|
Bertepatan
dengan Hari Statistik, 26 September ini, harus diakui bahwa masyarakat masih
mempunyai berbagai pendapat mengenai Badan Pusat Statistik (BPS), terutama
menyangkut validitas data yang disajikan. Masyarakat yang belum memahami BPS
dimungkinkan karena kegiatan BPS belum tersosialisasi secara lebih luas, baik
menyangkut metode maupun teknik pengumpulan data, ataupun pemahaman tentang
konsep-konsep yang digunakan.
Terkait
dengan kekeliruan yang mungkin terjadi, terutama dalam BPS menjalankan tugas
pengumpulan data, bisa pada tiga hal. Pertama, kekeliruan cakupun atau lingkup
(covered error), bisa terjadi kekurangan atau kelebihan. Misalnya, seorang
responden didata sampai dua kali atau malah terlewatkan. Masalah ini
diminimalisasi dengan blok sensus, yaitu satuan terkecil wilayah sensus yang
dilakukan biasanya di bawah desa. Dengan memperkecil wilayah cakupan, akan
memperkecil kemungkinan kekeliruan.
Kedua,
non-response error, yakni kalau rumah tangga tidak memberikan data yang
ditunggu. Ini bisa menjadi kendala, seperti orangnya tidak bisa bertemu, tetapi
tetap dilakukan supaya kuesioner tidak kosong. Dan, ketiga, response error,
yakni walau responden sudah memberikan jawaban, tetapi jawaban itu bisa saja
bohong. Untuk mengatasinya dilakukan pendalaman dan dicek informasi yang
diberikannya. Misalnya, dikatakan responden memiliki 3 ekor sapi, tetapi
informasinya itu harus dilihat kebenarannya dengan cara mengeceknya.
Validitas
dan akurasi data BPS sebenarnya sudah harus teruji. Data BPS dibangun dengan
metode dan proses yang memenuhi kaidah-kaidah statistik. Terhadap data ini,
tidak ada tekanan dari pihak tertentu atau pihak yang memaksakan kehendak karena
statistik dilaksanakan secara independen. Proses di lapangan dilakukan dengan
wawancara, pengolahan data, untuk disajikan sebagai data statistik. Data yang
didapat dari lapangan itu merupakan potret pada waktu tersebut apa adanya.
Oleh
karena itu, BPS cukup puas dengan data yang disajikan karena digunakan oleh
berbagai pihak, mulai dari anak sekolah, perguruan tinggi, peneliti hingga
eksekutif dan legislatif. BPS juga memberikan data per kurun tertentu seperti
data hasil pemantauan harga, yang dimungkinkan karena setiap minggu BPS
memantau inflasi.
Namun,
diakui pula bahwa perkembangan dunia yang makin kompleks membuat bertambahnya
tingkat kesulitan BPS melakukan pendataan, apalagi sekarang ada kecenderungan
pada era kebebasan orang bisa menolak untuk diwawancara. Itu pernah dialami
orang asing yang menolak, tetapi akhirnya bersedia diwawancara petugas BPS
setelah diberi tahu bahwa undang-undang mewajibkan setiap orang memberikan
informasi mengenai data yang diminta BPS. Orang boleh menolak diwawancara kepada
pihak lain, tetapi tidak bisa kepada BPS karena data BPS untuk kepentingan umum
dan dijamin kerahasiaannya.
Ternyata
pengguna data BPS meningkat, baik melalui internet maupun perpustakaan BPS.
Sampai dengan Agustus 2013, akses yang dilakukan pengguna data lewat internet
BPS pusat, Jakarta, saja jumlah pengunjung mencapai 1,2 juta terdiri dari dalam
dan luar negeri. Sementara pengguna data langsung ke perpustakaan untuk
difotokopi, jumlahnya sudah puluhan ribu. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar