Jumat, 13 September 2013

Relaksasi Sektor Mineral dan Batubara

Relaksasi Sektor Mineral dan Batubara
Hilmy Konstantinus Deo Amal  ;   Pekerja Pertambangan
KOMPAS, 13 September 2013
  

Dalam beberapa bulan terakhir ini, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus melemah dan sampai pada kisaran Rp 11.000. Untuk menstabilkan kondisi makroekonomi, pemerintah merilis empat paket kebijakan ekonomi. Salah satu memuat kebijakan relaksasi sektor mineral-batubara.

Dalam siaran pers Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), insentif relaksasi sektor mineral-batubara diatur seperti berikut. Pertama, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang telah memenuhi undang-undang diberi rekomendasi persetujuan ekspor produk pertambangan berdasarkan permohonan tertulis.
Kedua, pemegang IUP yang mendapat persetujuan ekspor diberi relaksasi (kelonggaran) meningkatkan jumlah (kuota) ekspor produk pertambangan berdasarkan revisi kerja dan anggaran biaya tahun 2013. Ketiga, ekspor produk pertambangan berlaku sampai dengan 12 Januari 2014.
Menjadi pertanyaan penting bagi insan pertambangan: apakah kebijakan relaksasi sektor mineral-batubara masih sejalan dengan semangat penghiliran sektor pertambangan yang digariskan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara?
Meningkat
Kebijakan relaksasi sektor mineral-batubara dilatarbelakangi asumsi, kinerja ekspor sektor ini menurun sejak dikeluarkan Peraturan Menteri ESDM No 7/2012 yang mengatur batas maksimum ekspor mineral mentah dan Peraturan Menteri Keuangan No 75/2012 yang mengatur bea keluar mineral mentah 20 persen.
Seiring dengan defisit neraca perdagangan, dirasa perlu memberi relaksasi agar sektor ini mampu mendongkrak penerimaan devisa negara. Namun, data Kementerian ESDM menunjukkan asumsi tersebut keliru. Data Kementerian ESDM Januari-Maret 2013 menunjukkan ekspor sejumlah komoditas mineral mentah (ore) meningkat tajam dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.
Nikel meningkat 55,1 persen, bijih besi meningkat 57,7 persen, dan bijih bauksit meningkat 38,7 persen. Tanpa kebijakan relaksasi ekspor mineral-batubara, sesungguhnya ekspor mineral mentah meningkat tajam. Dengan keluarnya paket kebijakan relaksasi, dapat dipastikan laju eksploitasi mineral mentah makin tak terbendung. Dengan kata lain, kebijakan relaksasi sektor mineral-batubara tak sejalan dengan semangat penghiliran sektor pertambangan yang sejak dua tahun lalu gencar didorong pemerintah.
Agenda sektor pertambangan untuk bergerak ke hilir pada 2014 masih menimbulkan tanda tanya besar. Pasalnya, pelemahan rupiah juga berdampak pada pelemahan komitmen pemerintah dan sejumlah pemangku kepentingan pertambangan. Ini terefleksi dalam pernyataan Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo yang memperlihatkan pandangan skeptis terhadap agenda penghiliran sektor mineral-batubara: ”Pemerintah tetap mendorong berjalannya (penghiliran) hasil tambang yang dimulai 2014 meski target ini sulit tercapai.”
Pandangan skeptis ini kemudian dipertegas Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Thamrin Sihite, yang seusai rapat kerja dengan Komisi VII DPR melontarkan gagasan memberi pengecualian/toleransi bagi perusahaan tambang yang sedang melakukan studi kelayakan dan konstruksi agar tetap dapat mengekspor mineral mentah pada 2014 (Kompas, 28/8).
Yang menjadi pertanyaan kemudian, bagaimana jika hasil studi: tidak layak membangun sebuah pabrik? Bagaimana jika konstruksi tak tuntas dalam waktu yang telah ditetapkan?
Komitmen
Secara historis semangat kemandirian sektor mineral-batubara telah jauh-jauh hari digalakkan negara. Ini dapat dibuktikan oleh pembangunan pabrik feronikel pertama di Indonesia dan satu-satunya di kawasan Asia Tenggara pada 1976 oleh PT Antam di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Kolaborasi insinyur terbaik Indonesia dan tenaga ahli dari Jepang menjadi tonggak awal mimpi tentang kemandirian pengelolaan mineral dalam negeri. Kini, 37 tahun kemudian, semangat ini dituangkan dalam kerangka legal bernama UU Minerba. Semangat dasarnya ialah menciptakan kemandirian dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya mineral dan batubara, yang tentunya selaras dengan konstitusi negara kita.
Kini, di tengah pelemahan rupiah terhadap dollar AS, kebijakan dan komitmen pemerintah membawa industri pertambangan Indonesia bergerak ke hilir sedang diuji: jangan sampai rupiah yang melemah turut melemahkan semangat dan mimpi kita jadi bangsa berdaulat mengelola kekayaan sumber daya alam. Kita tak ingin selamanya jadi bangsa penjual mineral mentah. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar