Rabu, 04 September 2013

Dampak Pertumbuhan Melamban Ekonomi China

Dampak Pertumbuhan Melamban Ekonomi China
Thee Kian Wie Staf Ahli Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E-LIPI), Jakarta
KORAN TEMPO, 04 September 2013


Kutukan sumber daya alam" ini mengacu pada pertumbuhan ekonomi yang lamban karena negara yang kaya akan sumber daya alam kurang mampu atau tidak mempunyai insentif ekonomi yang memadai untuk menggunakan faktor-faktor produksi (modal dan tenaga kerja) secara efisien, terutama di industri-industri manufaktur, di mana potensi untuk peningkatan produktivitas paling tinggi.
Laju pertumbuhan ekonomi Cina yang akhir-akhir ini melamban cukup memprihatinkan bagi Indonesia karena Cina kini merupakan pasar ekspor yang terpenting bagi Indonesia. Diperkirakan, hampir 14 persen dari ekspor Indonesia dikirim ke pasar Cina.
Hal ini terjadi karena Cina sangat memerlukan sumber daya alam dari mancanegara yang kaya akan sumber daya alam, termasuk Indonesia. Sumber daya alam yang diimpor kemudian diolah menjadi barang jadi di berbagai industri manufaktur Cina, yang kemudian diekspor ke mancanegara, terutama ke negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Kanada, negara-negara Uni Eropa, Jepang, serta ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Keprihatinan ini terjadi karena hampir 65 persen dari ekspor Indonesia terdiri atas ekspor komoditas primer (terutama batu bara, gas alam, minyak bumi, minyak sawit, karet, dan tembaga). Hal ini juga menunjukkan bahwa komposisi ekspor Indonesia tidak banyak berubah dibanding komposisi ekspor sewaktu Indonesia masih bernama Hindia Belanda.
Kenyataan ini cukup memprihatinkan karena Indonesia hingga kini-berbeda dengan negara-negara industri baru di Asia Timur, terutama Korea Selatan dan Taiwan-belum mampu mengembangkan sektor industri manufaktur yang berdaya saing tinggi, yang terutama didasarkan pada kemampuan teknologi industri dan kemampuan pemasaran yang tinggi.
Hal ini sangat mungkin karena Indonesia, yang kaya akan sumber daya alam, menderita apa yang disebut dengan "kutukan sumber daya alam" (resource curse). "Kutukan sumber daya alam" ini mengacu pada pertumbuhan ekonomi yang lamban karena negara yang kaya akan sumber daya alam kurang mampu atau tidak mempunyai insentif ekonomi yang memadai untuk menggunakan faktor-faktor produksi (modal dan tenaga kerja) secara efisien, terutama di industri-industri manufaktur, di mana potensi untuk peningkatan produktivitas paling tinggi.
Dengan demikian, Indonesia menjadi rentan sekali terhadap perubahan dalam harga komoditas primer di pasar dunia, sama seperti pada masa Hindia Belanda. Seperti diketahui, ekonomi Hindia Belanda sangat terpukul akibat Depresi Ekonomi Dunia selama dasawarsa 1930-an sewaktu ekspor komoditas-komoditas primer Hindia Belanda merosot dengan tajam. Hal ini lantaran permintaan dari negara-negara industri maju, terutama Amerika Serikat dan Eropa, akan komoditas-komoditas primer Indonesia merosot tajam.
Akibat Depresi Ekonomi Dunia atas ekonomi Hindia Belanda adalah diberhentikannya ratusan ribu pekerja Indonesia yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda, Inggris, Amerika, dan Belgia, terutama di Sumatera Utara. diberhentikan. Karena pemutusan hubungan kerja ini, ratusan ribu pekerja Indonesia, yang sebagian besar berasal dari Pulau Jawa, terpaksa kembali ke Jawa.
Karena pertumbuhan ekonomi Cina dalam tahun-tahun mendatang diperkirakan tidak dapat bertumbuh dengan laju 8-9 persen, seperti yang dialami selama kedua dasawarsa yang lalu (paling banter 7 persen, atau bahkan kurang dari 7 persen), maka Indonesia perlu melakukan pergeseran dalam fokus ekspornya, yang hingga kini masih bertumpu pada ekspor komoditas-komoditas primer, ke produk-produk industri manufaktur, khususnya produk-produk industri manufaktur yang sangat diminati di negara-negara industri maju ataupun di negara-negara berkembang, termasuk di pasar Indonesia sendiri. Di samping ini, Indonesia perlu mendorong atau mengamankan pertumbuhan yang mantap dari sektor-sektor ekonomi lain, seperti sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor konstruksi, dan sektor-sektor jasa-jasa modern, seperti perbankan dan lembaga-lembaga keuangan non-bank, konstruksi, serta sektor komunikasi modern.

Hanya dengan demikian ekonomi Indonesia bisa tetap bertumbuh dengan laju 6 persen atau lebih dalam tahun-tahun mendatang. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar