|
Proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2013 yang
kini sedang berlangsung, mengusung sejumlah perubahan yang cukup
menggembirakan. Salah satunya adalah tersedianya formasi khusus bagi masyarakat
penyandang disabilitas dan putra-putri terbaik Papua. Total ada 62 formasi bagi
penyandang disabilitas untuk K/L, dan 263 formasi untuk Daerah. Untuk
putra-putri potensial Papua disediakan 100 formasi yang akan ditempatkan di
sejumlah K/L.
Kebijakan baru ini merupakan terobosan yang patut
diapresiasi, mengingat selama ini dua kelompok masyarakat ini sering
terpinggirkan dan mengalami diskriminasi dalam bursa tenaga kerja di Tanah Air,
meski sejumlah peraturan pemerintah dengan tegas telah mengatur hak-hak mereka
dalam bidang pekerjaan, seperti yang dialami masyarakat penyandang disabilitas.
Mereka harus berjuang dan bersaing keras dengan masyarakat
normal untuk hidup dan beraktivitas sehari-hari. Ini sungguh tidak mudah karena
selain kerap mengalami diskriminasi dan stigma sebagai masyarakat kelas dua,
penyandang cacat juga harus menghadapi kenyataan minimnya sarana dan prasarana
yang tersedia bagi mereka, seperti akses terhadap sarana transportasi,
bangunan, layanan kesehatan, pendidikan, bahkan informasi publik.
Hadirnya kebijakan baru dalam perekrutan CPNS tahun ini
diharapkan akan menjadi secercah harapan, sekaligus pembuka jalan bagi kelompok
masyarakat spesial ini untuk hidup normal seperti masyarakat lain, sekaligus
menunjukkan mereka juga bisa berkontribusi optimal bagi pembangunan masyarakat
dan negara.
Bersaing Ketat
Bersaing Ketat
Tersedianya formasi khusus bagi kelompok masyarakat penyandang cacat dan
putra-putri Papua, memang membuat medan tempur yang harus mereka hadapi untuk
menjadi abdi negara melalui proses seleksi CPNS 2013 menjadi sedikit lebih
ringan, karena tidak harus bersaing dengan pelamar dari masyarakat umum. Namun,
persaingan internal akan tetap sengit mengingat jumlah mereka cukup banyak,
sedangkan formasi khusus yang tersedia sangat terbatas jumlahnya.
Sebagai contoh, data Kementerian Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi per Desember 2010 menyebutkan, jumlah tenaga kerja penyandang
cacat di Indonesia mencapai 7.126.409 orang. Terdiri dari 2.137.923 tunanetra,
1.852.866 tunadaksa, 1.567.810 tunarungu, 712.641 cacat mental, dan 855.169
cacat kronis. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat, mengingat struktur
umur penduduk yang semakin menua, epidemologi ke arah kronik degeneratif,
kecelakaan dan bencana alam yang marak terjadi di negeri kita. Dengan jumlah
yang besar namun formasi yang tersedia sangat terbatas, persaingan internal
dalam masyarakat penyandang disabilitas dan putra-putri Papua dipastikan akan
tetap berlangsung sengit.
Tantangan berat lain yang juga dihadapi dua kelompok
masyarakat ini adalah persyaratan administrasi yang sama dengan pelamar dari
masyarakat umum. Misalnya, memenuhi kualifikasi pendidikan yang ditetapkan,
jumlah minimum IPK dan skor TOEFL. Secara umum, sebagian besar formasi yang
tersedia mensyaratkan pendidikan terakhir umumnya S1 atau Diploma III dengan
jumlah minimum IPK 3,00 dan skor TOEFL 450. Persyaratan administratif yang
tidak berbeda dengan masyarakat umum ini, merupakan tantangan besar bagi
penyandang disabilitas dan putra-putri Papua mengingat hanya sedikit dari
mereka yang berkesempatan memperoleh pendidikan baik seperti masyarakat normal
pada umumnya.
Bisa jadi terjadi akan ada sejumlah formasi yang kosong
karena masyarakat penyandang cacat dan putra-putri Papua tidak mampu memenuhi
kualifikasi yang diminta. Dalam konteks ini, pendidikan yang baik dan
berkualitas bagi masyarakat penyandang cacat dan putra-putri Papua, terutama
saat berada di usia sekolah menjadi penentu utama kesiapan mereka memenuhi
kualifikasi dan formasi khusus yang diberikan kepada mereka.
Momentum Pendidikan ABK
Momentum Pendidikan ABK
Merujuk pada UU Sisdiknas No.20/2003 Pasal 32, anak-anak penyandang cacat
dan putra-putri Papua masuk dalam kategori anak-anak berkebutuhan khusus (ABK),
yang perlu mendapatkan pendidikan khusus (PK) untuk anak-anak/peserta didik
penyandang ketunaan (Pasal 32 Ayat 1) dan Pendidikan Layanan Khusus (PLK),
untuk putra-putri Papua yang masuk kategori ABK Non Disabilitas (Pasal 32 Ayat
2).
Formasi khusus yang diberikan pada kelompok masyarakat
penyandang disabilitas dan putra-putri Papua dalam CPNS 2013, merupakan sebuah
momentum untuk lebih memperhatikan pendidikan ABK. Para orang tua ABK akan
memiliki rasa optimistis lebih baik tentang masa depan anak-anak mereka. Tak
perlu lagi merasa malu dan inferior sehingga mengucilkan atau menyembunyikan
keberadaan ABK mereka. Formasi khusus bagi ABK dalam CPNS kali ini akan menjadi
momentum untuk memantik kesadaran para orang tua ABK tentang pentingnya
pendidikan bagi ABK, sebagaimana anak-anak normal pada umumnya.
Kesadaran ini perlu direspons dengan baik oleh pemerintah
dan pihak terkait untuk memfasilitasi pendidikan ABK lebih baik lagi. Sudah
saatnya pendidikan integratif atau terpadu terbuka seluas mungkin bagi ABK,
sehingga memungkinkan mereka mencoba berinteraksi, berperilaku, dan berusaha
untuk hidup normal dan mandiri dengan segala keterbatasannya. Urgensi
pendidikan integratif di sini tidak hanya dalam konteks mengintegrasikan
pendidikan anak ABK dengan anak normal pada lembaga pendidikan pada umumnya,
tetapi juga mendapatkan pendidikan dengan anak normal di lingkungan sosial
lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
Penerimaan tulus dan kesempatan yang sama bagi ABK terutama
dalam bidang pendidikan integratif, akan berdampak sangat positif terhadap
pengembangan rasa percaya diri mereka sehingga potensi yang tersembunyi di
balik kekurangannya bisa terkuak. Ke depan, ABK tidak hanya dengan mudah mampu
memenuhi kualifikasi yang diminta dalam proses rekrutmen CPNS, tapi juga
berpotensi besar untuk menjelma menjadi SDM-SDM andal yang mandiri dan
berkontribusi optimal bagi masyarakat dan bangsa. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar