|
Hampir dipastikan tidak banyak orang yang tahu kalau Kamis
ini, 26 September adalah Hari Kontrasepsi Dunia (HKD). Peringatan yang dimulai
sejak 2007 oleh masyarakat Uni Eropa, dilakukan di berbagai belahan dunia
dengan sebutan World Contraceptive Day (WCD) mempunyai visi kepada dunia dimana
setiap kehamilan adalah diinginkan. Melalui motto "masa depanmu,
pilihanmu, kontrasepsimu" HKD 2013 mempunyai fokus untuk memberdayakan
remaja/pemuda (youth) berpikir ke depan dan memasukkan kontrasepsi dalam
perencanaan ke depan, dalam rangka menghindari kehamilan yang tidak
direncanakan atau penyakit menular seksual (PMS).
Mengapa fokus pada pemuda (remaja)? Karena jumlah penduduk
muda ini sangat besar. Pemuda/remaja yang didefinisikan PBB berumur 15-24 tahun
ini jumlahnya sekitar 18 persen dari seluruh penduduk dunia atau sekitar 1,2
miliar remaja, 87 persen di antaranya tinggal di negara berkembang dan 62
persen remaja hidup di negara-negara Asia. Artinya, di negara berkembang remaja
jumlahnya hampir separuh jumlah penduduk di negara tersebut. Remaja di negara
Asia Pasifik dianggap tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kesehatan seksual
dan kesehatan reproduksi serta hak-hak reproduksi. Hal inilah yang menyebabkan
banyaknya kasus melanda remaja seperti perkosaan, diskriminasi dan pelecehan
seksual, kekerasan dan eksploitasi, kehamilan yang tidak diinginkan (KTD),
aborsi yang tidak aman serta infeksi penyakit menular termasuk HIV/AIDS.
Potret remaja di belahan dunia khususnya di Asia Selatan
dan Asia Tenggara kurang mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi dan
kesehatan seksual karena adanya anggapan bahwa belum diperlukan bahkan dianggap
berbahaya kalau mereka tahu. Tidak mengherankan kalau angka kelahiran remaja
masih cukup tinggi. Di Indonesia diperkirakan kelahiran sekitar 48 per seribu
penduduk remaja (2012), di bandingkan dengan Malaysia sekitar 14 per 1.000
(2009), China 6,2 per 1.000 (2009) dan Vietnam 35 per 1.000 (2009). Di
Indonesia kelahiran remaja di pedesaan hampir dua kali jika dibandingkan di
daerah perkotaan yaitu 62 per 1.000 (desa) dan 35 per 1.000 (kota). Meskipun
kontrasepsi diperkenalkan seumur program KB di Indonesia, namun masih banyak
rumor dan kepercayaan tentang kontrasepsi termasuk soal kehamilan. Kalau minum
pil, badan tambah gemuk, bulu tumbuh, menjadi mandul, atau badan berbau aneh.
Bahkan tentang kehamilan sendiri banyak persepsi yang salah, seperti tidak akan
hamil kalau dilakukan hubungan seksual sekali saja, atau meloncat-loncat
sehabis berhubungan seksual. Mitos-mitos semacam inilah akhirnya membawa
dampaknya banyaknya kasus KTD.
Hampir setiap wanita di Indonesia usia 15-49 tahun ber
status kawin mengetahui paling sedikit satu alat metoda kontrasepsi (98 persen,
SDKI 2012), sedangkan pengetahuan pria sedikit lebih rendah sekitar 94 persen.
Metode yang paling banyak diketahui adalah suntik dan pil. Namun, ternyata
pengetahuan tidak sejalan dengan praktek pemakaian kontrasepsi. Wanita kawin
usia reproduksi yang aktif memakai kontrasepsi hanya 62 persen dimana 58 persen
cara modern dan 4 persen cara tradisional.
Angka
pemakaian kontrasepsi ini dapat dikatakan stagnan sejak 2002 (SDKI, 2002-03).
Penggunaan metoda hormonal nampaknya paling disukai wanita kawin usia subur
ini, dimana suntikan pada 1991 hanya 12 persen meningkat 32 persen 2012.
Sementara metode IUD turun dari 13 persen (1991) menjadi 4 persen, sedangkan
pil tetap menduduki peringkat kedua sekitar 14 persen sejak 1991 sampai
sekarang. Namun sayang, tingkat putus pakai peserta KB di Indonesia masih cukup
tinggi. Secara umum sebanyak 27 persen pemakai kontrasepsi berhenti memakai
alat kontrasepsinya setelah satu tahun pakai. Tingkat putus pakai tertinggi
adalah pil (41 persen), kondom (31 persen) dan suntik (25 persen). Inilah yang
melatarbelakangi tema untuk HKD 2013 di Indonesia, adalah mengarahkan pemakaian
kontrasepsi jangka panjang IUD dan Implant sebagai metoda alternatif
menyongsong era SJSN 2014.
Banyak hal yang nampaknya harus dibenahi kalau melihat
potret pemakai kontrasepsi. Pertama, pola pembinaan paska pelayanan. Secara
teoritis, setiap alat/obat kontrasepsi hampir 100 persen dikatakan efektif.
Namun, perilaku pemakai dan terkadang pemberi pelayanan menyebabkan alat/obat
kontrasepsi tersebut menjadi kurang efektif.
Kedua, sebanyak 40 persen pemakai menyatakan tidak berniat
lagi memakai kontrasepsi karena alasan fertilitas, yaitu berhubungan dengan
menopause, abstinen, merasa tidak subur dan pasangan menginginkan punya anak
lagi. Harus ada identifikasi sasaran harus lebih terarah dan bermakna bagi
penurunan fertilitas. Ketiga, masih cukup banyak pasangan usia subur yang tidak
ber-KB karena berhubungan dengan alat kontrasepsi. Sekitar 23 persen mereka
menyatakan karena alasan kesehatan, efek samping, kurang akses dan biaya mahal.
Keempat, tingkat kebutuhan ber-KB yang tidak terlayani masih cukup tinggi atau
disebut unmet need. Diperkirakan sekitar 11 persen wanita kawin usia reproduksi
yang ingin ber-KB masih belum terlayani karena berbagai sebab.
Pada akhirnya sebagian besar kehamilan akan berakhir dengan
aborsi yang sangat membahayakan jiwa si ibu kalau dilakukan secara tidak aman.
Kita harus melindungi mereka.
Bagaimana dengan remaja? Pertanyaan ini selalu menggelitik.
Perdebatan tentang remaja yang secara seksual mereka sudah aktif apakah
membutuhkan pelayanan kontrasepsi.
Intinya, peringatan HKD mungkin belum bisa menjawab
persoalan ini. Tujuan setiap kehamilan adalah yang diinginkan masih jauh dari
harapan. Mari kita sumbangkan pikiran dan tenaga menangani masalah ini, baik
untuk pasangan usia subur maupun bagi para remaja. Impian kita pasti sama,
setiap kehamilan adalah anugerah. Setiap kehamilan adalah harapan. Selanjutnya
terserah anda! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar