|
PEMERINTAH melalui Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Kemendikbud) telah memberlakukan implementasi kurikulum 2013. Sebagai
pengembangan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan, secara umum materi
rancangan kurikulum 2013 sebenarnya seperti kembali ke periode kurikulum
berbasis kompetensi (KBK). Namun, titik tekan pada kompetensi dan proses
implementasi kurikulum sajalah yang hendak diubah. Kurikulum 2013 dengan berani
mengedepankan domain kompetensi sikap (attitude)
dengan porsi yang lebih besar daripada domain pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill).
Jika dilihat dari perspektif
manajemen kurikulum, rencana kurikulum 2013 sesungguhnya telah maksimal dalam
membuat basis teoretis dan filosofis konstruksi kurikulum nasional. Dalam
kurikulum baru kemampuan dan kreativitas guru sangat dinanti, dalam rangka
menumbuhkembangkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara efektif, berpikir
jernih dan kritis, mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, menjadi
warga negara yang bertanggung jawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran
terhadap pandangan yang berbeda, kemampuan hidup dalam masyarakat yang
mengglobal, memiliki minat luas dalam kehidupan, memiliki kesiapan untuk
bekerja, memiliki kecerdasan sesuai bakat/minatnya, serta dengan bakat/minatnya
memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.
Begitu banyaknya tantangan tujuan
pendidikan menyebabkan beberapa sekolah dan madrasah merasa bahwa perubahan
kurikulum itu akan bernasib sama dengan kebijakan-kebijakan tentang kurikulum
sebelumnya, yaitu gagal dalam menjadikan proses pengembangan kurikulum sebagai
pijakan dalam memperbaiki akhlak bangsa. Selain karena perubahan paradigma itu
membutuhkan kecerdasan dari guru dan pengelola sekolah/madrasah, diperlukan
strategi yang jitu dalam menjalankan prosesnya dalam kegiatan belajar-mengajar
sehari-hari.
Penyempurnaan
Saya menilai semangat kurikulum
2013 ialah penyempurnaan dari kebijakan sebelumnya, bukan perubahan. Secara
fundamental kurikulum 2013 hanya ingin mengubah orientasi pembelajaran dari
yang melulu mengukur kemampuan akademis siswa (kognitif) menjadi berorientasi
pada pengembangan sikap dan keterampilan dasar. Bagi madrasah, seharusnya momen
penyempurnaan kurikulum itu direspons secara positif karena pada madrasah
pengembangan watak, sikap, dan karakter jauh lebih baik daripada sekolah umum.
Hal itu disebabkan bukan hanya pembelajaran agama dan budaya keagamaan lebih
banyak disemai, melainkan juga masih tumbuhnya ke sadaran di masyarakat bahwa
madrasah memiliki modal moral yang jauh lebih baik. Hal m itu bisa dilihat dari
rata-rata i orangtua yang memasukkan anak mereka ke madrasah mempunyai perasaan
yang lebih aman dan nyaman.
Secara pedagogis posisi psikologis
madrasah justru diuntungkan dengan pemberlakuan kurikulum 2013. Hanya, harus
ada keinginan untuk merumuskan kembali struktur pelajaran agama pada madrasah
yang disesuaikan dengan struktur formal kurikulum 2013, termasuk pilihan soal
strategi implementasinya. Seperti kita ketahui dalam struktur kurikulum baru
untuk pembelajaran agama ada penambahan 2 jam per minggu, dari sebelumnya 2 jam
menjadi 4 jam per minggu. Padahal, di madrasah pembelajaran agama sejauh ini
memang lebih banyak daripada sekolah umum karena materinya memang lebih banyak.
Dengan strategi tematik-integratif untuk tingkat SD dan MI, madrasah justru
memiliki banyak kesempatan untuk menempatkan pelajaran agama sebagai basis yang
terintegrasi dengan bidang studi lainnya seperti bahasa Indonesia, ppkn,
kesenian, dan olahraga.
Untuk tingkat SMP/ MTs dan
SMA/aliah, madrasah juga diuntungkan dengan penambahan jam belajar yang
rata-rata bertambah 6-8 jam per minggu. Itu artinya waktu yang dibutuhkan dalam
proses belajar-mengajar menjadi lebih leluasa, terutama untuk menumbuhkan sikap
dan karakter berbasis keislaman yang pro pada sikap kasih sayang, toleran dan
menjunjung tinggi kejujuran. Dari sisi itu diperlukan assessment yang baik,
menyangkut sarana dan prasa rana tambahan yang dibu tuhkan madrasah, termasuk
melatih guru guru madrasah dan kepala ma drasah tentang perspektif kurikulum
yang lebih baik dan benar.
Nitko (1995) berpandangan bahwa
kurikulum mencakup sarana (means) dan rasional, dan melalui keduanya madrasah
dapat mengoordinasikan berbagai pengalaman belajar, materi pengajaran, program
pengajaran serta menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar
dengan baik. Kurikulum yang dikembangkan dengan baik akan mencakup bukan hanya
sekadar rumusan tujuan, standar, dan target belajar. Lebih dari itu, kurikulum
mencakup rumusan pendidikan secara utuh dan lengkap, bukan hanya membuat
rasionalisasi sosial dan moral dari hasil pembelajaran (educational outcomes) yang diharapkan, tetapi juga harus mampu mem
berikan perhatian dan penekanan pada kegiatan proses pem belajaran sebagai sarana
untuk memonitor perkembangan belajar siswa.
Dalam konteks penyempurnaan kurikulum
2013, ada beberapa distingsi yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam
orientasi belajar-mengajar. Jika di dalam kurikulum lama semua kebutuhan
silabus dan rencana pembelajaran tersedia dalam standar kompetensi dan kompetensi
dasar (SKKD), dalam kurikulum baru yang tersedia ialah kompetensi inti (KI) dan
kompetensi dasar (KD), tetapi tidak cukup kuat dalam merumuskan indikator atau
tujuan pembelajaran yang sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab guru. Dengan
buku pegangan guru dan siswa yang akan diberikan secara gratis, kreativitas
guru dalam menyusun indikator dan atau tujuan pembelajaran sangat penting
dilakukan.
Madrasah tak akan mengalami
kesulitan berarti karena ranah sikap (attitude)
diasumsikan sudah lebih baik dan tertata dalam domain keagamaan yang lebih
banyak dari sekolah umum.
Namun, secara operasional madrasah
perlu menyusun buku pegangan pelajaran agama yang lebih terpadu dan
komprehensif karena bidang studi agama tidak akan berdiri sendiri, tetapi akan
bersinergi dengan seluruh mata ajar yang akan dipelajari para siswa di sekolah.
Artinya, pemahaman terhadap prinsip tematik dan integratif harus lebih baik
dari guru sekolah. Dengan pendekatan keagamaan, seluruh nilai dan prinsip
moralitas dari setiap mata ajar dapat lebih mudah terintegrasi dalam proses
belajar-mengajar di madrasah.
Perlu workshop
Karena di dalam kurikulum 2013 ada
begitu banyak kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus
dimiliki siswa, tentu saja diperlukan sebuah strategi yang tepat dan inovatif
dalam sebuah rancangan program peningkatan kapasitas guru dalam sebuah
pelatihan. Dalam konteks inilah diperlukan workshop
pengembangan kurikulum yang secara khusus memetakan persoalan strategi implementasi
yang kreatif dan inovatif yang melibatkan seluruh stakeholder madrasah, mulai
kepala madrasah, guru, pengawas, para kepala seksi bidang pendidikan, hingga
perwakilan orangtua siswa.
Melalui workshop tersebut, para pemangku kepentingan (stakeholder) di lingkungan Kemenag harus menelaah secara bersama
struktur kurikulum yang baru dalam rangka membantu guru dalam menyikapi
perubahan kurikulum dengan positif. Dua aspek penting yang menjadi syarat dalam
menyikapi perubahan kurikulum tersebut ialah perubahan paradigma serta
kreativitas. Itulah yang akan menjadi komponen utama dalam pelatihan guru yang
harus diinisiasi Kemenag yang akan memulai pelaksanaan kurikulum 2013 pada
2014. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar