Kamis, 05 September 2013

Regenerasi Koruptor

Regenerasi Koruptor
Hajriyanto Y Thohari ;  Wakil Ketua MPR RI
SUARA KARYA, 04 September 2013


Beberapa tahun terakhir, praktik-praktik korupsi tetap marak, suap tetap merajalela, dan kongkalikong antara legislatif, eksekutif, dan judikatif, bahkan dengan pengusaha, masih tetap berjalan terus. Bahkan, modus operandi tindak pidana korupsi makin mengalami diversifikasi yang makin beraneka ragam.
Ada kesan, "kegarangan" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan penggeledahan, penangkapan, dan menyeret para koruptor selama ini tidak berpengaruh sama sekali. Jika keadaan demikian terus berlangsung, sungguh sudah waktunya dicari jenis hukuman lain untuk menghentikan korupsi di negeri ini.

Entahlah, jenis penanganan dan hukuman yang seperti apa lagi yang harus dilakukan KPK untuk membuat para pegawai dan pejabat negara/pemerintahan berhenti korupsi. Jangan-jangan dihukum mati pun, mereka sudah tidak takut lagi!

Salah satu kelemahan lembaga-lembaga negara kita, baik eksekutif (termasuk badan-badan yang menjadi bagian dari eksekutif), legislatif, maupun yudikatif adalah lemahnya kinerja satuan pengawasan internal. Instansi yang memiliki satuan pengawas internal, seperti inspektorat jenderal (irjen) dan inspektorat daerah saja, praktik korupsi masih tetap marak, apalagi badan-badan lainnya yang tidak memiliki satuan pengawas internal. Akibatnya, penyelewengan keuangan negara diduga makin parah saja.
Padahal, badan-badan semacam Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu (SKK) Migas itu, kewenangan dan kekuasaannya sangat besar. Walhasil, berlakulah dalil power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely.

Untuk mencegah terjadinya korupsi, diharapkan KPK aktif membina satuan-satuan pengawas internal itu. Sudah terbukti pemberantasan korupsi selama ini telah menjadi semacam fenomena spiral korupsi yang tidak berkesudahan.

Bagaimana tidak, satu koruptor ditangkap muncul lima koruptor lain; 10 koruptor baru ditahan, lahir 100 koruptor baru lagi di tempat lain. Proses kaderisasi dan regenerasi koruptor berjalan secara sangat lancar.

Ada terjadi proses pembelian dan pengembangbiakan korupsi secara masif. Maka, tidak ada pilihan lain lagi, kecuali memberdayakan satuan-satuan pengawas internal yang tugasnya mengawasi secara ketat sejak dini agar korupsi tidak terjadi. Harus dihindari, jangan sampai korupsi baru terungkap setelah terjadi kerugian keuangan negara dalam jumlah yang sangat besar.

Kalau hal macam ini dibiarkan, akhirnya susah sekali mengembalikan kerugian keuangan negara karena hasil korupsinya sudah dilarikan ke mana-mana. Satuan pengawas internal mutlak harus berhasil mencegah terjadinya korupsi sejak dini ketika kerugian keuangan negara belum telanjur terjadi. Jika satuan pengawas internal tidak mampu mencegah korupsi, dibubarkan saja sekalian.

Sedih, bahkan kecewa, karena ternyata korupsi terus saja terjadi. Ini menunjukkan bahwa korupsi-korupsi baru akan terus bermunculan silih berganti bagaikan ungkapan "patah tumbuh hilang berganti, esa hilang dua terbilang". Pertanyaannya, apa akan begini terus negara kita ini?

Dalam upaya mencegah terjadinya praktik korupsi yang berulang, tampaknya diperlukan langkah dan tindakan drastis untuk mengatasi persoalan yang membuat rakyat gregetan ini. Negara ini perlu big bang berupa langkah drastis yang inkonvensional! Apa itu?


Yang pasti, cara-cara konvensional sudah terbukti tidak mempan lagi, bahkan tidak ada pengaruhnya. Yang terjadi di negeri ini adalah bahwa korupsi itu satu hal, sementara pemberantasan korupsi itu hal yang lain lagi! Keduanya tidak berhubungan. Tidak nyambung! ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar