|
Tidak bisa disangkal bahwa pasar
domestik Indonesia yang sangat besar menjadi incaran berbagai jenis barang
impor, tidak terkecuali produk makanan, baik segar maupun hasil olahan. Seberapa
dominan bahan makanan impor dalam komposisi makanan yang kita konsumsi
sehari-hari, sampai saat ini belum ada jawaban yang pasti. Namun, yang hampir
pasti adalah bahwa komposisi impor dibanding produk lokal akan makin meningkat
dalam dekade mendatang. Pertanyaannya, seberapa siap pemerintah dalam
melindungi rakyatnya dari serbuan produk impor terutama dalam kaitannya dengan
perlindungan kesehatan melalui penjaminan keamanan pangan (food safety), baik terhadap manusia maupun hewan.
Pada Januari 2011, pemerintah AS
menerbitkan satu undang-undang, yaitu Food
Safety and Modernization Act (FSMA). Aturan itu lahir antara lain dilatar-belakangi
adanya kekhawatiran akan makin meningkatnya komposisi impor dibanding produk
lokal dalam menu makanan sehari-hari di AS yang saat ini secara umum sudah
mencapai 15 persen, khusus untuk buah-buahan segar mendekati 75 persen. Dengan
makin meningkatnya komposisi impor, maka risiko masuknya berbagai penyakit
(manusia, tanaman, dan hewan), hama tanaman, dan kontaminan lainnya dalam
produk makanan yang diimpor makin besar.
Cara-cara pencegahan masuknya
berbagai produk impor yang tidak sesuai standar yang dilakukan sebelum terbitnya
FSMA yaitu mencegah masuknya barang tersebut di pintu masuk, seperti pelabuhan,
bandara, dan perbatasan, dianggap tidak memadai lagi. Pada 2011, diperkirakan
sekitar 24 juta kapal merapat di sekitar 300 pintu masuk AS membawa produk
impor yang berada dalam pengawasan US
Food and Drug Adminstration (USFDA) dan berasal dari 150 negara. Jumlah
kapal pembawa barang impor tersebut meningkat empat kali lipat dalam 10 tahun
terakhir dan diperkirakan akan meningkat sebesar 15 persen tiap tahunnya.
FSMA memberi kewenangan yang lebih
besar kepada USFDA, antara lain kewenangan melakukan inspeksi mengikuti alur
rantai produksi, mulai dari tahapan produksi di tingkat petani sampai pada
proses dan pengepakan, ke negara asal komoditas sebelum masuk AS. Visi FSMA
adalah pencegahan-- mencegah munculnya masalah food safety sebelum terjadi--lebih baik dari bereaksi saat masalah
itu sudah terjadi.
Produk-produk yang diproduksi tidak
sesuai dengan standar AS berdasarkan hasil inspeksi USFDA akan dilarang masuk
AS. Dengan cara ini, maka pemerintah AS berkeyakinan dapat melindungi rakyatnya
dari mengonsumsi produk yang tidak sesuai dengan standar mereka.
Implementasi FSMA menyadarkan kita
akan dua hal, yang pertama adalah bahwa industri pangan kita harus berbenah
mengikuti standar perdagangan internasional. Pengabaian terhadap profesionalisme
industri pangan ini akan semakin menenggelamkan produk Indonesia di pasar
internasional.
Yang kedua pemerintah Indonesia
perlu mengambil kebijakan yang lebih elegan dalam menyi kapi makin derasnya
impor bahan pangan, segar dan olahan, ke dalam negeri. Kebijakan tersebut harus
bermuara pada kepentingan melindungi konsumen dalam negeri dari produk yang
tidak sesuai standar, mencegah masuknya hama dan penyakit tanaman dan hewan,
dan hak konsumen untuk mengetahui asal-usul makanan yang akan dibeli.
Implementasinya tentu tidak mudah
karena berbagai alasan, antara lain adalah bahwa penerapan standar untuk komoditas
impor tertentu menuntut pemberlakuan standar yang sama untuk komoditas yang diproduksi
dalam negeri. Namun demikian, bisa diambil jalan tengah, yaitu dengan
mengecualikan komoditas yang diproduksi dari petani kecil, seperti yang juga
diberlakukan dalam FSMA.
Sarana laboratorium sumber daya
manusianya harus dibangun mengikuti standar internasional dalam hal akurasi dan
metodologinya sehingga senantiasa siap melakukan pengujian terhadap produk yang
diimpor dan hasilnya diakui secara internasional. Demikian juga ketentuan yang
terkait dengan labeling perlu segera
diberlakukan untuk memberi kepastian kepada konsumen terhadap produk yang
dikonsumsi. Labeling ini tak hanya
mengurai fisik produk, tapi juga bagaimana produk itu diproses apakah halal
atau tidak.
Perjalanan untuk sampai pada kondisi
tersebut tentu membutuhkan waktu yang tidak pendek. Sebagai gambaran, FSMA yang
diundangkan pada Januari 2011 hingga saat ini belum secara efektif diimplementasikan
karena masih berkutat pada penyusunan aturan sebagai turunan dari undang-undang
tersebut. Namun, jika tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar