|
Pelaksanaan sistem jaminan
kesehatan rakyat oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial pada awal tahun 2014
sebaiknya dipahami secara baik oleh segenap rakyat dan entitas yang terkait
bidang kesehatan. Namun, sebelum diterapkan, tampaknya banyak hal harus dibenahi,
termasuk di antaranya manajemen rumah sakit.
Sudah tidak
zamannya lagi rumah sakit menetapkan biaya pelayanan yang tidak rasional.
Kenyataannya, masih ada rumah sakit yang mengabaikan prinsip INA CBGs, yaitu
penghitungan biaya berbasis pada kelompok diagnosis penyakit yang sudah
diperhitungkan sebelumnya. Dalam konteks itu, setiap penanganan pasien
menggunakan prinsip kendali mutu dan biaya.
Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi telah mewarnai domain kesehatan secara
signifikan dengan mengubah sistem kesehatan ke arah penerapan sistem informasi
kesehatan terpadu atau e-Health. Sistem elektronik ini interconnected dalam menangani
masalah dan operasional kesehatan rakyat.
Itu sebabnya
mengapa penting meneguhkan sistem pelayanan kesehatan rakyat lewat Badan
Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan teknologi andal. Peneguhan
tersebut sangat bergantung pada sejauh mana keandalan dan akurasi rekam medis
dan kodifikasi di setiap rumah sakit.
Revitalisasi
Langkah
mendasar pembenahan sistem pelayanan kesehatan rakyat adalah revitalisasi rekam
medis dan kodifikasi. Rekam medis merupakan bukti tertulis tentang pasien yang
telah mendapat perawatan atau pengobatan di rumah sakit. Pelayanan rekam medis
di rumah sakit terbagi atas penerimaan pasien, perekaman kegiatan pelayanan
medis, pengolahan data rekam medis, penyimpanan rekam medis, dan pelaporan
rekam medis.
Pelayanan rekam
medis jika dilihat dari jenis penerimaan pasien terdiri atas pelayanan rekam
medis pasien rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat. Untuk pasien Jamkesmas
rawat inap, pada umumnya kegiatan pelayanan rekam medis pasien sama dengan
kegiatan pelayanan rekam medis pasien umum. Akan tetapi, untuk pelayanan rekam
medis pasien rawat inap pasien Jamkesmas ada perbedaan pada kegiatan pengolahan
data, khususnya pada bagian kodifikasi. Masalah rekam medis inilah yang akan
menjadi penentu klaim KJS sehingga perlu akurasi dan sinkronisasi secara baik
antarlembaga.
Selain rekam
medis, penting juga membangun sistem kodifikasi. Yakni pembuatan kode atas
diagnosis penyakit berdasarkan klasifikasi penyakit yang berlaku yang bertujuan
untuk mempermudah pengelompokan penyakit dan operasi yang dapat dituangkan
dalam bentuk angka dan dikonversikan ke dalam harga/tarif. Pada pelayanan
pasien rawat inap, pasien Jamkesmas rawat inap perihal kodifikasi tidak
diaplikasikan pada sistem informasi manajemen (SIM) rumah sakit untuk pasien
umum, tetapi diaplikasikan pada software aplikasi pemerintah yang
bernama INA CBG’s. Masalah inilah yang harus disinkronkan lebih lanjut agar
tidak terjadi tumpang tindih.
Mulai tahun
2010 diterapkan paket INA- CBG’s versi 1.6 yang lebih terintegrasi serta mudah
dipahami dan dioperasikan. Agar penggunaan aplikasi INA-CBG’s dapat berjalan
baik, diperlukan tata kelola sistem informasi yang baik dan selalu diaudit.
Dari sisi teknologi informasi, aplikasi INA-CBG’s adalah suatu sistem
klasifikasi kombinasi dari beberapa jenis penyakit/diagnosis dan prosedur/ tindakan
di rumah sakit dan pembiayaannya yang dikaitkan dengan mutu serta efektivitas
pelayanan terhadap pasien.
Penentu mutu
Semua pihak
mestinya bersepakat bahwa INA-CBG’s merupakan sistem penentu mutu pelayanan
kesehatan yang menjadi salah satu unsur dalam pembiayaan kesehatan. Selain itu,
sistem ini juga dapat digunakan sebagai salah satu standar penggunaan sumber
daya yang diperlukan dalam pembiayaan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Aplikasi INA- CBG’s lebih real dibandingkan dengan INA- DRG karena menekankan
pendekatan prosedur dibandingkan diagnosis. Sementara aplikasi INA-CBG’s lebih
mengedepankan diagnosis dibandingkan prosedur. Perlunya memperbaiki pedoman
pelaksanaan Jamkesmas, terutama terhadap kasus-kasus dengan diagnosis yang
kompleks dengan severity level
3. Yang mana menurut kode INA-CBGs hal itu harus mendapat pengesahan dari
pejabat yang ditunjuk/diberi tanggung jawab pihak rumah sakit.
Peran
kodifikasi dalam sistem sangat menentukan karena logic software yang
digunakan sangat menentukan tarif. Hal itu adalah masalah yang sensitif dan
berpotensi untuk dimanipulasi. Kodifikasi dengan pedoman ICD 10 untuk
menentukan diagnosis dan ICD 9 CM untuk tindakan atau prosedur. Pengelompokan
penyakit dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pengelompokan dari data
morbiditas yang ditetapkan sesuai dengan kriteria yang direkomendasikan oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Rumah sakit
adalah suatu organisasi pelayanan kesehatan yang banyak melibatkan berbagai
disiplin ilmu yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesehatan, mencegah,
menyembuhkan, dan pemulihan penyakit terhadap perseorangan, keluarga, dan
masyarakat. Dibutuhkan sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) yang
merupakan tata kelola pengumpulan data, pengolahan data, penyajian informasi,
analisis, dan penyimpulan informasi serta penyampaian informasi dibutuhkan
untuk kegiatan rumah sakit.
Terdapat
berbagai manfaat pasti dengan penggunaan sistem atau aplikasi INA-CBG’s. Bagi
pasien, dengan sistem itu ada kepastian dalam pelayanan dengan prioritas
pengobatan berdasarkan derajat keparahan. Juga adanya batasan terhadap lama
rawat (length of stay) bagi pasien.
Karena berapa pun lama rawat yang dilakukan, biayanya sudah ditentukan. Selain
itu bisa mengurangi pemeriksaan dan penggunaan alat medis yang berlebihan oleh
tenaga medis sehingga mengurangi risiko yang dihadapi pasien.
Bagi pihak
rumah sakit akan memperoleh pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja aktual.
Dengan demikian, dapat meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit.
Adapun bagi pihak pemerintah dan pengelola dana jaminan kesehatan, sistem dapat
meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian anggaran pembiayaan kesehatan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar