Senin, 30 September 2013

Jokowi dan Mobil Murah

Jokowi dan Mobil Murah
Leak Kustiya  ;  Pemimpin Redaksi Jawa Pos
JAWA POS, 30 September 2013



Pada 2014 kita dibanjiri pilihan. Pilih partai apa dan wakil yang mana? Pilih presiden siapa? Pilih nyoblos apa golput? Pilih beli mobil murah ramah lingkungan (LCGC) yang harga Rp 90 jutaan atau yang Rp 50 jutaan? Semua akan menjadi pilihan tahun depan.

Memilih secara bebas dan beramai-ramai pada dasarnya selalu menyenangkan. Begitulah pesta, seperti itulah alamiahnya demokrasi. Pesta memilih presiden -seru atau tidak- mari kita tunggu seperti apa model capres-capresnya. 

Menyambut kehadiran mobil-mobil murah ramah lingkungan jelas sangat menghebohkan industri otomotif dan pesta jalan raya. Semua pabrikan mobil menawarkan jagoan masing-masing dengan desain, fitur, warna, dan keunggulan yang berbeda. 

Yang kurang menyenangkan adalah ketika kita ingat problem kemacetan. Semakin absurd gambaran masa depan jalan raya. Di Jakarta, misalnya, program untuk mengatasi kemacetan selalu mangkrak ketika jabatan seorang gubernur berakhir. Lalu siapa sebenarnya yang harus betul-betul peduli untuk mengatasi problem kemacetan? 

Gubernur Jokowi kelihatannya sangat peduli. Tapi, sungguh-sungguh pedulikah dia? Kurang tahu. Kita masih harus menunggu agak lama karena tahun depan pasti belum bisa membuktikannya. Kemacetan Jakarta sudah stadium empat! 

Pertanyaannya, bukankah gubernur DKI asal Solo itu juga harus berpikir keras untuk menghadapi pesta pemilihan presiden tahun depan? 

Hingga hari ini Jokowi memang tak menunjukkan minat untuk mencalonkan diri sebagai presiden 2014. Tapi, ketidakminatan itu bisa jadi hanya strategi politik dan soal gaya. Orang Solo dan sekitarnya: Klaten, Sragen, Purwodadi, Sumberlawang, Wonogiri, Karanganyar, Boyolali, rata-rata punya bakat bergaya seperti Jokowi. Kelihatannya mengalah, tapi maju terus. Kurang berminat dengan logika yang rumit, kalau diserang dengan argumen yang muluk-muluk akan cenderung pasrah. Sak karepmu wis... Lha wis piye... Ojo ngono to... Ora dadi presiden yo ora opo-opo. Ah, tenane? 

Kemacetan Jakarta lama-lama menjadi hal biasa. Ketika kian hari kemacetan kian parah, para pengguna jalan di ibu kota juga kian tabah. Bila sedang naik taksi dan diburu waktu, sementara taksinya terjebak kemacetan parah, penumpang akan turun dari taksi lalu berlari mencari tukang ojek tanpa menggerutu. 

Suara klakson di jalanan Jakarta juga sudah tak seberingas kira-kira 4 atau 5 tahun lalu. Diimpit kemacetan terus-menerus, grade kesabaran warga Jakarta jadi membaik secara kultural. Pengemudi tak lagi sering-sering memencet klakson bila mobil di depannya tak kunjung bergerak. Mereka sadar: emosi sudah tak ada gunanya. 

Tahun depan mobil murah yang bagus-bagus modelnya pasti membanjiri jalanan. Tentu ini akan makin menambah kemacetan. Siapa yang sanggup menahan keinginan seseorang untuk memiliki mobil baru bila kemampuan ekonomi ada? 

Kalau Anda belum pernah memiliki mobil dan sekarang terbuka kesempatan untuk membelinya, rasanya tak mungkin bisa ditahan. Memiliki mobil pertama -mobil baru, jok masih terbungkus plastik- sulit dicarikan padanan kebahagiaannya. 

Mobil pertama akan disayang seperti halnya pacar pertama. Karena itu, akan dicintai dengan segala cara. Kalau catnya tergores, goresan itu juga seperti menggores kening kepala. Luka di bodi mobil itu akan terbawa terus ke mana pun, bahkan dalam mimpi. Kalau si mobil sedang kotor karena jalanan becek, dia akan dicuci hingga rongga tersulit di sela-sela roda, seolah tak akan dikendarai di jalan yang becek lagi. 

Belum lagi bila yang mengidamkan mobil baru itu pasangan keluarga muda. Belum lama menikah, punya anak satu yang masih dalam gendongan istri. Membahagiakan keluarga dengan mengajak anak istri berjalan-jalan dengan mobil pribadi yang baru adalah keindahan dan kebanggaan tiada tara sebagai suami. 

Dalam konteks ini dalil pejabat untuk menolak mobil murah pasti diabaikan pasar. Menghalau konsumen dengan paparan efek buruk LCGC penyebab kemacetan, pembengkakan subsidi BBM, pencemaran, merusak lapisan ozone, dan lain-lain akan kurang manjur. 

Dalam kebingungan mencari solusi kemacetan, masyarakat sebenarnya punya hak bertanya: mampu atau tidak sebenarnya pemerintah daerah di kota-kota besar itu menyediakan sarana transportasi umum yang memadai secepatnya? 

Sebenarnya masyarakat akan sangat senang bila setiap hari bisa pergi ke tempat kerja dengan nyaman dan tepat waktu dengan menggunakan transportasi umum. Dengan begitu, mobil murah ramah lingkungan yang segera booming tahun depan nanti hanya dikendarai bersama anak-istri di saat-saat tertentu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar