran di masyarakat bahwa madrasah memiliki modal moral yang jauh lebih baik. Hal m itu bisa dilihat dari rata-rata i orangtua yang memasukkan anak mereka ke madrasah mempunyai perasaan yang lebih aman dan nyaman.

Secara pedagogis posisi psikologis madrasah justru diuntungkan dengan pemberlakuan kurikulum 2013. Hanya, harus ada keinginan untuk merumuskan kembali struktur pelajaran agama pada madrasah yang disesuaikan dengan struktur formal kurikulum 2013, termasuk pilihan soal strategi implementasinya. Seperti kita ketahui dalam struktur kurikulum baru untuk pembelajaran agama ada penambahan 2 jam per minggu, dari sebelumnya 2 jam menjadi 4 jam per minggu. Padahal, di madrasah pembelajaran agama sejauh ini memang lebih banyak daripada sekolah umum karena materinya memang lebih banyak. 

Dengan strategi tematik-integratif untuk tingkat SD dan MI, madrasah justru memiliki banyak kesempatan untuk menempatkan pelajaran agama sebagai basis yang terintegrasi dengan bidang studi lainnya seperti bahasa Indonesia, ppkn, kesenian, dan olahraga.

Untuk tingkat SMP/ MTs dan SMA/aliah, madrasah juga diuntungkan dengan penambahan jam belajar yang rata-rata bertambah 6-8 jam per minggu. Itu artinya waktu yang dibutuhkan dalam proses belajar-mengajar menjadi lebih leluasa, terutama untuk menumbuhkan sikap dan karakter berbasis keislaman yang pro pada sikap kasih sayang, toleran dan menjunjung tinggi kejujuran. Dari sisi itu diperlukan assessment yang baik, menyangkut sarana dan prasa rana tambahan yang dibu tuhkan madrasah, termasuk melatih guru guru madrasah dan kepala ma drasah tentang perspektif kurikulum yang lebih baik dan benar.

Nitko (1995) berpandangan bahwa kurikulum mencakup sarana (means) dan rasional, dan melalui keduanya madrasah dapat mengoordinasikan berbagai pengalaman belajar, materi pengajaran, program pengajaran serta menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik. Kurikulum yang dikembangkan dengan baik akan mencakup bukan hanya sekadar rumusan tujuan, standar, dan target belajar. Lebih dari itu, kurikulum mencakup rumusan pendidikan secara utuh dan lengkap, bukan hanya membuat rasionalisasi sosial dan moral dari hasil pembelajaran (educational outcomes) yang diharapkan, tetapi juga harus mampu mem berikan perhatian dan penekanan pada kegiatan proses pem belajaran sebagai sarana untuk memonitor perkembangan belajar siswa.

Dalam konteks penyempurnaan kurikulum 2013, ada beberapa distingsi yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam orientasi belajar-mengajar. Jika di dalam kurikulum lama semua kebutuhan silabus dan rencana pembelajaran tersedia dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD), dalam kurikulum baru yang tersedia ialah kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD), tetapi tidak cukup kuat dalam merumuskan indikator atau tujuan pembelajaran yang sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab guru. Dengan buku pegangan guru dan siswa yang akan diberikan secara gratis, kreativitas guru dalam menyusun indikator dan atau tujuan pembelajaran sangat penting dilakukan.

Madrasah tak akan mengalami kesulitan berarti karena ranah sikap (attitude) diasumsikan sudah lebih baik dan tertata dalam domain keagamaan yang lebih banyak dari sekolah umum.

Namun, secara operasional madrasah perlu menyusun buku pegangan pelajaran agama yang lebih terpadu dan komprehensif karena bidang studi agama tidak akan berdiri sendiri, tetapi akan bersinergi dengan seluruh mata ajar yang akan dipelajari para siswa di sekolah. Artinya, pemahaman terhadap prinsip tematik dan integratif harus lebih baik dari guru sekolah. Dengan pendekatan keagamaan, seluruh nilai dan prinsip moralitas dari setiap mata ajar dapat lebih mudah terintegrasi dalam proses belajar-mengajar di madrasah.

Perlu workshop

Karena di dalam kurikulum 2013 ada begitu banyak kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dimiliki siswa, tentu saja diperlukan sebuah strategi yang tepat dan inovatif dalam sebuah rancangan program peningkatan kapasitas guru dalam sebuah pelatihan. Dalam konteks inilah diperlukan workshop pengembangan kurikulum yang secara khusus memetakan persoalan strategi implementasi yang kreatif dan inovatif yang melibatkan seluruh stakeholder madrasah, mulai kepala madrasah, guru, pengawas, para kepala seksi bidang pendidikan, hingga perwakilan orangtua siswa.

Melalui workshop tersebut, para pemangku kepentingan (stakeholder) di lingkungan Kemenag harus menelaah secara bersama struktur kurikulum yang baru dalam rangka membantu guru dalam menyikapi perubahan kurikulum dengan positif. Dua aspek penting yang menjadi syarat dalam menyikapi perubahan kurikulum tersebut ialah perubahan paradigma serta kreativitas. Itulah yang akan menjadi komponen utama dalam pelatihan guru yang harus diinisiasi Kemenag yang akan memulai pelaksanaan kurikulum 2013 pada 2014. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar