Minggu, 29 September 2013

Korupsi Pengaruh

Korupsi Pengaruh
Said Zainal Abidin ;  Guru Besar STIA LAN dan Mantan Penasihat KPK
DETIKNEWS, 27 September 2013


Korupsi di Indonesia makin meningkat, bukan saja dalam jumlah kerugian negara yang ditimbulkan, tapi juga dalam derajat korupsi itu sendiri, terkait dengan berbagai aspek dan nilai moral yang hidup dalam masyarakat.

Semenjak pertama kali tindakan pemberantasan korupsi dilakukan oleh KPK tahun 2004 sampai akhir tahun 2012 korupsi yang terjadi umumnya dapat digolongkan sebagai korupsi biasa. Derajatnya masih tergolong rendah. Biarpun jumlah kerugian negara yang ditimbulkan cukup besar, pembongkarannya relatif lebih mudah. Korupsi itu boleh jadi karena kecerobohan administrasi keuangan atau ketidak tahuannya. Misalnya pelanggaran dalam pembangunan sebuah proyek pemerintah.

Contohnya, penunjukan langsung proyek yang menurut besarnya biaya seharusnya ditender secara terbuka. Korupsi jenis ini masih dapat digolongkan sebagai korupsi tingkat dasar. Kesalahannya masih tergolong “stupid mistake”.

Lebih tinggi dari itu adalah korupsi dengan mark-up harga dalam pengadaan barang pemerintah. Kegiatannya sudah lebih bersahaja. Di sini sudah ada nilai moral yang sengaja dilanggar. Nilai kerugian negara biasanya cukup besar, akibatnya kualitas proyek tidak sempurna.

Tingkat yang lebih tinggi lagi adalah penyuapan pihak-pihak pemegang otoritas pengambil keputusan langsung terhadap proyek. Contoh dari korupsi derajat ketiga ini adalah yang dilakukan oleh Pimpinan SKK Migas, penyuapan hakim/jaksa atau suap dalam toilet di DPR pada waktu seleksi Hakim Agung. Namun masih terbatas pada satu jenis korupsi. Kerugiannya berkaitan dengan aspek keuangan.

Tingkat keempat, yakni korupsi yang derajatnya lebih tinggi lagi adalah korupsi/suap pengaruh (influence corruption). Korupsi ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat. Baik karena dipandang baik maupun karena memegang kunci kekuasaan. Karena itu kerugian yang ditimbulkan tidak sekedar berupa materi, tetapi juga non materi. Kehilangan kepercayaan rakyat kepada simbol-simbol tertentu yang selama ini dipercayai penuh oleh masyarakat. Contoh konkrit dari jenis korupsi ini adalah suap import daging sapi yang diterima LHI.

Sebagai pimpinan partai politik, LHI tidak memiliki kekuasaan eksekutif secara langsung terhadap penentuan kuota impor daging, tapi mempunyai pengaruh terhadap menteri-menteri dari partainya. Dalam hal ini dapat dianggap, partai-partai politik menempatkan orang-orangnya dalam kabinet atau dalam pemerintahan untuk melakukan tindakan yang menguntungkan partai. Tidak lebih dari itu.

Corak korupsi jenis ini dapat dikatakan lebih tinggi derajatnya, karena terkait dengan banyak aspek sekaligus. Keuangan, politik, administrasi pemerintahan dan dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat. LHI adalah Presiden partai politik Islam yang selama ini dipandang banyak orang sebagai partai harapan masa depan. Karena itu tindakannya mengecewakan banyak orang. Dalam kajian tentang korupsi, tindakan ini termasuk apa yang disebut sebagai korupsi dengan memanfaatkan pengaruh (Influence Corruption).

Korupsi-pengaruh seperti ini rentan terjadi dalam sistem demokrasi di mana partai politik mempunyai pengaruh yang menentukan dalam proses pengambilan kebijakan pemerintahan. Karena itu tidak heran kalau ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak mencerminkan kepentingan rakyat pada setiap menjelang Pemilihan Umum. Lebih-lebih kalau sistem keuangan partai politik tidak jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar