|
Selama Agustus-September 2013
bangsa ini dihebohkan pro-kontra Miss World. Miss World memang fenomenal. Ia
dipuja dan menjadi ikon kebebasan bangsa-bangsa modern, dengan dalih seni,
kebebasan, dan demokrasi. Tapi, lupa bangsa Indonesia telah berikrar sebagai
bangsa yang meletakkan ajaran dan bimbingan Tuhan Yang Maha Esa dalam setiap
langkah berpikir, bersikap, dan berperilaku yang terkristalisasi dalam filosofi
Pancasila.
Dalam pro kontra harus tampil pemimpin
yang negarawan. Pro kontra masalah Miss World ini tidak terjadi sekarang saja.
Ketika Orde Baru pun pernah terjadi. Pemimpin yang baik tak akan membiarkan
pro-kontra itu membesar karena akan rentan terjadi konflik horizontal yang
mengerikan.
Efek budaya sering berbenturan. Seperti doktrin lain ladang lain belalang, lain
lubuk lain ikannya. Lalu orang berargumen di era keterbukaan belalang mana di
ladang siapa dan ikan apa di lubuk mana, sulit diidentifikasi? Itu alasan
sekuler yang menafikan agama. Seperti kebebasan kawin sejenis.
Gaya hidup melahirkan budaya, budaya
melahirkan hukum (Berger 1977).
Keniscayaan ini dinisbatkan dengan analogi lahirnya hukum dari dua rahim yaitu
rahim filosofi dan rahim sosiologi. Hukum yang lahir hanya dari rahim sosiologis
akan menjadi janin kebebasan permisif bukan hanya dengan pornografi dan
pornoaksi, juga terhadap budaya gaul bebas bahkan budaya yang terang- terangan
menentang agama apa pun.
Ribuan tahun lalu nenek moyang kita
Joyoboyo telah meramal kerusakan bangsa ditandai tiga hal. Yaitu, kali ilang kedunge (sungai-sungai
didangkalkan), pasar ilang kumandange
(pasar-pasar tradisional diganti pasar modern), wong wadon ilang wirange (wanita sudah tak punya malu membuka aurat
di muka umum). Riuhnya pendukung miss world bersuara lantang membela
mati-matian agar kontes di Indonesia adalah pembenaran ramalan Joyoboyo tadi. Mereka
berlindung di bawah pa yung kebebasan dan demokrasi, lupa jika budaya kebebasan
dan demokrasi bangsa Indonesia berbeda dengan Barat. Demokrasi dan kebebasan
kita dipayungi bimbingan petunjuk Tuhan Yang Maha Esa.
Ada beberapa keunggulan bangsa
Indonesia. Pertama, filosofis tujuan utama NKRI dibentuk untuk berkedaulatan,
melindungi, dan mencerdaskan bangsa.
Kedaulatan politik, ekonomi, hukum, budaya, pangan, dan lain-lain. Termasuk pula
melindungi budaya luhur bukan budaya hina umbar aurat. Filosofi mencerdaskan
bangsa bukan memintarkan bangsa.
Kedua, aktualisasi kedaulatan bangsa.
Tak gampang menerima inviltrasi budaya asing. Ingat penjajahan modern bukan
dengan perang senjata tetapi perang budaya. Yang tidak memahami konsep perang
modern ini berkhianat lalu memihak pada kekuatan musuh mati-matian menerima
budaya yang nyata-nyata bertentangan dengan budaya bangsa Indonesia.
Ketiga, dari berbagai penampilan
kontes Miss World jelas pornoaksi mengumbar aurat sangat nyata bernuansa
ketelanjangan (UU 44/2008 Psl 4 ayat 1 dan KUHP Pasal 156a). Sekali lolos masuk
Indonesia yang berkomitmen mempertahankan budaya luhur dan menjunjung tinggi
ajaran Tuhan Yang Maha Esa, muaranya Indonesia tak mampu membendung gempuran budaya
sekuler (merendahkan agama).
Keempat, kontes Miss World ini membukakan
dialog hati nurani. Patutkah kita sebagai bangsa yang religius memaksakan diri
menonton yang tak pantas dan kontroversi? Pantaskah bangsa yang berhati nurani
bersukaria dengan Miss World di tengah rakyat yang menderita, miskin,
terbelakang untuk membeli tempe-tahu, makanan rakyat sehari-hari saja berat?
Mengapa membuat yang kontroversi toh masih banyak yang tidak kontroversi? Kasus
miss world kesempatan untuk merenungkan aktualisasi diri akan kedaulatan hukum
dan kedaulatan budaya mengapresiasi 4 hal tersebut. Dengan demikian kita
menjadi bangsa yang cerdas bukan pintar.
Dari segi sejarah, sangat nyata
bahwa Miss World merupakan ajang eksploitasi tubuh wanita untuk mendapatkan
keuntungan materi duniawi. Para wanita dipajang bak barang dagangan untuk
menarik para pembeli. Dilihat dari segi budaya ketimuran saja, sungguh sangat
tidak cocok dengan jati diri bangsa yang menjunjung tinggi norma kesopanan dan
agama.
Fenomena Miss World sebuah problem
serius yang melanda kaum wanita abad ini. Mereka sudah terlampau jauh dan
berupaya melepaskan diri bukan saja dari budaya Timur, tapi juga melepaskan
diri dari agama terpengaruh tren Barat yang tersihir kebebasan, padahal
penghormatan Barat terhadap kaum wanita hanya di kulit luar, faktanya dilecehkan
secara substansial. Perempuan itu manusia istimewa.
Tuhan memberi aturan
lebih protektif. Hal itu bukan berarti agama mengekang kebebasan perempuan,
sebaliknya memuliakannya. Berbeda dengan perempuan Barat mengagung-agungkan kebebasan
justru merusak kehormatan perempuan itu sendiri. Memutuskan memilih yang
memberi banyak manfaat.
Tuhan jika melarang sesuatu dalam
Kitab Suci selalu memberi info indah manfaat jika ditaati perintah-Nya. Itulah
arti dari manusia cerdas bukan pintar.
Tetapi, apa yang terjadi? Fakta-fakta dan bukti-bukti menunjukkan banyak eks
peserta kontes Miss World terjerumus ke kubangan moralitas rendah menjadi model
telanjang bahkan pelacur tingkat tinggi. Kontes Miss World di Indonesia mungkin
dari segi materi menguntungkan bagi penyelenggara tapi sangat merugikan dalam
pembangunan ketahanan moral bangsa. Ruginya lebih dahsyat dari pada untungnya.
Melarang Miss World di Indonesia
tiada pengaruhnya dengan HAM atau demokrasi. Karena setiap negara punya kaidah
dan batasan-batasannya sendiri dan tidak ada pengaruhnya dengan perekonomian
dan pariwisata. Pemerintah juga harus cerdas bukan cuma mengejar ekonomi lalu
mudah mengizinkan hal-hal yang kontraproduktif dengan budaya perusak moral
bangsa.
Pemimpin negara harus bersifat negarawan,
mampu memberi arahan yang tegas, tidak membiarkan pro kontra berkembang liar.
Polri memberi konstribusi bukan hanya tegaknya ke daulatan hukum, tetapi juga
tegaknya kedaulatan budaya karena di tangan Polri perizinan berada. Polri harus
cerdas dalam menegakkan kedaulatan hukum. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar