Senin, 30 September 2013

Melawan Kuburan

 Melawan Kuburan
Said Aqil Siradj ;  Ketua Umum PB NU
REPUBLIKA, 23 September 2013


Negeri kita saat ini tampaknya makin ramai saja dengan tindakan konyol. Bukan saja dalam artian tindakan yang membikin orang tersenyum simpul atau kecut muka, tapi juga membuat "sport jantung" lantaran ada unsur utama berbentuk kekerasan seperti perusakan atau pembantaian.  Dan menariknya, tindakan konyol yang beraroma kekerasan kerap pula didasarkan pada pemahaman `idiologis' tertentu. Akibatnya, kekerasan yang dipahami sebagai hal yang merusak kenyamanan, tapi bagi tipe golongan mereka ini justru diyakini sebagai `kebenaran' yang harus diwartakan dan diperjuangkan walau dengan kekerasan. 

Nah, mengagetkan, tiba-tiba Yogyakarta kembali diguncang "gempa". Kali ini bukan akibat letusan Merapi, melainkan dalam wujud perusakan yang dilakukan oleh sebuah "brigade" dengan ciri- cirinya yang khas. Dan juga bukan seperti kasus Cebongan yang menelan korban manusia. Insiden perusakan ini menjadi unik karena yang jadi sasaran dan korbannya adalah kuburan. Tepatnya, perusakan terhadap makam cucu Sri Sultan Hamengku Buwono VI, yaitu Kyai Ageng Prawiro Poerbo di Pasarean Karang Kabolotan, Semaki, Umbulharjo, Yogyakarta. Mengapa harus kuburan? Tentu ada cerita di balik fakta. 

Gerakan kalap

Bagi sebagian orang, peristiwa perusakan kuburan tersebut mungkin lucu bin konyol. Kuburan yang menjadi tempat peristirahatan terakhir seseorang dari gemerlap dunia ini dan hanya berupa seonggok batu nisan harus menerima nasib dirusak. Secara nalar, pasti ada hal ihwal yang melatarbelakangi aksi vandalis tersebut. Tidak mungkin pekerjaan yang kebetulan atau main-main saja. 

Amatan ini bukannya tanpa data empiris. Ada saksi mata dan alat bukti yang bisa menjadi penguatnya. Ya, segerombolan orang yang menurut kesaksian penjaga makam Kyai Ageng Prawiro Poerbo di Yogyakarta itu berpenampilan "cingkrang". Setelah mengacak-acak makam, mereka menuliskan di batu nisan dan lantai kata-kata "syirik haram". Para perusak makam itu juga sempat mengatakan pada penjaga makam bahwa tempat tersebut merupakan tempat praktik syirik, haram. 

Jelas sudah, data-data ini bisa memperlancar investigasi bahwa pastinya ada motivasi berlambarkan keagamaan dalam kasus tersebut. Dengan tulisan "syirik, haram" di batu nisan dan lantai area permakaman, menyingkapkan tentang sebuah identitas kelompok tertentu yang memang saat ini gerakannya terang-terangan, tak hanya mencela sana-sini, tapi berani bertindak oleh karena ditopang klaim kebenaran yang diyakininya paling sahih dan terjamin otentisitasnya. 

Yogyakarta yang dikenal sebagai kota budaya dan kota pelajar belakangan ini tampaknya tengah bergulat dengan menjamurnya beraneka tipologi kelompok.
Masalah premanisme yang mencemaskan hingga mewabahnya kelompok-kelompok Islam yang sebut saja dengan istilah Islam puritan. Kelompok kemaruk otentisitas ajaran Islam ini terlihat sudah mengepung dan menyeruak dari perkotaan hingga desa di Yogyakarta. 

Dalam kasus sebelumnya, misalnya, pernah terjadi pembubaran oleh segelintir orang terhadap sebuah komunitas yang sedang merayakan Maulid Nabi di sebuah desa di Yogyakarta. Di daerah lain, seperti Cirebon juga pernah terjadi pelemparan bom molotov oleh sekelompok orang terhadap jamaah mushola yang tengah merayakan Maulid Nabi yang diramaikan dengan iringan mara wis. Isu bid'ah yang ditudingkan pada perayaan Maulid Nabi--walaupun itu sudah isu lama dan basi--sekarang berkobar kembali seiring dengan berkecambahnya kelompok- kelompok Islam puritan.

Bangkitnya puritanisme Islam ini memang bukan khas di Indonesia. Gerakannya bersifat transnasional. Di Mesir, misalnya, belum terlalu lama berselang juga terjadi aksi kelompok Salafi yang melakukan pembubaran perayaan Maulid Nabi yang tengah dihelat oleh komunitas Muslim di sebuah daerah di Mesir. Bahkan, pembubaran itu disertai aksi pembantaian yang menimbulkan banyak korban tewas. Mereka juga bersiap untuk menghancurkan makam-makam aulia Mesir yang menjadi tempat ziarah serta situs-situs sejarah lainnya. Mesir mengalami nasib yang jauh lebih parah dibanding negeri kita dalam serbuan kelompok Islam puritan dan juga kelompok takfiri (suka mengkafirkan kelompok lain). 

Beberapa negeri Muslim terlihat juga sama-sama mengalami gempuran Islam puritan dengan insiden yang tak kalah tragis. Kelompok militan di Somalia, yaitu Asysyabab, melakukan aksi vandalisme dengan menghancurkan makam ulama yang banyak diziarahi oleh masyarakat setempat setelah berhasil menguasai satu daerah. 

Di Yaman, seperti pernah diceritakan oleh Dr Said Ramadhon al-Buthi, pernah terjadi peristiwa saling bunuh dalam satu keluarga akibat infiltrasi pengaruh Islam puritan. Hampir mirip kasus di Yaman ini, di negeri kita juga ada kasus "pecah kongsi" satu keluarga akibat ada salah satu anggota keluarga yang masuk dalam kelompok Islam puritan. 

Untuk contoh negeri Muslim lagi, Arab Saudi juga pernah menerima nasib dikafirkan. Usamah bin Ladin menyebut pemerintah Arab Saudi telah melakukan kekafiran akbar karena menihilkan hukum syariat serta menyerahkan negara untuk dijajah Amerika. Pandangan Usamah inilah yang dianut oleh Imam Samudra, Amrozi, dan Mukhlas.

Puritanisme ternyata bisa memompa adrenalin seseorang untuk melakukan kekerasan. Walaupun di sini tidak berlaku hukum matematika, bahwa setiap puritan adalah radikal atau bahkan teroris. Ini hanya menilik sebagian fakta yang terjadi, karenanya bukan rumusan mutlak. Menyitir mufti Mesir, Dr Ali Jum'ah, kaum puritan berpegang pada sejumlah masalah yang sebenarnya tidak mewakili karakter umat, tetapi sekadar masalah cabang dan lalu mereka jadikan sebagai tolok ukur untuk mengelompokkan umat Islam. 


Nah, di sinilah makin menyadarkan bersama bahwa ada pergerakan "kalap" yang tengah berupaya merangsek kenyamanan beragama. Keberagamaan yang sesungguhnya subtil serta perlu dimaknai secara spiritual, kini tengah berhadapan dengan literalisme kaku yang bertumpu pada simbol-simbol formal keagamaan. Siapa yang akan menang dalam kompetisi ini, kelak punya andil dalam mewarnai keindonesiaan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar