Rabu, 04 September 2013

Konvensi Partai Demokrat

Konvensi Partai Demokrat
Ardi Winangun Penggiat Komunitas Penulis Lapak Isu (Koplaks)
OKEZONENEWS, 04 September 2013



Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah tak memiliki hak untuk maju menjadi Presiden dan saat Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pembangunan tempat pendidikan olahraga Bukit Hambalang, praktis Partai Demokrat tak mempunyai figur untuk diajukan menjadi calon presiden (Capres) pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2014.

Untuk mengisi kekosongan Capres maka partai berlambang mercy itu menggelar konvensi Capres untuk Pilpres 2014. Konvensi diselenggarakan selain untuk mencari sosok yang akan didukung oleh Partai Demokrat dalam Pilpres juga untuk mengesankan atau membangun citra bahwa Capres yang diajukan oleh partai bukan orang yang dipilih atau ditunjuk oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat SBY. Dengan langkah itu ditunjukkan kepada masyarakat bahwa tak ada oligarki atau dinasti politik dalam Partai Demokrat.

Untuk menggelar konvensi maka panitia pun dibentuk namun ketika panitia sudah ada, para panitia menjadi pusing sebab peminat konvensi tidak ada. Tak hanya panitia yang pusing dibuatnya, SBY juga merasa galau sehingga dengan kapasitas yang dimiliki yakni sebagai Presiden, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, militer, dan latar belakang lainnya, menyuruh serta mendorong bawahannya, seperti menteri, pengurus partai, jenderal, dan pengusaha untuk mengikuti konvensi.

Kita sering berita membaca berita bagaimana SBY menelepon, mengirimi surat bahkan membisiki kepada orang-orang tertentu ikut konvensi. Dalam sebuah berita dikabarkan bagaimana dengan jujur Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Dino Patti Djalal, mengaku dihubungi oleh SBY untuk ikut konvensi. Tak hanya Dino yang diperlakukan seperti itu. Ketua DPD Irman Gusman, mantan Kasad Pramono Edhie Wibowo, Menteri Perdagangan Gita Wiryawan, Ketua DPR Marzuki Alie, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menkopolkam Djoko Santoso, dan pengusaha Chaerul Tanjung, sepertinya juga dihubungi langsung oleh pria asal Pacitan, Jawa Timur, itu.

Meski sudah ada beberapa nama yang hendak ikut konvensi namun nama-nama itu dirasa kurang menggigit sehingga tak hanya Susilo Bambang Yudhoyono yang bergerilya untuk mencari peserta, panitia pun juga door to door melakukan hal yang demikian. Ketua Dewan Pertimbangan Partai Nasdem Endriartono Sutarto sudi mengikuti konvensi bisa jadi karena loby-loby yang dilakukan oleh SBY. Sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai Nasdem tentu hal demikian tak etis bila melakukan kegiatan politik di partai lain namun karena di-lobi oleh mantu Sarwo Edhie Wibowo itu maka Endriartono berani melanggar etika berpolitik.

SBY dirasa sudah berhasil meloby orang-orang untuk ikut konvensi. Tak mau merasa malu dengan SBY maka panitia konvensi juga melakukan hal yang sama, yakni lobi sana, lobi sini, kepada orang-orang yang dirasa memiliki kapasitas, elektabilitas, dan popularitas untuk maju jadi Capres. 

Panitia pun menemui tokoh sekaliber Mahfud MD dan Jusuf Kalla. Mereka dengan tanpa malu-malu bahkan mendatangi rumah. Suatu ketika Ketua dan Wakil Ketua Komite Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat Maftuh Basyuni dan Taufiequrachman Ruki berkunjung ke rumah mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kedatangannya pastinya untuk merayu pria asal Makassar itu agar ikut konvensi. Tak hanya Kalla yang dirayu, mantan Ketua MK Mahfud MD, Wakil Gubernur Jawa Tengah Rustriningsih, dan Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, anggota pimpinan BPK Ali Masykur Musa, juga diperlakukan serupa agar juga ikut konvensi. Namun dari sekian nama hanya Anies dan Ali yang tetap bersedia ikut konvensi, yang lain emoh. 

Setelah SBY dan panitia konvensi melakukan kerja keras akhirnya terdapat beberapa nama yang akan menjadi peserta konvensi. Mereka adalah Dino Patti Djalal, Irman Gusman, Pramono Edhie Wibowo, Gita Wiryawan, Marzuki Alie, Dahlan Iskan, Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang, Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman, Anies Baswedan, Ali Masykur Musa, dan Endriartono Sutarto. Apakah mereka mempunyai kapasitas dan elektabilitas? Silahkan jawab sendiri.

Sebelum terpilih nama-nama di atas menunjukkan bahwa konvensi ini bisa dikatakan sepi peminat sehingga SBY sampai turun gunung untuk mencari peserta dan panitia konvensi harus door to door ke rumah orang juga untuk melakukan hal yang sama? Faktornya adalah, pertama, bahwa di Partai Demokrat selepas SBY dan Anas Urbaningrum tak memiliki figur yang kuat, baik ke dalam maupun keluar partai, sehingga ketika Partai Demokrat memaksakan diri dengan konvensi yang diikuti oleh orang-orang internal partai maka konvensi itu tak menarik sama sekali. Bagaimana menariknya bila konvensi itu diikuti oleh Marzuki Alie, Syarif Hassan, Jero Wacik, E. E Mangindaan bahkan Ruhut Sitompul.

Konvensi Partai Golkar beberapa tahun yang lalu meski diikuti oleh para pengurus internal partai namun mereka yang ikut itu memiliki kapasitas yang luar biasa dan mereka saat ini pun sudah diusung oleh partainya untuk menjadi Capres. Mereka yang ikut konvensi Partai Golkar saat itu adalah Wiranto saat ini menjadi Ketua Partai Hanura, Surya Paloh saat ini menjadi Ketua Partai Nasdem, Prabowo Subianto sekarang Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Aburizal Bakrie sekarang Ketua Partai Golkar. Hebatnya kapasitas pengurus partai membuat panitia konvensi tak harus wira-wiri, door to door bahkan mengemis-ngemis kepada orang lain untuk ikut konvensi.

Kedua, sepinya peminat untuk mengikuti konvensi sebab sebagaian besar orang menyakini bahwa Partai Demokrat saat ini bukan Partai Demokrat pada Pemilu dan Pilpres 2009 di mana dirinya sebagai pemenang Pemilu dan Pilpres. Kasus korupsi yang mendera partai dan rasa ketidaksuksesan pemerintahan SBY yang dirasakan oleh masyarakat diduga akan berbuah pahit dalam Pemilu dan Pilpres 2014 sehingga peserta berpikir ngapain susah-susah ikut konvensi bila perolehan hasil Pemilu jeblok dan tak mampu mengusung Capres. Hal inilah yang membuat banyak orang enggan ikut konvensi. Orang lebih suka menunggu dan melihat siapa pemenang Pemilu. Dari hasil Pemilu baru orang, tanpa didorong dan dihubungi, mau menyatakan ok atau tidak dicapreskan. 

Ketiga, konvensi Partai Demokrat ini dienggani oleh orang bisa jadi adanya kecurigaan bahwa ini adalah akal-akalan. Dirasa akal-akalan karena konvensi ini dibuat sedemikian rupa, seolah-olah pelaksanaannya sangat demokratis namun toh pada dasarnya siapa yang menang sudah bisa ditebak yakni orang-orang yang direstui Cikeas. Ketidakjelasan aturan main membuat Mahfud MD pikir-pikir mengikuti konvensi.

Perasaan banyak orang bahwa konvensi adalah akal-akalan sangat wajar. Orang boleh waspada sebab mereka tidak mau dikadalin namun perasaan yang demikian seharusnya dibuang jauh-jauh. Dulu saat konvensi Partai Golkar diduga juga sebagai akal-akalan Ketua Partai Golkar Akbar Tanjung namun dalam pelaksanaan konvensi itu diselenggarakan secara demokratis, semua peserta diberi hak yang sama sehingga pemenangnya bukan Akbar Tanjung namun Wiranto.

Keempat, masih ada kaitannya dengan point ketiga bahwa keengganan orang mengkuti konvensi sebab bila dirinya menang dalam konvensi itu namun karena dirinya bukan ketua partai atau orang yang direstui ‘godfather’ partai maka ketika dirinya maju dalam Pilpres tidak akan didukung secara total. Pemenang konvensi akan dibiarkan jalan sendiri. 

Sebagai pemenang konvensi Partai Golkar, Wiranto dibiarkan jalan sendiri, mesin partai bergerak tak maksimal sebab disebut Wiranto bukan Ketua Partai Golkar sehingga hasil Pilpres pun tak maksimal. Dalam Partai Demokrat sepertinya juga demikian. Bila yang menang bukan orang yang direstui Cikeas maka pemenang akan dibiarkan jalan sendiri. Di sinilah orang mulai berpikir-pikir ikut konvensi Partai Demokrat. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar