|
Tidak dapat dimungkiri bahwa bila
kita mengungkap suara hati yang benar-benar asli akan menyebabkan kita
menempatkan diri kita dalam posisi yang paling nyaman. Terasa sulit bagi kita
untuk bisa mengungkap kata hati yang asli, tetapi berbicara tentang hal positif.
Apabila kita tidak mampu menemukan cara positif untuk berbicara dengan pasangan
kita, berarti kita berada dalam kondisi kehilangan perspektif.
Perlu kita
ketahui bahwa setiap individu memiliki kekuatan dan kebaikannya sendiri, dan
setiap relasi yang terbina pun pasti memiliki sisi positif. Namun, setelah masa
perkawinan berlangsung lama, masing-masing pasangan sering mendapatkan dirinya
semakin kurang mampu menyimak dan memberi komentar tentang cara mereka menjalin
relasinya. Mengapa? Karena semakin lama kita hidup bersama dengan pasangan
perkawinan kita, semakin besarlah kemungkinan terbinanya relasi yang
menunjukkan ciri-ciri ”ketidakpedulian” terhadap perasaan pasangan kita dan
diri kita, apalagi terhadap kebutuhan personal pasangan kita.
Otomatis, kita
lebih menyuarakan hal-hal yang mengganggu diri kita. Otomatis pula kita sering
gagal menghargai kebaikan-kebaikan yang telah pasangan kita lakukan bagi diri
kita, seolah upaya pasangan melakukan hal-hal tersebut adalah sesuatu yang
harus dan biasa.
Kecuali itu,
pada awal terbinanya relasi di antara pasangan, kritik-kritik yang membangun
akan biasa kita terima dengan jiwa besar. Namun, semakin lama kita hidup
bersama dalam satu atap, tanpa disadari kita mengalami penurunan kadar
toleransi terhadap kritik-kritik apa pun yang diberikan pasangan kita. Yang
terpenting adalah bahwa tidak seorang pun akan menghargai kritik pasangan
terhadap diri kita apabila kita sudah tidak diliputi iklim saling mencintai dan
saling menghormati.
Namun, apabila
kita mampu menghangatkan kembali iklim emosional kita dengan pasangan kita,
atau memecah kebekuan dalam berelasi, kita akan lebih mampu untuk mengungkap
ketulusan perasaan kita, termasuk keluhan-keluhan yang kita rasakan dengan
memaksimalkan peluang untuk didengar oleh pasangan kita. Kemudian, kita dapat
memulai hal-hal yang mungkin meningkatkan kualitas relasi demi terungkapnya
suara hati yang tulus dengan cara yang positif.
Iklim emosional
Apabila iklim
interaksi antarpasangan dalam kondisi rileks dan spontan, banyak hal dapat
berlangsung baik dan lancar. Pasangan akan mampu menangkap usul positif dari
saran istri dan menerimanya dengan baik. Misalnya, saya akan dapat dengan
rileks mengatakan kepada suami saya, ”Pah, piyamanya sudah bau, ganti yang baru
dicuci dong.”
Namun, apabila
suami saya sedang ”bete” dan rungsing dan uring-uringan oleh
bertumpuknya kerja kantor yang belum terselesaikan, kalimat-kalimat di atas hanya
akan terdengar sebagai usul-usul yang mengesalkan karena dalam kondisi ”bete”,
yang ditangkap oleh suami adalah intonasi yang bernadakan perintah. Reaksinya
bisa saja sebagai berikut, ”Apa sih, Mamah tuh kritik-kritik dan
perintah-perintah melulu. Berhentilah bersikap seperti itu pada suami.”
Respons seperti
ini akan terjadi apabila iklim relasi antarpasangan sedang tidak hangat dan
masing-masing pasangan sedang berada dalam penghayatan emosi yang kurang nyaman
oleh berbagai sebab. Contoh lain dari ungkapan reaktif salah satu pasangan,
”Kamu selalu mengalihkan pembicaraan apabila saya mencoba mengingatkan kamu
untuk meminta maaf akan perilakumu yang membuat aku kesal.”
Bisa saja
pasangan yang lain akan mengungkapkan argumentasi sebagai berikut: ”Ah, kamu
saja yang cenderung memberikan reaksi berlebihan.” Dalam kondisi tersebut,
masing-masing pasangan akan terdiam, menutup relasi dengan mencoba menjaga
jarak dengan, mungkin salah satu pasangan masuk kamar, menutup kamar, atau
bahkan mengunci diri.
Menyiasati iklim interaksi dingin
Banyak
alternatif cara menyiasati kebekuan iklim relasi antarpasangan, salah satu
saran saya adalah kedua pasangan meredam dulu emosi negatif yang menyertai rasa
marah, kecewa, dan kesal oleh peristiwa di atas, sekitar 30 menit hingga paling
lama 1 jam. Kemudian, salah satu pasangan mengetuk kamar yang terkunci sambil
mengajak berdamai. Mungkin dengan menyertakan ungkapan-ungkapan verbal
bernadakan humor.
Saya yakin,
apabila memang di antara mereka masih saling mencintai dan saling menghormati,
pasangannya akan luluh dan mau membuka pintu, bahkan langsung memeluk
pasangannya. Sambil berpelukan salah satu jari dikaitkan dengan jari
pasangannya, sambil berkata ”cantel”, seperti halnya pernah kita lakukan saat
berbaikan dengan saudara setelah bertengkar di masa kecil.
Jangan
membiarkan kebekuan iklim relasi berlanjut beberapa hari, apalagi lebih dari
tiga hari. Maka, upaya menghangatkan kembali iklim relasi akan berhasil dengan
optimal. Hasrat untuk saling memaafkan pun akan berkembang membaik. Untuk
kemudian dalam suasana iklim relasi yang hangat, kalaupun terjadi selisih
paham, bukan menyangkut hal yang prinsipiil.
Apabila
ternyata terungkap bahwa pertengkaran yang terjadi mengandung unsur-unsur yang
prinsipiil, kedua pasangan seyogianya meluangkan waktu khusus membahas
persoalan tersebut dengan sungguh-sungguh agar tercapai solusi bersama.
Pertengkaran di kemudian hari kalaupun terjadi akan lebih bermakna bagi proses
peningkatan kehangatan iklim relasi di antara kedua pasangan dalam relasi
selanjutnya. Semoga.... ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar