|
GUBERNUR DKI Joko Widodo mengatakan tak ada gunanya menambah truk
pengangkut sampah di Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan. Menurut dia,
perilaku wargalah yang menjadi kunci bersihnya sungai dari sampah.
”Cara penyelesaian seperti ini
tidak tepat. Bawa dump truck ke sini itu tidak diperlukan kalau
masyarakat tidak buang sampah,” ujarnya saat meninjau Pintu Air Manggarai.
Menurut Jokowi, yang lebih pas adalah kampanye besar-besaran bagi
masyarakat umum, terutama yang bermukim di bantaran sungai, untuk tak membuang
sampah sembarangan, apalagi ke aliran sungai.
Hak dan kewajiban
Benarkah kerusakan lingkungan sudah sedemikian parah? Sebenarnya sudah
semakin banyak yang mengkhawatirkan kerusakan lingkungan, terutama dari sisi
dampaknya terhadap manusia. Namun, tidak banyak yang peduli dengan organisme
hidup lain yang mungkin saja musnah akibat kerusakan lingkungan.
Berbasis pengetahuan bahwa pada hakikatnya manusia mengutamakan
kepentingannya sendiri, pendekatan lingkungan harus diubah dengan mengajak
masyarakat untuk melakukan kewajibannya terhadap diri sendiri. Filsuf Imannuel
Kant mengatakan, karena kewajiban untuk diri sendiri adalah sebuah hal utama
yang penting, seharusnya kewajiban ini mendapat tempat yang membanggakan.
Oleh karena itu, perilaku warga menjadi kunci. Sayangnya, kewajiban
warga untuk memelihara lingkungan dan tidak membuang sampah masih mencemaskan.
Dalam hal ini, kata ”kewajiban” sangat aneh karena memiliki logika
sempit jika dikaitkan dengan legalitas, di sisi lain memiliki logika yang
sangat luas karena seolah menyelimuti seluruh atmosfer moral.
Mengatakan ”mereka tidak memiliki kewajiban” atau ”Anda tidak punya
kewajiban terhadap mereka” sebetulnya sama saja dengan mengatakan satu pesan
sederhana, ”Mereka tidak penting”.
Ketika dominasi kebenaran dan kewajiban berhenti, lahirlah dominasi
pilihan. Apa yang bukan menjadi kewajiban mungkin hanya masalah selera, gaya,
atau perasaan, tetapi itu tidak bisa menjadi sesuatu yang memaksa perhatian
kita, baik kita suka maupun tidak. Ketika klaim kewajiban masuk ke wilayah ini,
klaim itu bisa ditanggapi secara serius.
Kant mengatakan bahwa kita tidak memiliki kewajiban langsung terhadap
hewan karena mereka tidak rasional; tetapi bahwa kita harus memperlakukan
mereka sepantasnya sebagai ”kewajiban tidak langsung” kemanusiaan kita. Jika
kita memperlakukan hewan secara tidak baik, kita pun akan memperlakukan sesama
manusia secara tidak baik.
Abai kepedulian
Kita mungkin masih berpikir bahwa kata ”keadilan” telah kehilangan makna
normalnya. Dalam kehidupan sehari-hari kita berpikir bahwa kewajiban dari
keadilan tersebut telah menekan kita lebih jauh ketika kita berhadapan dengan
yang lemah.
Kita memiliki banyak kewajiban termasuk terhadap binatang, tumbuhan,
bahkan alam semesta. Membicarakan ini, lebih baik kita meninggalkan sejenak
kata kewajiban dan hak lalu menggantinya dengan kata yang lebih luas artinya,
seperti ”salah”, ”benar”, dan ”mungkin”. Hal ini akan mungkin dilakukan, tetapi
tidak menyenangkan.
Isu tentang kewajiban akan menjadi lebih jelas apabila kita melihat
kembali pandangan Kant dan John Stuart Mill mengenai kewajiban untuk diri
sendiri. Mill menunjukkan bahwa integritas, otonomi, pengetahuan diri, dan
harga diri bukanlah kewajiban seseorang dalam arti biasa.
Kebutuhan setiap orang adalah berbeda. Hak tampaknya tidak hanya dapat
dikaitkan dengan munculnya kewajiban. Anda tidak dapat berutang kepada orang
lain seperti Anda dapat berutang kepada diri sendiri. Begitu juga ketika
memaksa diri sendiri untuk berintegritas, kita tidak dapat serta merta
memerintahkan orang lain berbuat sama.
Seperti dikatakan Kant, kepentingan atau urusan kita adalah untuk
mempromosikan kesempurnaan kita dan kebahagiaan orang-orang. Kesempurnaan ini
merupakan tujuan yang mereka miliki. Sebuah kehormatan atau penghargaan memang
kita berikan kepada diri kita sendiri dan orang lain. Akan tetapi, Kant
menekankan bahwa penghargaan diri merupakan hal yang berbeda dan membutuhkan
persyaratan lebih dalam.
Pada faktanya, kewajiban terhadap seseorang adalah kewajiban yang
memiliki bentuk berbeda. Mereka tidak jauh dari kewajiban terhadap utang,
misalnya utang dalam bentuk uang. Uang adalah benda yang bisa diberikan kepada
seseorang, siapa pun itu dan apabila uang tersebut diberikan kepada diri sendiri,
tandanya utang tersebut hilang. Dengan kata lain, kita tidak berutang terhadap
diri kita sendiri.
Kewajiban setiap orang tidaklah sama, tetapi utilitarianisme
menginginkan ”kesamaan” kewajiban.
Itulah pandangan Mill, yakni motif setiap orang adalah sama-sama wajib
mencapai kebahagiaan bersama milik semua orang. Oleh karena itu, ia memandang
semua kewajiban dan moralitas di dunia luar secara sosial diperlukan pembatasan
terhadap keinginan dan ekspresi, yaitu keinginan orang lain untuk mencapai
kebahagiaan.
Kisah Crusoe
Barangkali Jokowi mirip Robison Crusoe. Bedanya, Crusoe hanya sendirian
di sebuah pulau. Jadi, kewajibannya mutlak untuk menjaga pulau. Kewajiban
menjaga pulau itu merupakan hal yang sama dengan kewajiban bertanggung jawab
dan peduli terhadap Tanah Air. Kepedulian lahir dan berakar semakin kuat ketika
si penghuni sudah tinggal lama di tempat tersebut.
Kemungkinan pertama yang akan terjadi adalah timbul pemikiran bahwa
penghormatan diberikan terhadap pohon-pohon yang sebenarnya, pegunungan, danau,
sungai, dan apa pun yang ditemukan di sana.
Kemungkinan
kedua akan muncul ketika Crusoe menunjukkan kebanggaan dengan kewajibannya
menjaga tanah dengan baik. Keidealan Crusoe terlihat ketika bersikap
menghormati alam di sekeliling dengan berkampanye agar penghuni pulau (yang
sebenarnya hanya dia) tidak mengeksploitasi, merusak lingkungan, dan membuang
sampah sembarangan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar